Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

NASKAH VIDEO PEMBELAJARAN

1 komentar
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas III SD Semester II Pokok Bahasan Sumber Energi
Sub pokok Cara Berperilaku Hemat Energi
Dalam Kehidupan Sehari-hari


A. RASIOANAL
Manusia yang berkualitas merupakan suatu ujung tombak kemajuan dari suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Hal tersebut mendorong suatu negara menjadi negara yang maju dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan implementasi strategi pembelajaran. Melalui kemajuan tersebut para guru dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2006: 162). Keberhasilan dari pendidikan tidaklah luput dari peran serta kepala sekolah, guru, siswa dan semua anggota sekolah. Pendidikan mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa, keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangatlah ditentukan oleh faktor sumber daya manusia (SDM) itu sendiri. Masalah pendidikan adalah suatu hal yang sangat berkaitan dengan hal tersebut yaitu tentang peran guru.
Peran guru akan sangat berpengaruh dalam membantu dan menentukan keberhasilan anak didiknya. Guru merupakan pelaku utama sebagai fasilitator penyelenggaraan proses pembelajaran. Tugas guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa melalui komunikasi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan dari seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa juga tergantung dari media pembelajaran yang digunakannya. Karena ketidaklancaran dari penggunaan media pembelajaran dapat membawa akibat yang tidak baik bagi pesan yang akan disampaikan oleh guru. Maka dari itu guru harus pandai dan kreatif dalam memilih media pembelajaran. Salah satu contoh media pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa adalah media video. Media video dapat digunakan unttuk menerangkan program-program formal yang sistematis yang dipakai sebagai bagian integral dari suatu pelajaran sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Bagi yang merencanakan dan memeproduksi media video yang baik harus mengetahui sifat-sifat khusus dan terampil dalam produksinya.
Dengan melihat pernyataan itu maka penggunaan variasi media pembelajaran dalam pembelajaran dirasa sangat penting digunakan guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Arshad (2011 :21-23) menuliskan ada beberapa hasil dari penelitian menunjukan dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut:
1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap siswa yang melihat atau mendengar melalui media menerima pesan yang sama.
2. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih menarik.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Banyaknya penggunaan media dalam pembelajaran membantu guru mempersingkat waktu dalam penyampaian pesan dan isi pembelajaran.
5. Kualitas hasil belajar dapat meningkat jika media yang digunakan dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan baik.
6. Dapat meningkatkan sikap positif siswa.
7. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif.
B. TUJUAN PRODUKSI
Produksi media video pembelajaran ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Dapat memberikan perangsang, pengalaman, dan persepsi yang sama khususnya dalam media video.
2. Dengan adanya media pembelajaran video sebagai alat bantu utama untuk menunjang keberhasilan mengajar dan mengembangkan metode-metode yang dipakainya dengan memanfaatkan daya guna media pembelajaran.
3. Menerapkan teknik-teknik pembuatan video pembelajaran dan menerapkannya dalam pembelajaran.
4. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan).
5. Melatih siswa untuk lebih spesifik dalam menanggapi persoalan yang ada di dalam media video.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Standar Kompetensi :
Memahami arti penting hemat energi untuk masa depan
• Kompetensi Dasar :
Mengenal sumber energi di sekitar kita serta kegunaannya.
• Indikator :
Menyebutkan macam-macam sumber energi
Menyatakan pesan dalam bentuk tulisan
Menerapkan sikap perilaku hemat energi dalam kehidupan sehari hari
D. POSISI PENGGUNAAN
Media video ini digunakan pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia Tema 7 yaitu tentang berperilaku hemat energi dalam kehidupan sehari-hari, dimana guru terlebih dahulu memnberi pengantar sebelum siswa menyaksikan video pembelajaran. Setelah selesai menyaksikan video pembelajaran, siswa diminta untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalam video secara tulisan. Dan juga guru meminta kepada siswa untuk bisa menerapakan perilaku hemat energi didalam kehidupan sehari-hari.

E. SINOPSIS
Di suatu sekolah ada seorang guru yang bernama Jesica. Beliau mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 3. Selagi bu Jesica mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia, beliau juga merupakan wali kelas di kelas 3. Banyak anak-anak yang menyukai bu Jesica, karena sikapnya yang ramah dan menyayangi semua muridnya. Siswa dan siswi selalu mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dengan tertib dan tenang. Bu Jesica memberikan materi tentang “Berperilaku Hemat Energi Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Beliau menjelaskan pengertian energi dan arti penting energi di kehidupan sehari-hari. “Kita harus menghemat energi agar tidak cepat habis, dengan cara menggunakan energi sesuai dengan kebutuhan kita dan tidak berlebihan atau seperlunya saja, kata bu Jesica”. Bu Jesica memberikan beberapa contoh perilaku hemat energi dengan menggunakan gambar. Anak-anak sangat antusias mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia hingga akhir pembelajaran.

F. TREATMENT
Scene 01 : Pada awal program ditampilkan animasi sebagai opening yang diikuti dengan logo UNARS dan caption “Mempersembahkan Video Pembelajaran”.
Scene 02 : Dilanjutkan dengan caption “Berperilaku Hemat Energi Dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Scene 03 : Caption “Untuk Siswa SD Kelas III”
Scene 04 : Caption “Selamat Menyaksikan”
Scene 05 : Lalu presenter berbicara sebagai pembukaan video yang menjelaskan garis besar isi video pembelajaran tersebut di taman.
Scene 06 : Selanjutnya memperlihatkan potongan-potongan shot yang pendek dari sumber energi.
Scene 07 : Disebuah sekolah dasar, tampak dari kejauhan sedang terjadi pembelajaran, setelah didekati rupanya seorang guru perempuan yang sedang asyik mengejar di kelas.
Scene 08 : Suasana di dalam kelas.
Scene 09 : Guru menjelaskan “Arti Penting Hemat Energi Di Kehidupan Sehari-hari”.
Scene 10 : Guru memberikan contoh macam-macam sumber energi pada murid dengan menggunakan media power point.
Scene 11 : Guru dan murid saling bertanya jawab mengenai perilaku hemat energi di dalam kehidupan sehari-hari.
Scene 12 : Murid bertanya pada guru tentang dampak apabila tidak hemat energy.
Scene 13 : Guru memberikan tugas sekolah, setelah itu membahas soal yang telah dikerjakan.
Scene 14 : Guru dan murid bersama-sama menutup pembelajaran dengan berdo’a.
Scene 15 : Di akhir program presenter mengajak pemirsa untuk menyimpulkan materi tentang berperilaku hemat energi didalam kehidupan sehari-hari disertai dengan caption.
Scene 16 : Selanjutnya presenter menutup program dan berharap dapat bertemu pada program yang lainnya.
Scene 17 : Caption kerabat kerja diiringi dengan musik (tulisan bergerak dari bawah ke atas).
Scene 18 : Caption sekian dan terima kasih diiringi dengan musik. 
G. GARIS-GARIS BESAR ISI PROGRAM MEDIA PEMBELAJARAN

No
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Indikator
Pokok
Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Metode
Sumber Belajar
1. Memahai arti penting hemat energi untuk masa depan. Mengenal sumber energi di sekitar kita serta keguaan
nya. 1. Menyebutkan macam-macam sumber energi
2. Menyatakan pesan dalam bentuk tulisan.
3. Menerapakan sikap hemat energy didalam kehidupan sehari-hari Mengenal arti penting sumber energi. Berperilaku hemat energi didalam kehidupan sehari-hari. Tanya Jawab,
Ceramahdan dialog Buku Tematik kelas III


H. NASKAH
1. IDENTITAS NASKAH
a. Bidang Studi : Bahasa Indonesia
b. Kelas / semester : III (Tiga) / II (Dua)
c. Kompetensi dasar : Mengenal sumber energy di sekitar kita serta
kegunaannya.
d. Indikator Pembelajaran : 1. Menyebutkan macam- macam sumber energi.
2. Menyatakan pesan dalam bentuk tulisan.
3. Menerapkan sikap hemat energy didalam kehidupan sehari-hari
e. Penulis Naskah : 1. Winda Novelasari
2. Hadi Purnomo
3. Arjondi
f. Produser : 1. Winda Novelasari
2. Hadi Purnomo
3. Arjondi

g. Sutradara : 1. Winda Novelasari
2. Hadi Purnomo
3. Arjondi
h. Kameramen : Hdi Purnomo
i. Grafis : Winda Novelasrai
j. Ligthing : Arjondi
k. Meke UP : Mahfudha YN
l. Sound Enginer : Hadi Purnomo
m. Pelaku / Tellent
Narrator : Winda Novelasari
Guru : Mahfudha YN
Murid : Retno Uvi Arumdani, Winda Novelasari, Arjondi dan lain-lain



2. NASKAH VIDEO
Scene Visual Audio / Narasi




01 LS : Tampilkan animasi sebagai opening yang diikuti dengan logo UNARS dan caption “Mempersembahkan Video Pembelajaran”.
Life 1
Musik Pembuka :
Fade In: In-Up-Normal-Down




02 Fade InCU : Caption “Berperilaku Hemat Energi Dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Fade Out
Musik :
Fade In : Up-Normal



03 Fade InCU : Caption “Untuk Siswa SD Kelas III”.
Fade Out

Musik
Normal



04 Fade InCU : Caption “SELAMAT MENYAKSIKAN”.
Fade Out

Musik :
Fade Out: Normal-Down-Out.




05 Fade InMS: Presenter berdiri di taman dekat pohon-pohonan

Fade Out
Adik-adik siswa-siswi yang saya banggakan, dalam video pembelajaran ini akan menayangkan film yang membahasa tentang “Cara Berperilaku Hemat Energi Didalam Kehidupan Sehari-hari”.
Setelah Menyaksikan video ini,adik-adik diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang cara berperilaku hemat energi didalam kehidupan sehari-hari”.

Musik :
Fade In-Normal-Down






06 MS : memperlihatkan potongan-potongan shot yang pendek dari sumber energi.
Fade Out

Musik :
Fade In-Normal-Down





07 DissolveLS: Di sekolah guru sedang mengajar murid.
Fade Out

Musik :
Fade In-Up-Normal-Down



08 LS: Suasana di dalam kelas
Fade Out
Musik :
Fade In-Up-Normal-Down





09 Off Screen Voice (OSV): Guru menjelasakan arti penting berperilaku hemat energi.
LS: orang menyalakan lampu
LS: Mematikan televisI
MS: Menghidupkan kran air
Fade Out
Musik :
Fade In-Up-Normal-Down





10 DissolveLS: Caption “Memberi contoh hemat energi”.
MS: Mamatikan lampu ketika mau tidur
CU: Mematikan radio
LS: Mematikan kran air
Fade Out
Musik :
Smash




11 BlackCU: Guru dan murid bertanya jawab tentang sikap hemat energi.
LS: Gambar mobil
Fade Out

Musik:
Smash



12 LS: Dampak tidak hemat energi
Fade Out
Musik:
Fade In-Up-Normal-Down



13 DissolveLS: Pemberian Tugas
Fade Out

Musik:
Fade In-Normal-Down




14 DissolveLS: Menutup pelajaran dan berdo’a
Fade Out
Musik:
Fade In-Normal-Down




15 Fade InMS: Penyimpulan Materi
Fade Out

Adik-adik setelah kalian menyaksikan video ini, simpulkanlah hasil penayangan yang telah kalian tonton.

Musik:
Fade In-Normal-Down




16 Fade InMS: Presenter berdiri di taman dekat pohon-pohona.
Fade Out

Adik-adik siswa-siswi yang saya banggakan. Demikianlah tayangan video pembelajaran tentang berperilaku hemat energi didalam kehidupan sehari-hari. Semoga video ini bermanfaat bagi adik-adik semua, ssampai jumpa lagi di lain kesempatan.
Musik:
In – Up- Under
17 CutCU: Caption ”Kerabat Kerja dan Animasi”
Fade Out

Musik:
Fade In-Normal-Down
18 LS: Caption ”Sekian dan Terima Kasih”
Fade Out
Musik:
Fade In-Normal-Down


1 komentar:

RPP Tematik Kelas 1 Tema 2 (Kegemaranku) Subtema 1 Pembelajaran ke - 3

0 komentar
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Satuan Pendidikan : SDIT Nurul Anshar
Kelas / Semester : I / I
Tema / Topik : 2. Kegemaranku
Sub Tema : 1. Gemar berolahraga
Pembelajaran Ke : 3
Hari / Tanggal : Kamis / 4 September 2014
Alokasi Waktu : 5 x 35 menit


A. Kompetensi Inti
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, perduli dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru.
3. Memahami pengetahuan factual dengan cara mengatur ( melihat, mendengar, membaca ) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya Makhluk Ciptaan Tuhan dan kegiatannya dan benda benda yang dijumpainya dirumah dan disekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Bahasa Indonesia
1.1 Menerima anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang dikenal sebagai bahasa persatuan dan sarana belajar di tengah keberagaman bahasa daerah
2.3 Memiliki perilaku santun dan sikap kasih sayang melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah
2.5 Memiliki perilaku santun dan jujur dalam hal kegiatan dan bermain di lingkungan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah
3.1 Mengenal teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman
4.1 Mengamati dan menirukan teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian

Indikator
3.1.1 Mengamati teks deskriptif tentang anggota tubuh
4.1.1 Mempraktikkan teks deskriptif tentang anggota tubuh





Matematika
1.1 Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
2.1 Menunjukkan perilaku patuh pada aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan sesuai prosedur/ aturan dengan memperhatikan nilai tempat puluhan dan satuan
2.2 Menunjukkan perilaku teliti dan peduli dengan menata benda-benda di sekitar ruang kelas berdasarkan dimensi (bangun datar, bangun ruang), beratnya, atau urutan kelompok terkecil sampai terbesar
3.2 Mengenal bilangan asli sampai 99 dengan menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain
4.10 Membaca dan mendeskripsikan data pokok yang ditampilkan pada grafik konkrit dan piktograf

Indikator
3.2.1 Menghitung benda hingga 20
3.2.2 Menyebutkan bilangan 1 sampai dengan 20
3.2.3 Mengidentifikasi banyak benda berdasarkan gambar

PPKn
1.2 Menerima kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah dan sekolah
2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru sebagai perwujudan nilai dan moral Pancasila
2.2 Menunjukkan perilaku patuh pada tata tertib dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan sekolah
2.3 Menunjukkan perilaku kebersamaan dalam keberagaman di rumah dan sekolah
3.2 Mengenal tata tertib dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan sekolah
4.2 Melaksanakan tata tertib di rumah dan sekolah

Indikator
3.2.1 Mengidentifikasi aturan sederhana di sekolah
4.2.1 Menunjukkan sikap tertib saat mengikuti kegiatan permainan di sekolah

PJOK
1.1 Menghargai tubuh dengan seluruh perangkat gerak dan kemampuannya sebagai anugerah Tuhan yang tidak ternilai
2.1 Menunjukkan perilaku percaya diri dalam melakukan berbagai aktivitas fisik dalam bentuk permainan
2.2 Menunjukkan perilaku santun kepada teman dan guru selama pembelajaran penjas
2.4 Menunjukkan kemauan bekerjasama dalam melakukan berbagai aktivitas fisik
2.5 Toleransi dan mau berbagi dengan teman lain dalam penggunaan peralatan dan kesempatan
2.6 Disiplin selama melakukan berbagai aktivitas fisik
2.7 Menerima kekalahan dan kemenangan dalam permainan
3.1 Mengetahui konsep gerak dasar lokomotor sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan, dan usaha, dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional
4.1 Mempraktikkan pola gerak dasar lokomotor sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan dan usaha, dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional

Indikator
3.1.1 Mengetahui dan memahami gerakan kepala, leher, pundak, tangan, pinggul dan kaki
4.1.1 Melakukan senam pemanasan secara sederhana

C. Tujuan Pembelajaran
1. Dengan menyimak, siswa mampu menyebutkan bagian-bagian tubuh yang terdapat dalam teks melalui permainan kuda bisik dengan percaya diri.
2. Dengan bertanya jawab siswa dapat menjelaskan cara bermain bulu tangkis dengan percaya diri.
3. Dengan membaca nyaring, siswa dapat menjawab pertanyaan dengan santun.
4. Dengan bertanya jawab siswa dapat mengidentifikasi aturan sederhana permainan sepak bola dengan santun.
5. Dengan bermain “kuda bisik” siswa dapat menunjukkan sikap tertib dengan disiplin.
6. Dengan mengamati gambar, siswa mampu membilang 1-20.
7. Dengan kerja kelompok siswa mampu mengidentifikasi jumlah siswa berdasarkan olahraga kesukaan dengan tepat

D. Materi
1. Membaca teks tentang olaharaga
2. Olahraga bulu tangkis, voli, lompat jauh dan sepak bola
3. Menghitung bilangan 1 sampai 99

E. Pendekatan & Metode
Pendekatan : Scientific (Mengamati. Mengomunikasikan, Menanya, Menalar, dan
Mengolah Informasi)
Strategi : Cooperative Learning ( discovery based learning )
Metode : Penugasan, Tanya jawab, diskusi, dan ceramah

F. Sumber dan Media
1. Buku siswa.
2. Lembar kerja di buku siswa.
3. Alat yang bisa dipakai untuk praktik bulutangkis.
4. Buku Guru / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.





G. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Pendahuluan 1. Mengajak siswa berdoa menurut agama keyakinan masing – masing (untuk mengawali kegiatan pembelajaran)
2. Melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa
3. Guru menanyakan olahraga yang disukai oleh siswa

4. Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu tentang Kegemaranku pembelajaran 3 dan tujuan pembelajaran 10 menit
Inti 1. Siswa menyimak guru membacakan teks pendek tentang bagian tubuh yang digunakan saat berolahraga. (mengolah informasi)
2. Siswa bertanya jawab seputar teks yang baru dibacakan. (menanya)
3. Guru menjelaskan cara bermain bulu tangkis secara
sederhana. (mengkomunikasikan)
4. Siswa membaca nyaring teks dengan bantuan guru lalu menjawab pertanyaan. (mengolah informasi)
5. Kemudian siswa menyebutkan kalimat tentang bagian-bagian tubuh yang terdapat dalam teks. (mengkomunikasikan)
6. Siswa mendengarkan aturan permainan “Kuda Bisik”. (mengumpulkan informasi)
7. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok.
• Siswa berbaris berbanjar ke belakang dalam
kelompok masing-masing. (mengolah informasi)
• Satu perwakilan siswa dari kelompok masing-masing berkumpul dan mendengarkan kalimat
yang dibacakan guru. Misalnya, “bulutangkis
menggerakkan tubuh”. (mengolah informasi)
• Setelah mendengar aba-aba dari guru, setiap
perwakilan siswa membisikkan kata-kata yang didengarnya dari guru kepada teman di barisan paling depan. (mengkomunikasikan)
• Kemudian siswa di barisan paling depan membisikkan kalimat tersebut kepada teman di
belakangnya dan seterusnya sampai kepada siswa
yang berada di barisan paling belakang. (mengkomunikasikan)
• Setelah selesai guru meminta siswa di bagian
paling belakang menyampaikan kalimat yang
didengarnya kepada guru. (mengkomunikasikan)
• Guru mencatat dan mengecek kebenaran jawaban
dan meneliti kesalahan penyampaian dengan
meminta siswa mengulang apa yang telah
dibisikkan pada teman. (mengkomunikasikan)
8. Guru memberikan apresiasi hasil kerja dan ketertiban masing-masing kelompok. (mengkomunikasikan)
9. Permainan diulang dengan guru membisikkan kalimat-kalimat lain yang berhubungan dengan teks. (mengamati)
10. Perwakilan kelompok harus dipilih secara bergilir.
11. Setelah waktu permainan habis siswa diminta
Menyampaikan perasaan dan pendapatnya mengenai kegiatan tersebut. (mengkomunikasikan)
12. Siswa melakukkan praktik permainan bulu tangkis. (mengolah informasi)
13. Siswa membaca nyaring teks dengan bantuan guru. (mengkomunikasikan)
14. Siswa bertanya jawab tentang isi teks. (menanya)
15. Siswa mengidentifikasi aturan sederhana permainan bola melalui diskusi, misalnya satu tim sepak bola terdiri dari 11 pemainan. (mengolah informasi)
16. Usai bermain bola siswa mendengarkan penjelasan guru tentang belajar menghitung bilangan 1-20. (mengolah informasi)
• Guru memilih tiga siswa berdasarkan olahraga kegemarannya. Misalnya, siswa pertama gemar sepak bola, siswa kedua gemar bulu tangkis, dan siswa ketiga gemar pencak silat. (mengumpulkan informasi)
• Siswa lainnya diminta untuk bergabung dengan salah satu dari ketiga siswa tersebut. (mengkomunikasikan)
• Siswa diminta menghitung jumlah anggota pada kelompoknya dengan bersuara. (mengkomunikasikan)
• Guru menuliskannya di papan tulis, misalnya sepak bola = 11 siswa, bulu tangkis = 13 siswa, dan pencak silat = 16 siswa. (mengkomunikasikan)
17. Permainan dapat diulang dengan kriteria yang berbeda, misalnya alat olahraga yang paling disukai atau warna baju sepak bola yang paling disukai, dan seterusnya. (mengumpulkan informasi)
18. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembagian kelompok maksimal sebanyak tiga kelompok. (mengamati)
19. Lakukan permainan ini berulang kali sehingga siswa punya banyak pengalaman dalam menghitung bilangan lebih dari 10. (mengumpulkan informasi)
20. Untuk membantu siswa menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan, sebaiknya guru menuliskan lambang bilangan dari setiap jumlah anggota kelompok. (mengkomunikasikan)
21. Kegiatan ini diakhiri dengan meminta siswa mengerjakan latihan di buku siswa. (mengkomunikasikan) 150 menit
Penutup 1. Bersama – sama siswa membuat kesimpulan rangkuman hasil belajar selama sehari (komunikasi)
2. Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi)
3. Melakukan penilaian
4. Mengajak siswa – siswa berdoa menurut keyakinan masing – masing untuk mengakhiri pembelajaran. 15 menit

H. Penilaian
1. Penilaian Sikap


2. Penilaian Pengetahuan
- Tes tertulis (lembar kerja di buku siswa)












3. Penilaian Keterampilan
Lembar Pengamatan Kegiatan Permainan Kuda Bisik




Situbondo, 4 September 2014
Mahasiswa / Praktikan



WINDA NOVELASARI
NPM. 201110182

Mengetahui,

Guru Pamong Dosen Pembimbing




Dra. RINDANG SARI VIDYA PRATIWI, S.pd
NIY. 045992012 NIS. NIS.360 010 173



Kepala Sekolah




HADI SUKOMULYONO, S.pd
NIP. 196990917 199308 1 001







0 komentar:

RPP Tematik Kelas 1 Tema 2 (Kegemaranku) Pembelajaran ke - 1

0 komentar
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Satuan Pendidikan : SDIT Nurul Anshar
Kelas / Semester : I / I
Tema / Topik : 2. Kegemaranku
Sub Tema : 1. Gemar Berolahraga
Pembelajaran : 1
Pertemuan : 1
Alokasi Waktu : 5 x 35 menit


A. Kompetensi Inti
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, perduli dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru.
3. Memahami pengetahuan factual dengan cara mengatur ( melihat, mendengar, membaca ) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya Makhluk Ciptaan Tuhan dan kegiatannya dan benda benda yang dijumpainya dirumah dan disekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Bahasa Indonesia
1.1 Menerima anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang dikenal sebagai bahasa persatuan dan sarana belajar di tengah keberagaman bahasa daerah
2.3 Memiliki perilaku santun dan sikap kasih sayang melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah
2.4 Memiliki perilaku santun dan jujur dalam hal kegiatan dan bermain di lingkungan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah
3.2 Mengenal teks petunjuk/arahan tentang perawatan tubuh serta pemeliharaan kesehatan dan kebugaran tubuh dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman.
4.2 Mempraktikan teks arahan/petunjuk tentang merawat tubuh serta kesehatan dan kebugaran tubuh secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian.

Indikator
3.2.1 Menjelaskan tentang teks petunjuk pemeliharaan kebugaran tubuh
4.2.1 Membaca teks petunjuk tentang merawat kebugaran tubuh

SBDP
1.1 Merasakan keindahan alam sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan Tuhan
2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk berlatih mengekspresikan diri dalam mengolah karya seni
3.1 Mengenal cara dan hasil karya seni ekspresi
4.1 Menggambar ekspresi dengan mengolah garis, warna dan bentuk berdasarkan hasil pengamatan di lingkungan sekitar

Indikator
3.1.1 Mengidentifikasi gambar sebagai karya seni ekspresi
4.1.1 Menggambar ekspresi berdasarkan hasil pengamatan lembar kerja di dalam buku siswa

C. Tujuan Pembelajaran
1. Dengan mengamati gambar, siswa mampu menjelaskan macam-macam olahraga dengan santun.
2. Dengan membaca nyaring, siswa mampu menyebutkan nama-nama olahraga dengan percaya diri.
3. Dengan menyusun huruf, siswa dapat menemukan 2-3 nama-nama jenis olahraga dengan disiplin.
4. Dengan menyusun huruf siswa mampu menulis nama-nama olahraga dengan percaya diri.
5. Dengan memasangkan gambar siswa mampu mengidentifikasi alat-alat olahraga dengan percaya diri.
6. Dengan mampu mengidentifikasi alat-alat olahraga, siswa mampu menggambar salah satu olahraga yang disukainya dengan tertib.
7. Dengan menggunakan gambar, siswa mampu menentukan pola gambar tertentu dengan tepat.
8. Dengan pengamatan terhadap gambar, siswa mampu melengkapi pola gambar dengan tepat.

D. Materi
1. Mengenal macam-macam olaharaga
2. Mengenal nama alat olahraga
3. Membaca teks tentang olaharaga dengan berulang-ulang
4. Menyusun nama olaharaga

E. Pendekatan & Metode
Pendekatan : Scientific (Mengamati, Mengomunikasikan, Menanya, Menalar, dan Mengumpulkan Informasi)
Model : Cooperative Learning (discovery based learning)
Metode : Penugasan, Tanya jawab, dan ceramah


F. Sumber dan Media
1. Buku siswa.
2. Pensil/pensil warna/krayon/spidol.
3. Buku Guru / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.





G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Pendahuluan 1. Mengajak siswa berdoa menurut agama keyakinan masing – masing (untuk mengawali kegiatan pembelajaran)
2. Melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa
3. Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu tentang Kegemaranku.
4. Menanyakan jenis olahraga yang digemari oleh siswa
10’
Inti 1. Siswa mengamati gambar yang ada pada buku siswa. (mengamati)
2. Siswa menyebutkan nama-nama olahraga. (mengkomunikasikan)
3. Siswa bertanya jawab berkaitan dengan gambar yang diamatinya. (menanya)
4. Beri kesempatan kepada siswa untuk saling mengajukan pertanyaan dan menjawab. (mengolah informasi)
5. Contoh pertanyaan yang mungkin:
• Olahraga apa yang kamu lihat pada gambar?
• Apa yang kamu ketahui tentang olahraga tersebut?
• Berapa banyak anak yang bermain bulutangkis pada gambar?
• Berapa banyak anak yang bermain sepak bola pada gambar?
• Berapa jumlah anak seluruhnya pada gambar?
• Olahraga mana yang merupakan olahraga tim?
• Sikap apa yang harus dilakukan dalam melakukan olahraga tim?
• Olahraga apa yang paling kamu sukai?
• Olahraga apa yang baru kamu ketahui?
6. Siswa membaca nyaring nama-nama cabang olahraga dengan bimbingan guru. (mengkomunikasikan)
7. Siswa menyusun huruf menjadi nama-nama cabang olahraga yang dipelajari. (mengolah informasi)
8. Siswa berlatih menulis dengan cara menebalkan. (mengolah informasi)
9. Untuk mengonfirmasi pengetahuan siswa, siswa menyebutkan kembali nama-nama cabang olahraga yang sudah diketahui dan baru diketahui. (mengolah informasi)
10. Setelah menyebutkan nama-nama cabang olahraga, siswa bertanya jawab tentang cabang-cabang olahraga dan alat-alat olahraga yang mereka ketahui dengan arahan guru. ((mengolah informasi)
11. Siswa mengamati contoh pertanyaan yang diajukan guru sebagai berikut:
• Jika kamu ingin bermain sepak bola, alat apa yang kamu butuhkan? (mengamati)
12. Siswa melakukan kegiatan tanya jawab secara bergantian berdasarkan contoh pertanyaan guru yang divariasikan atau dengan bahasa mereka sendiri.
• jika kamu ingin bermain bulutangkis, alat apa yang kamu butuhkan?
• jika kamu ingin bermain kasti, alat apa yang kamu butuhkan?
• dan seterusnya. (mengkomunikasikan)
13. Siswa menyebutkan kembali alat-alat yang dipergunakan untuk berolahraga. (mengkomunikasikan)
14. Siswa berlatih mengenal alat olahraga dengan memasangkan gambar alat-alat olahraga yang saling berhubungan dengan menarik garis. Misalnya, gambar bola dengan gambar lapangan bola dan gambar pelampung dengan kolam renang. (mengolah informasi)
15. Kemudian, siswa memilih pasangan gambar yang paling disukai untuk dijadikan tema dalam menggambar. ( menalar)
16. Siswa menggambar dan mewarnai sesuai tema yang dipilih. (mengolah informasi)
17. Siswa menuliskan tema yang dipilihnya di sudut kiri gambar. ( megolah informasi) 150’
Penutup 1. Bersama – sama siswa membuat kesimpulan rangkuman hasil belajar selama sehari (komunikasi)
2. Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi)
3. Melakukan penilaian
4. Mengajak siswa – siswa berdoa menurut keyakinan masing – masing untuk mengakhiri pembelajaran. 15’

H. Penilaian
1. Penilaian Sikap



2. Penilaian Pengetahuan
- Tes tertulis (lembar kerja di buku siswa)

3. Penilaian Keterampilan
Rubrik: Kegiatan Menggambar dan Mewarnai


Situbondo, 2 September 2014
Mahasiswa / Praktikan




WINDA NOVELASARI
NPM. 201110182

Mengetahui,

Guru Pamong Dosen Pembimbing





Dra.RINDANG SARI VIDYA PRATIWI, M.Pd
NIY. 045992012 NIS.360 010 173
Kepala Sekolah





HADI SUKOMULYONO, S.Pd
NIP. 196990917 199308 1 001

0 komentar:

Perbandingan Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara

0 komentar
A. Pendidikan Multikultural di Indonesia

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena: 1. Letak geografis indonesia 2. Perkawinan campur 3. Iklim

Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikulural normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.

Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.

Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

1. Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.

1. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.


B. Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat

Pendidikan multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik teoritis maupun praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang pertama kali dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan multikultural lebih pada supremasi kulit putih di AS dan diskriminasi yang dialami kulit hitam (Murrell P., 1999). Pendidikan multikultural berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.

Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Banks, 2004: 4), yaitu:
1. Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan;
2. Pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu kelompok yang lain;
3. Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama. Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi sebagai warga negara as. Kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, ras, dan budaya;
4. Pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia

Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.

Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.


C. Pendidikan Multikultural di Australia

Australia tidak dapat menahan masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat menutup ekonominya bagi bangsa-bangsa Asia dan Pasifik, karena imigran dari kedua benua itu masuk dengan jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya, Australia mengubah kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural policy. Dampak dari perubahan kebijakan itu membuat orang Aborigin meningkatkan kepercayaan dirinya.

Aborigin, penduduk asli Australia berasal dari benua Asia. Menyusul imigran dari Eropa yang sebagian merupakan orang hukuman dibawa oleh kapten Arthur Philip. Pada mulanya imigran pertama yang memasuki Australia berasal dari para narapidana serta pembangkang politik Irlandia, kemudian berdatangan orang Jerman yang terusir dari negerinya karena masalah agama. Menyusul orang India dan Cina sebagai pekerja kasar. Ketika diketemukan emas di New South Wales dan Victoria mulai berdatangan para pekerja dari berbagai bangsa.

Paham multikulturalisme di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik, terutama Partai Buruh. Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran bersifat pasif. Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang ada. Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa Inggris bagi anak imigran diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga tahun 1970-an kurikulum masih terpusat hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan kebutuhan multietnis Australia. Kedua, dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi diAustralia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: “ Di dalam masyarakat multi budaya, masing-masing orang memiliki hak atas integritas budaya; memiliki citra diri yang positif (a positif self image), dan untuk pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan. Masing-masing orang tidak hanya harus menyatakan perasaan yang positif terhadap warisan budayanya sendiri tetapi juga harus mengalami seperti perasaan terhadap warisan budaya orang lain.” Tujuan Pendidikan Multikultural adalah :
1. Pengertian dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa Eropa.
2. Menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk membangun Australia.
3. Pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
4. Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antaretnis.
5. Memperluas kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang mempunyai identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam masyarakat multi budaya Australia.

Program Pendidikan Multikultural antara lain berbentuk bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, pendidikan “community language” yaitu bahasa yang digunakan di dalam suatu masyarakat tertentu. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993). Yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa Asia dan kebudayaannya. Bahkan informasi terakhir pelajaran Bahasa Indonesia sudah dimasukkan di dalam kurikulum sekolah dasar.

Dewasa ini hampir semua sekolah di Australia telah melaksanakan Pendidikan Multikultural. Pendidikan Multikultural Australia mempunyai wajah yang spesifik. Kebijakan imigrasi dan masalah etnis dipecahkan secara konsensus dari seluruh masyarakat. Ada pakar yang berpendapat bahwa Australia merupakan masyarakat yang polietnik bukan multi kultur dalam arti Australia lebi bercorak Anglo Saxon yang menerima kebhinekaan selama tidak mengganggu atau mengubah gaya hidup masyarakat Anglo Saxon tersebut.


D. Pendidikan Multikultural di Inggris

Pendidikan Multikultural di Inggris terkait dengan perkembangan revolusi industri pada tahun 1650-an. Pada awalnya Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur dan baru sesudah PD II menjadi multikultur ketika kedatangan tenaga kerja untuk pembangunan dari kepulauan Karibia dan India. Meskipun oleh pemerintah Inggris telah berusaha memperbaiki taraf kehidupan kelompok kulit berwarna ini, ternyata di dalam masyarakat terlihat adanya pembedaan-pembedaan di dalam perumahan, tenaga kerja, dan pendidikan.

Gerakan wanita bermula di akhir tahun 1700-an dan awal yahun 1800-an. Perubahan seperti revolusi Amerika dan Prancis mendorong gagasan mengenai ”kesamaan” dan ”kebebasan”. Sekalipun demikian kaum wanita tidak diizinkan untuk memberikan suara, dan sebagian besar mempunyai akses terbatas pada pendidikan.

Pada tahun 1792, seorang penulis Inggris bernama Mary Wollstonecraft menerbitkan A Vindication of the Rights of Woman, mengemukakan keyakinannya dalam persamaan hak untuk pria dan wanita. Ide ini mendapat dukungan kuat selama tahun 1800-an, dan banyak wanita yang mulai melakukan kampanye menuntut reformasi.

Pendidikan Multikultural berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan manusia. Hal ini tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif di Universitas Birmingham yang melahirkan studi budaya (cultural studies) pada tahun 1964 yang mengetengahkan pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh (Labor party). Pendidikan Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal (orang putih) bersama dengan kelompok kulit berwarna.. Hal ini diperkuat oleh politik imigrasi melalui undang-undang Commonwealth Immigrant Act tahun 1962 yang mengubah status kelompok kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap).

Pada tahun 1968 didirikan Select Community on Race Relations and Immigration (SCRRI) yang bertugas meninjau kebijakan imigrasi. Kesempatan ini digunakan oleh kaum imigran terutama dari Hindia Barat dan Asia untuk mengetengahkan permasalahannya. Pada tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi terhadap pendidikan kolompok imigran:
1. Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua
2. Penggantian istilah imigran dengan masyarakat multirasial (multiracal society)
3. Menuntut pendidikan yang lebih baik
4. Meminta untuk memenuhi tuntutan National Union of Teachers (NUT) akan adanya pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat multi rasial.
5. Merumuskan bahwa pengertian seperti integrasi, asimilasi, pluralisme dapat digunakan untuk menggambarkan hal yang sama. (Tilaar, 2004).

Pada tahun 1981 terjadi perubahan yang signifikan dengan terbitnya British Nationality Act yang menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya terlihat di bidang pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat seperti jaringan televise BBC.

Pada tahun 1988 diundangkan Education Reform Act (ERA) yang mengandung dua arti, yaitu paham neoliberalisme yang percaya pada kekuatan pasar, dan neokonservatisme yang memberi kekuatan besar pada kontrol pusat. Paham neoliberalisme memberi kekuasaan yang lebih besar pada masing-masing sekolah untuk mengurus dirinya sendiri demikian juga kepada pemerintah lokal. Pandangan neokonservatisme mempertahankan kurikulum yang terpusat dan mempertahankan pendidikan agama yang bersifat Kristiani. Namun pelaksanaan kebijakan ini memungkinkan terjadinya diskriminasi. Penyerahan pendidikan pada kekuatan pasar berarti memperkecil kesempatan bagi kelompok kulit berwarna untuk mendapat pendidikan yang layak. Kelompok kulit berwarna tidak kompetitif dengan budaya dominan yang menguasai sumber pendidikan. Demikian juga dalam penulisan sejarah Inggris raya yang kurang menguntungkan kelompok minoritas.


E. Pendidikan Multikultural di Kanada

Di Kanada ada konsep dan kebijakan multikultural yang harus memajukan bangsa dengan membandingkannya dengan negara lain. Negara ini berusaha keras untuk tidak terlalu menggantungkan ekonominya pada AS dan mencoba mempersatukan multikulturalnya demi kemajuan bangsa.

Pendidikan Multikultural di Kanada berbeda dengan negara tetangganya AS karena perbedaan sejarah dan komposisi penduduknya. Etnis terbesar dari Perancis dan Inggris selanjutnya dari etnis lain seperti Jerman, Cina, Italia, penduduk asli Indian, Asia Selatan, Ukraina serta etnis lain.

Sejarah pertumbuhan penduduk Kanda dapat diidentifikasi atas empat kelompok :
1. Etnis asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden sebagai pemburu dan petani.
2. Abad 16 sampai 1760 masuk etnis Perancis sebagai penjajah dan pedagang karena perdagangan bulu binatang. Percampuran etnis Perancis dengan penduduk asli Indian melahirkan penduduk Metis.
3. Kedatangan Inggris setelah Treaty of Paris (1763) yang ditambah etnis Perancis yang terlibat Perang Kemerdekaan Amerika 1776..
4. Imigran dari Eropa (terutama Belanda, Ukraina dan Jerman) dan Asia (Jepang, India, Cina) dilatar belakangi kebutuhan pekerja di propinsi tengah dan barat.

Sesudah PD II terjadi banjir imigran dari Italia, Jerman, Belanda dan Polandia. Pada tahun 1960-an terjadi perkembangan ekonomi Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik untuk memenuhi kebutuhan metropolitan. Toronto menjadi pusat konsentrasi imigran asing.

Berbeda dengan AS yang menerapkan politik asimilasi, Pemerintah Liberal Kanada menerapkan politik multi kulturalisme (1971) yang memberlakukan status yang sama untuk bahasa Perancis dan Inggris sebagai bahasa resmi.

Pada tahun 1972 didirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi social, dan hubungan positif antarras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act (1988) yang isinya antara lain :
1. Alokasi dana untuk memajukan hubungan harmonis antarras
2. Memperluas saling pengertian kebudayaan yang berbeda
3. Memelihara budaya dan bahasa asli
4. Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
5. Pengembangan kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.

Kanada merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan multikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalam program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotipe dan prasangka antaretnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleh Ontario Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah. Diberikan penataran guru untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dari prasangka, terutama kelompok kulit berwarna (black population). Di propinsi Manitoba, Alberta, Saskacthewan diijinkan memberikan bahasa di luar bahasa Inggris dan Perancis sampai 50 % dari jumlah jam di sekolah. Kebijakan ini diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran Ukraina dan Jerman.

Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah.

Secara terinci Magsino (1985) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural:
1. Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.
2. Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat.
3. Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini Pendidikan Multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.
4. Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.
5. Pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.
6. Pendidikan Multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan yang lain. (Tilaar, 2004).

Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis. Pendidikan Multikultural di Kanada tergantung di mana pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya.

0 komentar:

ARTIKEL TENTANG MORAL, AKHLAK DAN ETIKA

0 komentar
ARTIKEL TENTANG MORAL, AKHLAK DAN ETIKA

Dalam pandangan islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.
Pada saat ini, kehidupan semakin sulit di mana kebutuhan semakin kompleks namun sarana pemenuhan kenutuhan terbatas. Ada sebagian orang yang belum dapat memenuhi kebutuhanya, sehingga menyebabkan beberapa dari mereka menghalalkan segala cara untuk bisa memenuhi kebutuhanya. Terutama pada saat ini banyak orang beranggapan bahwa harta adalah prioritas utama
Akhlak tercela tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja namun juga terjadi pada sebagian besar para remaja. Remaja sering dikaitkan dengan masalah. Banyak pengaruh serta tekanan dari luar yang kebanyakan menjerumuskan kepada hal-hal yang negatif. Apabila sudah terpedaya pada hal-hal yang negatif, akhlak remaja mudah rusak sehingga menimbulkan berbagai masalah. Padahal pemuda adalah generasi penerus bangsa, namun pada kenyatanya sebagian besar remaja pada saat ini sudah terjerumus dalam hal negatif, seperti seks bebas, narkoba, dan lain-lain.

Pengertian Etika, Moral,dan Akhluk
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau khusus dan etika bersifat umum.
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.
Akhlak berasal dari kata “khuluq” yang artinya perang atau tabiat. Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak di artikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dapat di definisikan bahwa akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah, spontan tanpa di pikirkan dan di renungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah hati, pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul

Perbedaan antara akhlak, moral dan etika
Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).
Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.

ARTIKEL TENTANG PENELITIAN PROFESI

Antara Fasilitator, Guru dan Sertifikasi Profesi
Ada beberapa peristiwa penting yang mewarnai bulan Mei dalam sejarah dunia maupun bangsa yang besar ini, seperti:
a. Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia.
b. Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
c. Tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
d. Pun "Tragedi Berdarah Mei 1998" yang meruntuhkan rezim Orde Baru dan melahirkan orde reformasi hingga kini, terjadi di bulan Mei.
Agar tidak melebar, berdasarkan judul tulisan saya di atas, maka yang akan coba saya bahas kali ini adalah mengenai dunia pendidikan, khususnya nasib para pelaku-pelakunya, yang meliputi profesi Fasilitator dan profesi guru, dikaitkan dengan sertifikasi profesi bagi keduanya.
Kenapa?
Karena, katanya, merekalah yang menjadi ujung tombak di lapangan dalam mengawal pendidikan formal maupun informal yang ada di masyarakat kita—walaupun dengan berbagai sebutan yang berbeda dan sesuai. Di tingkat formal, mulai SD, SMP sampai SMA, mereka dipanggil "Guru". Di tingkat mahasiswa, mereka dipanggil "Dosen". Di tingkat non formal, dalam model Pendidikan Orang Dewasa (POD), biasa dipanggil "Fasilitator"—kadang pula disebut sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM), kadang pula instruktur/pelatih, hingga aktivis “L.S-Eng”.
Nah, cuman sedihnya, sejak zaman "Oemar Bakri" hingga kini profesi guru kadang masih dipandang sebelah mata. Masih menjadi pilihan terakhir bagi cita-cita anak-anak kita setelah dokter, tukang insinyur, presiden, pramugara ataupun pramugari Sukhoi maupun dosen. Padahal dosen kan guru juga?
Kalau Fasilitator atau TPM malah lebih sedih lagi. Di tingkatan konsultan malah dianggap profesi paling rendahan, sering dijadikan “kambing hitam” oleh orang-orang yang ada di atas. Jika target project atau program tidak tercapai, di tingkat masyarakat, Faskel malah sering diancam, diintimidasi, dan diusir karena tidak mau diajak sepakat dengan "kepentingan" para pemangku kebijakan di lapangan.
Terus, bagaimana dengan kesejahteraan mereka?
Ya. Kita akan tertawa sekaligus menangis melihat keberadaan mereka. Di satu sisi mereka—para "Guru"—disebut sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Diagung-agungkan dalam nyanyian anak2 sekolahan, dijadikan puisi, dihujani kata-kata yang indah dalam acara-acara perpisahan maupun selamatan anak-anak sekolah yang berhasil lulus. Begitupun para "Fasilitator". Ketika masyarakat berhasil melaksanakan pembangunan, ucapan terima kasih pun bertubi-tubi kepada mereka.
Tetapi, di sisi lainnya, ironis, di mana-mana kita lihat, guru-guru masih jualan, bekerja serabutan di sela kesibukan mereka mengajar. Ada pula yang menjadi tukang ojek saat pulang sekolah, atau memberikan les tambahan sore dan malam agar ada tambahan penghasilan bulanan. Hingga profesi buruh lainnnya pun dilakoni.
Fasilitator juga, kurang lebih demikian; menjalani "profesi ganda” atau double job terpaksa dilakoni agar teuteup bisa bertahan hidup, menghidupi keluarganya, karena gaji pas-pasan. Di sisi lain, mereka mencoba menjaga integritas, (utamanya) ketika mengawal uang miliaran rupiah buat masyarakat. Agar tak bisa “dibeli” dengan iming-iming fee dari pihak-pihak/oknum-oknum yang menjual kemiskinan atas nama masyarakat. Pun, jika program tersendat atau macet, maka hujatan, cacian dan makian harus siap disematkan bagi mereka.
Sudah begitu, waktu kerja tidak menentu, karena mengikuti waktu luang masyarakat. Sementara itu, masyarakat mana pusing kalau persoalan administrasi harus mengikuti tahun anggaran, hingga terkadang keluar pagi pulangnya malam, tapi teuteup dianggap "tidak kerja", karena tidak kelihatan tetangga waktu pergi dan pulangnya.
Alhamdulillah, ketika adanya sertifikasi profesi bagi guru oleh pemerintah; begitu pula bagi Fasilitator, yang sementara ini tengah digodok di tingkat pusat, lahir harapan besar bagi perbaikan kesejahteraan mereka.
Sekarang, profesi "Guru" mulai kembali menjadi idola saat ini, karena iming-iming tunjangan sertifikasi yang diterima sebesar gaji mereka, yang akan dirapel setiap tiga bulanan. Walau proses sertifikasi belum semulus harapan berbagai pihak, bahkan masih ada protes atas siapa-siapa yang berhak mengikutinya dan keterbatasan anggaran pemerintah, sejauh ini titik terang kebangkitan kesejahteraan para guru mulai terlihat.
Contohnya, kini banyak guru yang mampu membeli mobil baru, rumah baru, insya Allah, perbaikan kesejahteraan sebanding dengan perbaikan mutu pendidikan bangsa ini. Amiiin
Lalu, bagaimana dengan fasilitator?
Walaupun sudah ada badan sertifikasi yang didirikan di Pusat dan oleh PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat internal mereka, berdasarkan banyaknya pelatihan-pelatihan yang diikuti, sampai saat ini belum dirasakan geliatnya, bagaimana penerapannya di tingkat bawah. Selain minimnya informasi dari pihak-pihak di atas hingga menimbulkan ketakutan prosesnya nanti tidak transparan, banyak pula Fasilitator bingung: yang mana yang bisa disebut Fasilitator sebenarnya?
Apakah Fasilitator yang memiliki kontrak kerja sebagai Fasilitator, ataukah semua pekerja konsultan di proyek, ataupun program-program pemberdayaan yang ada mulai dari tingkat lapangan hingga team leader bisa disebut Fasilitator pula? Karena terkadang, ketika bertugas mengawal masyarakat, para pelaku di tingkat atas mengatakan, kerjakan tugas kalian sesuai tupoksi sebagai Fasilitator Teknik, Sosial dan Ekonomi di lapangan, seperti tertera di kontrak kerja yang kalian tandatangani!
Terus, kalau berdsar dari penafsiran kontrak kerja saja, kadang mereka tidak mengganggap sebagai Fasilitator, eeeh ketika muncul penilaian sertifikasi profesi tiba-tiba mereka mengaku-ngaku sebagai Fasilitator pula! Bah, kalau hanya melihat atas banyaknya pelatihan-pelatihan yang diikuti, otomatis orang-orang lama yang sudah menjabat di atas langsung lulus serifikasi dong? Sementara kita, yang di bawah, yang berdarah-darah, berkeringat dan bermandi air mata bercampur debu jalanan, akan terus dapat bagian yang paling sedikit pula jika sertifikasi diintegrasikan pada besarnya tunjangan maupun gaji yang ada. Nah lho?
Wooiiii, Tuan-tuan, gaji Anda sudah paling besaaar di atas sana! Sementara menginjak tanah berdebu saja kalian jarang. Eeeh.. kok pengen gajinya ditambah lagi oleh proses serifikasi?
Kalau mau "fair", mari turun ke lapangan.
Beri masyarakat "ruang" untuk memberikan penilaian atas nama kinerja dan profesionalisme yang kalian dengung-dengungkan dan doktrinkan kepada kami! Jangan selalu main belakang dengan alasan "sistemik". Laaaah, kaannn? (Prikitiuuwww...hihihi...)
By the way, anyway, busway.. Maaf, tulisan ini bukan untuk berburuk sangka ataupun mencari pembenaran liar. Mohon maaf jika "ada" yang tak berkenan, ya. Tapi, semoga dijadikan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di atas, agar saat memutuskan sebuah sistem yang menyangkut hak orang banyak bisa komprehensif melakukan uji kompetensinya, agar kesejahteraan bukan milik sebagian orang-orang dekat saja, dan keadilan atas nama "kerja sama dan bukan sama-sama kerja" bisa diwujudkan dalam bingkai "Profesionalisme Profesi".

ARTIKEL TENTANG PRODUKTIVITAS

Mengangkat Produktivitas Fasilitator
Ketika menjadi seorang fasilitator, saya cukup berbangga, karena saat itu saya memiliki empat orang teman fasilitator, yang secara waktu memiliki loyalitas dan komitmen yang teruji. Loyalitas dan komitmen adalah nilai plus. Namun itu bukan hal yang utama. Ada hal yang lebih penting daripada sekedar loyalitas dan komitmen. Apakah itu Produktivitas?
Tanpa produktivitas, loyalitas dan komitmen jadi tidak ada artinya. Jika seorang fasilitator sangat produktif dan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi suksesnya program PNPM Mandiri Perkotaan, terlebih untuk masyarakat dampingan kita, kepuasan dalam bekerja akan menjadi miliknya, bahkan dinikmati banyak orang.
Bagaimana caranya agar seorang fasilitator bisa produktif dalam pekerjaan pendampingannya? Di sini saya tidak bermaksud untuk menggurui Anda, tetapi hanya suatu upaya berbagi pendapat, yang boleh-boleh saja tidak diterima kalau memang tidak sesuai dengan model dan/atau mungkin berbeda dengan cara yang Anda terapkan. Sekali lagi ini, hanyalah sedikit berbagi, dan mungkin bisa dipertimbangkan. Kita mulai secara berurutan:
1. Tetapkan Tolok Ukur (Standar Produktivitas)
Tanpa tolok ukur atau target, jelas kita tidak tahu apakah fasilitator produktif atau tidak. Setelah tahu standar produktivitasnya, seorang fasilitator harus berupaya untuk melakukan lebih dari yang diminta (lampaui target)
2. Fokus Dalam Bekerja
Jika fasilitator tidak fokus dalam bekerja, tidak mungkin produktif. Coba perhatikan hal-hal apa saja yang membuat fasilitator tidak fokus. Misalnya tidak serius, tidak mencintai pekerjaan dan kurang memiliki inisiatif. Itu mungkin hanya sebuah contoh sederhana.


3. Jangan Terlalu Perfeksionis
Kesempurnaan sebuah hasil adalah bagus, tapi menjadi masalah jika itu membuat kinerja fasilitator tidak produktif. Kualitas memang harus, tapi kuantitas (produktivitas) juga harus diperhitungkan.
4. Jangan Menunda
Dengan kita menunda sebuah pekerjaan, sebenarnya waktu penyelesaian pekerjaan itu sendiri akan membengkak lebih lama. Tentu saja hal ini akan berimbas pada minimnya produktivitas.
5. Lebih Smart Dalam Bekerja
Ada banyak fasilitator yang rajin saat bekerja, meski demikian hasilnya tidak maksimal juga. Biasanya hal ini dikarenakan fasilitator tersebut tidak menemukan cara yang efektif untuk meningkatkan produktivitasnya, atau mungkin juga ia membuat pekerjaannya jadi lebih sulit dari yang seharusnya.
Jangan Malas
Agar menjadi fasilitator yang produktif, tentu kita harus mengubah sikap dan kebiasaan buruk itu. Perangi kemalasan dan jadilah fasilitator yang bekerja dengan lebih rajin. Terlebih dalam menghadapi perang dengan kemiskinan.
Semoga kita semua benar-benar menjadi fasilitator pendamping masyarakat yang produktif dan memiliki arti buat masyarakat, bukan hanya sebagai kewajiban memenuhi tuntutan manajemen

0 komentar: