Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

0 komentar


1. Pengertian Pendidikan Multikultural


Sebagai sebuah matakuliah baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Namun demikian, bukan berarti bahwa definisi pendidikan multikultural tidak ada atau tidak jelas. Sebetulnya, sama dengan definisi pendidikan yang penuh penafsiran antara satu pakar dengan fakar lainnya di dalam menguraikan makna pendidikan itu sendiri. Hal ini juga terjadi pada penafsiran tentang arti pendidikan multikultural.
Merujuk pendapat Andersen dan Cusher ( 1994:320 ), bahwa pendidikan multikutural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks ( 1993:3 ) mendefinisikan pendidikan multikutural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multicultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan ( anugerah Tuhan). Kemudian, bagaimana kita mampu mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Muhaemin el Ma’hady berpendapat, bahwa secara sederhana pendidikan multicultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan cultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan ( global ).
Dalam bukunya Multicultural Education: A Teacher Guide to Lingking Context, Process, and Content, Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multicultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, social, dan ekomomi yang dialami oleh maing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragan secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status social, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan. Atau, dengan lain kata, bahwa ruang pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan ( transfer of knowledge ) hendaknya mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan menghormati atas realitas yang beragam ( plural ), baik latar belakang maupun basis sosio budaya yang melingkupinya.
Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Paulo Freire ( pakar pendidikan pembebasan ), bahwa pendidikan bukan merupakan “menara ganding” yang berusaha menjauhi realitas social dan budaya. Pendidikan, menurutnya harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise social sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Pendidikan multicultural ( Multicultural Education ) merupakan respons terhadap perkembangan keragaman hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multicultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa ( Hilliard, 1991-1992 ). Sedangkan secara luas, pendidikan multicultural itu menckup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnic, ras, budaya, strata social dan agama.
James Banks ( 1994 ) menjelaskan, bahwa pendidikan multicultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu: Pertama, Content Integration, yaitu mengintegrasikan konsep mendasar, genegration. Yaitu mengintegrasikan konsep mendasar, genralisasi dan teori dalam mata pelajaran/ disiplin ilmu. Kedua, theknowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran ( disiplin ). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ( culture ) ataupun social ( social ). Keempat, prejudice reducation, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif. Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran ( objek ) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang cirri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima cirri yaitu:

Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya.
Mempunyai keinginan untuk berkembang kea rah dewasa.
Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual.

Menurut Prof. HAR Tilaar, pendidikan multikutural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang “interkulturalisme” sesuai Perang Dunia ( PD ) kedua. Kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini, selain terkait dengan perkembangan politik internasional diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas ( keberagaman ) di Negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari Negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa.
Mengenai focus pendidika multicultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multicultural, focus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan cultural domain atau mainstream. Focus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan intercultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individual-individual yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominant, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multicultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti ( difference ), atau politics of recognition ( politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas ).
Dalam konteks itu, pendidikan multicultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap “indifference” dan “non-recognition” tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multicultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: social, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhanya kajian-kajian tentang “ethnic studies” untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subjek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan ( empowerment ) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadvantaged.
Istilah “pendidikan multicultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normative, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multicultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multicultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM; demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam konteks teoretis, belajar dari model-model pendidikan multicultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh Negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu: pertama, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme; kedua, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan; ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan; keempat, pendidikan dwi-budaya; kelima, pendidikan multicultural sebagai pengalaman moral manusia.
Sebetulnya, konsep pendidikan multicultural, utamanya di Negara-negara yang menganut konsep demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal yang baru lagi. Mereka telah melaksanakannya khususnya dalam upaya melenyapkan diskriminasi rasial antara orang kulit putih dan kulit hitam, yang bertujuan memajukan dan memelihara integritas nasional.
Pendidikan multicultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa, sebagaimana dikatakan R. Stavenhagen: Religious, linguistic, and national minoritas, as well as indigenous and tribal peoples were often subordinated, sometime forcefully and against their will, to the interest of the state and the dominant society. While many people… had to discard their own cultures, languages, religions and traditions, and adapt to the alien norms and customs that were consolidated and reproduced through national institutions, including the educational and legal system”.
Di Amerika, misalnya, muncul serangkaian konsep tentang pluralitas yang berbeda-beda, mulai dari melting pot sampai multikultiralisme. Sejak Columbus menemukan benua Amerika, berbagai macam bangsa telah menempati benua itu. Penduduk yang sudah berada di sana sebelum bangsa-bangsa Eropa membentuk koloni-koloni mereka di Amerika Utara, terdidi dari berbagai macam suku yang berbeda-beda bahasa dan budayanya. Tetapi, di mata bangsa Anglo Saxon yang menyebabkan koloni di abad ke-17, tanah di Negara baru itu adalah kawasan tak bertuan, dan bangsa-bangsa yang ditemui di benua baru itu tak lebih dari makhluk primitif yang merupakan bagian dari alam yang mesti ditaklukkan.
Dari perespektif kaum Puritan yang menjadi acuan utama sebagian besar pendatang dari Inggris tersebut, berbagai suku bangsa yang dilabeli secara generic dengan nama “Indian” adalah bangsa kafir pemuja dewa yang membahayakan kehidupan komunitas berbasis agama tersebut. Di sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif tunggal sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif tunggal yang datang dari budaya tertentu membutakan mata terhadap kenyataan keragaman yang ada.
Amerika Serikat ketika ingin membentuk masyarakat baru pasca kemerdekaannya pada 4 Juli 1776 baru disadari bahwa, masyarakatnya terdiri dari berbagai ras dan asal Negara yang berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini Amerika mencoba mencari terobosan baru, yaitu dengan menempuh strategi menjadikan sekolah sebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai baru yang dicita-citakan. Atau dalam bahasa lain, sekolah lain, sekolah sebagai medium transformasi budaya.
Melalui pendekatan inilah, dari SD sampai Perguruan Tinggi, Amerika Serikat berhasil membentuk bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui masyarakat induknya yaitu Eropa. Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui system pendidikan pasa suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai system demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya, toleransi tidak hanya diperuntukkan bagi kepentingan bersama, tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.
Sehubungan dengan hal di atas, akhir-akhir ini di Indonesia sedang mencuat wacana baru dalam khazanah pemikiran pendidikan, yakni pendidikan multicultural. Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media nasional di tanah air, bahwa saat ini perlu dibangun konsep pendidikan multicultural ( Kompas, 02/ 09/ 2004 ). Tentu, hal tersebut patut diapresiasi secara positif oleh semua kalangan yang peduli terhadap “nasib” pendidikan di negeri ini. Gagasan tersebut muncul dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, salah satu di antaranya adalah globalisasi. Globalisasi melahirkan peluang, ancaman, dan tantangan bagi kehiduapan manusia di berbagai belahan bumi, termasuk imbasnya adalah kebudayaan bangsa ( culture and tradition ).
Menurut HAR Tilaar, bangsa yang tidak punya strategi untuk mengelola kebudayaan yang mendapat tantangan yang demikian dahsyatnya, dikhawatirkan akan mudah terbawa arus hingga akhirnya kehilangan jati diri local dan nasionalnya. Pendidikan multicultural hendaknya dijadikan strategi dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan strategi transformasi budaya yang ampuh yakni melalui mekanisme pendidikan yang menghargai perbedaan budaya ( different of culture ).
Hal senada juga dikatakan Rektor UNJ, Prof. Dr. Sutjipto, dan Dr. Cut Kamaril Wardani. Ia berpendapat, bahwa globalisasi sebagai tantangan global perlu diimbangi dengan penguatan budaya local ( local culture ). Namun demikian, fanatisme berlebihan pada budaya local berisiko menimbulkan disintegrasi bangsa. Maka, fanatisme dan primordialisme selayaknya dikikis habis. Di sinilah urgensi pendidikan multicultural untuk dihindarkan dalam dunia pendidikan kita saat ini sebab, pendidikan merupakan instrument paling ampuh untuk memberikan penyadaran ( conscious ) kepada masyarakat, supaya tidak timbul konflik etnis, budaya dan agama.

Paradigma Pendidikan Multikultural

Dalam buku Paradigma Pendidikan Universal ( Yogyakarta: IRCiSoD, 2004 ), Ali Maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: horizontal dan vertical. Dalam perspektif horizontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan, dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertiakal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat social budaya.
Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu, maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Dan perlu disadari bahwa perbedaan tersebut merupakan karunia dan anugerah Tuhan. Karena itulah, Usman Pelly ( 1988 ) menyatakan bahwa, meskipun setiap Warga Negara Indonesia ( WNI ) berbicara dalam satu bahasa nasional, namun kenyataannya terdapat 350 kelompok etnis, adat-istiadat, dan cara-cara sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu.
Pada satu sisi, kemjemukan masyarakat memberikan side effect ( dampak ) secara positif. Namun, pada sisi yang lain, ia juga menimbulkan dampak negative, karena factor kemajemukan itulah justru terkadang sering menimbulkan kanflik antarkelompok masyarakat. Pada akhirnya, kenflik-konflik antarkelompok masyarakat tersebut akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan keridakharmonisan social ( social disharmony ). Pakar pendidikan, Syafri Sairin ( 1992 ), memetakan akar-akar konflik dalam masyarakat majemuk, yakni : ( 1 ) perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi ( acces to economic resources and to means of production ); ( 2 ) perluasan batas-batas social budaya ( social and cultural borderline expansion ); dan ( 3 ) benturan kepentingan politik, ideology, dan agama ( conflict of political, ideology and religious Interest ).
Menurut pandangan penulis, dalam menghadapi pluralisme budaya tersebut, diperlukan paradigma baru yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multicultural. Pendidikan berparadigma multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragama, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama. Paradigma ini dimaksudkan bahwa, kita hendaknya apresiatif terhadap budaya orang lain, perbedaan dan keberagaman merupakan kekayaan dan khazanah bangsa kita. Dengan pandangan tersebut, diharapkan sikap eksklusif yang selama ini bersemayam dalam otak kita dan sikap membenarkan pandangan sendiri ( truth claim ) dengan menyalahkan pandangan dan pilihan orang lain dapat dihilangkan atau diminimalisir.
Banyak bukti di negeri kita ini, tentang kerusuhan dan konflik yang berlatarbelakang SARA ( suku, adat, ras dan agama ). Fakta tersebut sebetulnya menunjukkan kegagalan pendidikan dalam menciptakan kesadaran pluralisme dan multikulturalisme. Symbol budaya, agama, ideology, bendera, baju dan sebagainya, itu sebenarnya boleh berbeda. Tetapi, pada hakikatnya kita satu, yaitu satu bangsa. Kita setuju dalam perbedaan ( agree in disagreement ). Pada dasarnya, manusia diciptakan Tuhan dengan berbeda jenis kelamin, bangsa, suku, warna kulit, budaya dan sebagainya, dan agar diketahui bahwa orang yang paling mulia di sisi Tuhan adalah yang paling baik amal perbuatannya ( bertaqwa ). Hal ini sejalan dengan ajaran Islam, sebagaimana termaktub dalam Al-que’an Surat al Hujurat ayat 13: “ Hai manusia, sesungguhnya kami menjadikan kamu dari laki-laki dan perempuan ( Bapak dan Ibu ), dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa ( bermacam-macam umat ) dan bersuku-suku, supaya kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang yang termulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang lebih taqwa. Sungguh Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. ( Al Hujurat: 13 ).
Pendidikan multicultural di sini juga dimaksudkan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk macro dan sekaligus makhluk mikro yang tidak akan terlepas dari akar budaya bangsa dan kelompok etnisnya. Akar macro yang kuat akan menyebabkan manusia tidak pernah tercerabut dari akar kemanusiaannya. Sedangkan akar mikro yang kuat akan menyebabkan manusia mempunyai tempat berpijak yang kuat, dan dengan demikian tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan yang amat cepat, yang menandai kehidupan modern dan pergaulan dunia global.
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri:
I. Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya ( berperadaban )”.
II. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis ( cultural ).
III. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis ( multikulturalis ).
IV. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Menurut M. Khoirul Muqtafa ( 2004 ), paradigma multicultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur seperti di Indonesia tampaknya masih menjadi wacana belaka. Gagasan genuine ini belum mampu diejawantahkan, baik oleh masyarakat maupun pemerintahan, dalam tindakan praksis. Apa yang mengemuka sepanjang tahun 2003 lalu hingga sekarang merupakan indikasi nyata hal ikhwal di atas.
Sebagai tamsil adalah fenomena ( di )muncul(kan)nya UU “kontroversi” sisdiknas yang sengaja didesakkan “kelomok mayoritas”. Masih munculnya keinginan sekelompok orang supaya hukum-hukum yang bersumber dari agama yang diperluknya dilegalisasi masuk ke dalam KUHP tanpa proses objektifikasi ( Formalisasi Syariah ). Kasus RUU Kerukunan Beragama yang sangat kental dengan aroma intervensi Negara yang deterministic dalam kehidupan umat beragama juga menandai betapa lemahnya nalar multicultural dalam “nalar” bangsa ini.
Masalah ini sungguh memprihatinkan ketika kita menilik kembali latar sosiologis-antropologis bangsa ini. Indonesia adalah masyarakat majemuk, baik secara horizontal maupun vertical. Secara horizontal, berbagai kelompok masyrakat yang kini dikategorikan sebagai “Bangsa Indonesia” dapat dipilah-pilah ke dalam berbagai suku bangsa, kelompok penutur bahasa atau ke dalam golongan penganut ajaran agama yang berbeda satu dengan lainnya. Sedangkan secara vertical, berbagai kelompok masyarakat itu dapat dibeda-bedakan atas dasar meminjam istilah Karl Marx mode of production yang bermuara pada perbedaan kelas social dan budaya. Dalam realitas-empirik, kenyataan ini justru kerap di(ter)abaikan. Yang terjadi seringkali bukannya penghargaan dan pengakuan atas kehadiran yang lain, tetapi upaya untuk “mempersamakan” ( conformity ) atas nama persatuan dan kesatuan.
Sejumlah kebijakan politik yang sangat sentralistik pada masa Orde Baru yang memaksakan ideology “monokulturalisme” yang nyaris seragam, seperti, developmentalisme dan uniformitas, merupakan bukti nyata. Maka, tak aneh kalau kemudian monokulturalime ini memunculkan reaksi balik atau resistensi dari pihak lawan dan mengandung implikasi-implikasi negatif ( side effect ) bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multicultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan sejak 1999, terjadi peningkatan gejala “provinsialisme” yang hampir tumpang tidih dengan “etnisitas”. Politik identitas kelompok, seiring dengan menggejalanya komunalisme, makin menguat.
Konflik antarsuku maupun agama muncul bak cendawan di musim hujan. Kesatuan dan persatuan yang diidam-idamkan selama ini ternyata semubelaka. Yang mengemuka kemudian adalah kepentingan antarsuku, daerah, ras ataupun agama dengan mengenyampingkan realitas atau kepentingan yang lain. Bahkan, tak jarang suatu kelompok menghalalkan segala cara demi mewujudkan kepentingan ini. Ironis memang, perbedaan yang seharusnya tidak dijadikan alasan dan halangan untuk bersatu, namun justru dijadikan alasan untuk bermusuh-musuhan atas nama perbedaan.
Factor lain yang turut menyebabkan mandulnya pendidikan multicultural pada tingkat praksis bisa jadi disebabkan masih dominannya wacana “toleransi” dalam menyikapi realitas multicultural tersebut. Toleransi hanya mungkin terjadi apabila orang rela merelativisasi klaim-klaimnya sebagaimana diungkapkan oleh Richard Rorty, seorang filsuf neo-pragmatis. Penghargaan atas yang lain sebagaimana dibayangkan dalam “toleransi” memang dibutuhkan. Namun, toleransi seringkali terjepak pada ego-sentrisme. Ego-sentrisme di sini adalah sikap saya mentoleransi yang lain demi saya sendiri. Artinya, setiap perbedaan mengakui perbedaan lain demi menguatkan dan mengawetkan perbedaannya sendiri ( I am what I am not ). Yang terjadi kemudian adalah ko-eksistensi bukannya pro-eksistensi yang menuntut kreativitas dari tiap individu yang berbeda untuk merenda dan merajut tali-temali kebersamaan. Tak aneh kalau kemudian yang muncul bukannya situasi rukun tetapi situasi acuh tak acuh ( indifference ).
Sampai di sini, layak kita meneguhkan kembali paradigma multicultural tersebut. Peneguhan ini harus lebih ditekankan pada persoalan kompetensi kebudayaan sehingga tidak hanya berkutat pada aspek kognitif melainkan beranjak ke aspek psikomotorik dan efektif. Peneguhan ini dimaksudkan untuk mendedahkan kesadaran bahwa multikulturalisme, sebagaimana diungkap Goodenough ( 1976 ), adalah pengalaman normal manusia. Ia ada dan hadir dalam realitas empiric. Untuk itu, pengelolaan masyarakat multicultural Indonesia tidak bisa dilakukan secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya, harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan ( continue ). Di sinilah fungsi strategis pendidikan multicultural sebagai sebuah proses di mana seseorang mengembangkan kompetensi dalam beberapa system standar untuk mempersepsi, mengevaluasi, meyakini, dan melakukan tindakan.
Dalam melaksanakan pendidikan multicultural ini mesti dikembangkan prinsip solidaritas. Yakni, kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam perlawanan demi pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya sendiri. Solidaritas menuntut agar kita melupakan upaya-upaya penguatan identitas; melainkan menuntut kita agar berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku demikian, kehidupan multicultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi dari tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.

Pendekatan Pendidikan Multikultural

Men-design pendidikan multicultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengandung tantangan yang tidak ringan. Perlu disadari bersama, bahwa pendidikan multicultural tidak hanya sebatas “merayakan keragaman”. Apalagi, jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis. Apakah mungkin meminta siswa yang dalam kehidupan sehari-harinya mengalami diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya, atau perbedaannya dari budaya yang dominant, akan berjalan dengan aman dan harmoni?
Dalam kondisi demikian, pendidikan multicultural lebih tetap diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multicultural. Pertama, tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan ( education ) dengan persekolahan ( schooling ), atau pendidikan multicultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidikan dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka; tapi justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab, karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiaasikan kebbudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan kelompok-kelompok social yang relative self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus-menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multicultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penusun program pendidikan multicultural untuk melenyapkan kecendrungan memandang anak didik secara stereotype menurut identitias etnik mereka; sebaliknya mereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu “kebudayaan baru” biasanya membutuhkan interaksi ini siatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik merupakan antitesis terhadap tujuan pendidikan multicultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multicultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multicultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan ( baik formal maupun non formal ) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi.
Dikotomi semacam ini akan membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multicultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik.
Dalam konteks ke-Indonesia-an dank e-bhineka-an, kelima pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang terejawatahkan dalam kelompok social dengan suatu tantangan budaya atau tradisi tertentu. Pendaat ini juga dikemukakan oleh Zakiah Darajat, yang menyatakan bahwa masyarakat secara sederhana diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatua Negara, kebudayaan dan agama.
Jadi, dapat dipahami bahwa inti masyarakat adalah kumpulan besar individu yang hidup dan bekerja sama dalam masa relative lama, sehingga individu-individu tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka dan menyerap watak social. Kondisi tersebut selanjutnya membuat sebagian mereka menjadi komunitas terorganisir yang berpikir tentang dirinya dan membedakan ekstensinya dari ekstensi komunitas. Dari sisi lain, apabila kehidupan dalam masyarakat berarti interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya, maka yang membentuk individu tersebut adalah pendidikan atau, dengan istilah lain, masyarakat pendidik.
Oleh karena itu, dalam pendekatan pendidikan multicultural juga diperlukan kajian dasar terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar tentang masyarakat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Masyarakat tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat aadalah ekstensi yang hidup, dinamis, dan selalu berkembang.
Masyarakat bergantungan pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melelui hubungan dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan masing-masing.
Individu-individu, dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan social.
Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat.
Pertumbuhan individu dalam komunitas, keterikatan dengannya, dan perkembangannya dalam bingkai yang menuntunnya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.

Bila penjelasan di atas ditarik di dunia pendidikan, maka akan tampak bahwa masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan keperibadian individu peserta didik. Sebab, keberadaan masyarakat merupakan laboratorium dan sumber macro yang penuh alternative untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multicultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan multicultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbale balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memperdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan akan datang.

Pendidikan Berbasis Multikultural

Sejak kemunculannya sebagai sebuah disiplin ilmu pada decade 1960-an dan 1970-an, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education, selanjutnya di singkat ( MBE ), telah didefinisikan dalam banyak cara dan dari berbagai perspektif. Dalam terminology ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan peristilahan yang hampir sama dengan MBE, yakni pendidikan multicultural ( multicultural education ) seperti yang dipakai dalam konteks kehidupan multicultural Negara-negara Barat. Sejumlah definisi terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosiologi, psikologi dan lain sebagainya.
Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Lingking Context, Process, and Content, karya seorang pakar pendidikan multicultural dari California State University, Amerika Serikat, Hilda Hernandez, telah diungkap dua definisi “klasik” untuk menekankan dimensi konseptual MBE yang penting bagi para pendidik. Definisi pertama menekankan esensi MBE sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, social, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam ( plural ) secara kultur. Definisi ini juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status social, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Dalam satu decade terakhir, Hernandez mengembangkan sebauh definisi operasional tentang MBE. Dalam konseptualisasinya, MBE adalah sebuah kegiatan pendidikan yang bersifat empowering. Oleh karenanya, MBE, menurut Hernandez, adalah sebuah visi tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak didik.
Berkaitan dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas, gender, kelas, banhasa, agama, dan perkecualian-perkecualian yang memenuhi, membentuk, dan mempola tiap-tiap individu sebagai makhluk budaya. MBE adalah hasil perkembangan seutuhnya dari konstelasi/ interaksi unik masing-masing individu yang memiliki kecerdasan, kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anak didik bagi kewarganegaraan ( citizenship ) dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk dan saling terkait.
MBE juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia menggambarkan realitas budaya, politik, social dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sentematis memengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar ruangan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifesikan melalui konteks, proses, dan muatan ( content ). MBE menegaskan dan memperluas kembali praktik yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia memperbincangkan seputar penciptan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan dan keunggulan.

Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia

Hingga saat ini, wacanapendidikan multicultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Buku ini dimaksudkan sebagai sumbangsih pemikiran terhadap fenomena actual tentang wacana baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, yakni pendidikan multicultural.
Perlu diketahui, bahwa di Indonesia pendidikan multicultural relative baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, plural. Terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak 1999 hingga saat ini. Pendidikan multicultural yang dikembangkan di Indonesia sejak dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ( otoda ). Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional ( disintegrasi bangsa dan separatisme ).
Menurut Azyumardi Azra, pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negative bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multicultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan fenomena/ gejala “provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etniitas”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, akan dapat menimbulkan tidak hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, bahkan juga disintegrasi politik.
Model pendidikan di Indonesia, juga di Negara-negara lain, menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya. Sejumlah kritikus melihat, bahwa revisi kurikulum sekolah yang dilakukan dalam proses pendidikan multicultural di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman budaya yang ada; jadi, terbatas pada dimensi kognitif.
Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multicultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Terlepas dari kritik atas penerapannya di beberapa tempat, revisi pembelajaran seperti yang terjadi di Amerika Serikat merupakan strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis dan praktisii pendidikan .
Di Jepang, aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk merevisi buku sejarah, terutama yang menyangkut peran Jepang pada Perang Dunia II di Asia. Walaupun belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagai masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar tragedy kemanusiaan tidak terulang kembali. Sementara, di Indonesia masih diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dalam pertisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai latar belakang suku, agama, budaya dan etnis. Di Indonesia juga memerlukan materi pembelajaran yang bisa mengatasi “dendam sejarah” di berbagai wilayah.
Model lainnya, pendidikan multicultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaraan, tetapi juga melakukan reformasi dalam system pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpang struktural terhadap kelompok minoritas. Contoh yang lain adalah model “sekolah pembauran” Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat, bersamaan dengan masuknya wacana tentang multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di sekolah-sekolah maupun di masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan social ( sense of crisis ), toleransi dan mengurangi prasangka antarkelompok.
Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multicultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar, seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multicultural dapat mencakup tiga jenis transformasi:
( 1 ) transformasi diri; ( 2 ) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan ( 3 ) transformasi masyarakat.
Selain itu, wacana pendidikan multicultural dimungkinkan akan terus berkembang seperti bola salju ( snow ball ) yang menggelinding semakin membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan kita harapkan adalah, wacana pendidikan multicultural akan dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multicultural ini. Apakah nantinya terwujud dalam kurikulum, materi, dan metode, ataukah dalam wujud yang lainnya.

Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Global

Gambaran dunia saat ini tampak terasa semakin sempit. John Naisbit dalam Mega Trend 2000 juga menggambarkan demikian. Demikian pula Alvin Tofler seorang pakar sejarah dunia, juga menyebut demikian. Bahwa, Dunia telah menjadi kampung besar ( global village ), sebagaimana dikemukakan oleh ahli komunikasi Kanada, McLuhan. Bahwa, di era globalisasi dewasa ini kita tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan global. Apakah perbedaan mendasar antara pendidikan multicultural dan pendidikan global?
Pendidikan multicultural dapat kita rumuskan sebagai studi tentang keanekaragaman cultural, hak asasi manusia, dan pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka demi membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan tentram. Apa kaitan pendidikan multicultural dengan pendidikan global? Untuk menjawab pertanyaan ini, barangkali perlu kita rumuskan beberapa inti dari pendidikan multicultural. Pendidikan multicultural berarti mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya ( the pride in ones home nation ) dengan demikian, pendidikan global tidak mengurangi pengembangan kesadaran akan kebanggaan terhadap suatu bangsa. Oleh sebab itu, dalam arti sebenarnya, tidak ada pendidikan global, yang ada adalah pendidikan dalam perspektif global.
Dalam pendidikan multicultural, dapat diidentifikasikan perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat local sampai kepada masyarakat dunia global James banks mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap identitas etnik atau cultural identity, yaitu:

Ethnic psychological captivy. Pada tingkat ini, seseorang masih terperangkap dalam stereotype kelompoknya sendiri, dan menunjukkan rasa harga diri yang rendah. Sikap tersebut menunjukkan rasa harga diri yang rendah. Sikap tersebut menunjukkan sikap kefanatikan terhadap nilai-nilai budaya sendiri dan menganggap budaya lainnya inferior.
Ethnic encapsulation. Pribadi demikian juga terperangkap dalam kapsul kebudayaannya sendiri terpisah dari budaya lain. Sikap ini biasanya mempunyai perkiraan bahwa hanya nilai-nilai budayanya mempunyai sikap curiga terhadap budaya atau bangsa lain.
Ethnic identifities clarification. Pribadi macam ini mengembangkan sikapnya yang positif terhadap budayanya sendiri dan menunjukkan sikap menerima dan memberikan jawaban positif kepada budaya-budaya lainnya. Untuk mengembangkan sikap yang demikian maka seseorang lebih dahulu perlu mengetahui beberapa kelemahan budaya atau bangsannya sendiri.
The ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap budaya yang datang dari etnis lain, seperti budayanya sendiri.
Multicultural ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang mendalam dalam menghayati kebudayaan lain di lingkungan masyarakat bangsanya.
Globalism. Pribadi ini dapat menerima di berbagai jenis budaya dan bangsa lain. Mereka dapat bergaul secara internasional dan mengembangkan keseimbangan keterkaitannya terhadap budaya bangsa dan budaya global.

Menuju Multikulturalisme Global

Berkenaan dengan cita-cita untuk mewujudkan tatanan multikulturalisme global, di sini patut dikemukakan tulisan Muhamad Ali, dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, berjudul “Menuju Multikulturalisme” ( kompas, 3 Januari 2004 ). Bahwa, dalam beberapa decade terakhir, masyarakat masih dipertontonkan hubungan internasional yang penuh gejolak. Ketika perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet ( USSR ) berakhir, ternyata sejarah konflik tidak benar-benar berakhir, sebagagaimana dugaan Francis Fukuyama dalam Magnum Opus-nya “The End of History, yang sangat fenomenal di Amerika.
Konflik Palestina-Israel dan invasi Amerika Serikat ( AS ) beserta sekutunya terhadap Irak, itu menunjukkan bahwa tata dunia belum seimbang dan belum stabil. Karakter baik-buruk manusia tidaklah berubah. Aktor-aktor masa kini, dengan berbagai nama dan identitas, baik yang lama maupun yang baru, ternyata tetap berselisih. Beberapa pendapat, kepentingan, ideology, agama, bahasa, kebudayaan, dan peradaban, itu semua menjadi alasan untuk saling berkonflik.realitas tersebut mengundang akademisi Amerika, Samuel P Huntington, untuk menulis karya kontroversialnya The Clash of Civilization ( Benturan antar Peradaban ). Karya tersebut, mempunyai asumsi dasar bahwa setelah kemenangan liberalisme dan kapitalisme global atas sosialisme komunisme, akan terjadi benturan peradaban antara budaya barat ( Amerika ) dengan budaya timur ( Islam ).
Namun demikian, mesti kita sendiri bahwa karakter dunia hingga detik ini sebetulnya masih tetap multicultural. Jika di masa pra-modern kekuatan-kekuatan politik dalam bentuk dinasti, kerajaan, kesukuan, dan keagamaan yang dominan; di masa modern, Negara bangsa ( nation state ) menjadi actor yang sangat dominant, mengalahkan kekuatan-kekuatan lain. Nasionalisme pun menjadi plural. Individu dan kelompok telah menjadikan Negara-negara sebagai identitas yang sangat penting dalam hubungan antarmanusia.
Dalam batas Negara-bangsa ( nation statee ), manusia memiliki budaya yang majemuk ( plural ), tetapi pada saat yang sama, mereka memiliki identitas budaya yang satu. Negara-bangsa begitu kuatnya sehingga budaya telah menjadi tunggal dalam kebudayaan nasional. Meskipun berbeda-beda tetap satu” ( unity in diversity ) menjadi slogan tidak hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga Amerika Serikat, Malaysia, Kanada, Australia, dan banyak lagi Negara lain. Pada level ini, multikulturalisme dipahami dalam batas Negara-bangsa ( nation state ).
Bagaimana dengan perbedaan budaya antarbangsa? Bagaimana kebudayaan Indonesia, misalnya, bisa berinteraksi dengan kebudayaan Malaysia, kebudayaan Thailand, kebudayaan Iran, kebudayaan Inggris, dan sebagainya?
Multikulturalisme global berangkat dari kenyataan sejarah di mana budaya-budaya bangsa begitu majemuknya, sehingga monokulturalisme, budaya tunggal, tidak mungkin menjadi agenda sebuah Negara-bangsa untuk dipaksakan kepada bangsa-bangsa lain.
Pengertian budaya di sini tidak terbatas dalam seni, tetapi mencakup segala hal yang menjadi proses dan produk sebuah komunitas: agama, ideology, system hukum, system pembangunan, dan sebagainya.
Budaya dapat bersifat lintas Negara, tetapi ada juga budaya yang telah menjadi ciri khas Negara-bangsa tertentu. Misalnya, para pendiri Negara Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai bagian dari budaya national, karena merupakan akumulasi dari nilai-nilai bangsa Indonesia. Malaysia juga merupakan Negara-bangsa yang berkembang dari berbagai unsure budaya, yaitu: Melayu, India, Tionghoa, dan lain sebagainya.
Terlepas dari berapa kesamaan cultural antara mayoritas orang Indonesia dan orang Malaysia seperti bahasa dan agama kedua Negara bangsa ini memiliki perbedaan system dan budaya pembangunan. Di sinilah multikulturalisme antarbangsa menjadi penting.
Hal tersebut merupakan contoh hubungan antardua Negara yang berdekatan secara geografis dan cultural. Bagaimana hubungan antarnegara-negara yang sangat berbeda seperti AS dan Irak? AS dan Indonesia? Bagaimana dengan bangsa-bangsa yang terpinggirkan dalam konstelasi politik dan ekonomi internasional seperti Palestina dan Kashmir?
Multikulturalisme-nya Charles Taylor, Etika Global-nya Hans Kung, Overlapping Consensus-nya John Rawls, Dialog Peradaban-nya Muhammad Khatami, serta nilai-nilai Asia dan Global Convivencia-nya Anwar Ibrahim merupakan tesis-tesis yang mengarah pada sebuah hubungan global yang harmonis.
Pernah pula diusulkan berbagai tesis untuk membangun harmoni global, seperti World Peace Through World Law ( Clark and Sohn ) dan World Order Models Projects ( WOMP ). Di dalam berbagai tesis ini terdapat sikap menghindari absolutisme yang menegasikan segala yang lain, tetapi mendorong sikap skeptisisme epitimologis yang sehat, dan keinginan untuk bersikap kritis yang membuka jalan lagi bagi kemajemukan demi perdamaian global ( global peace ).
Bentuk-bentuk multikulturalisme global bermacam-macam dan sangat kontekstual. Sikap dan kebijakan luar negeri yang mengakui integritas nasional Negara-negara lain juga menjadi bagian dari sikap multicultural. Begitu pula sikap warga-warga terhadap warga Negara lain, sikap orang “Barat” terhadap orang “Timur” dan sebaliknya.
Multikulturalisme global juga bisa terjadi antara nasionalisme agama dan Negara sekuler ( Juergens Meyer ), antara nasionalisme liberal dan nasionalisme liberal, dan sebagainya. Multikulturalisme global menghargai bentuk-bentuk pemerintahan yang berbeda-beda. Multikulturalisme global menghindari sikap pemaksaan, seperti agresi militer dan pemaksaan budaya.
Multikulturalisme global juga bisa berbentuk sikap dan kebijakan luar negeri yang mengakui masyarakat bangsa minoritas ( politics of recognition ). Namun, pengakuan atas identitas kebangsaan tidak berhenti pada pengakuan formal. Multikulturalisme global menuntut perhatian dari bangsa yang kaya terhadap bangsa yang miskin, bangsa yang maju terhadap bangsa yang terbelakang dan bangsa sedang berkembang.
Menuju multikulturalisme global juga berarti menuju kemajemukan modernitas ( different modernities ). Misalnya saja, modernitas AS tidak selalu harus dipaksakan terhadap modernitas Irak, dan modernitas Malaysia berbeda dengan modernitas Indonesia.
Pemikir Maroko, Muhammad Abid Al-Jabiri, dalam Arab-Islamic Philosophy; a Contemporary Critique, misalnya, menawarkan modernisasi yang peduli dengan tradisi-tradisi budaya dan keagamaan karena “tidak ada satu modernitas yang absolute dan universal”. Yang ada adalah bermacam modernitas yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain. Modernitas Eropa berbeda dengan modernitas China, modernitas Jepang, modernitas Arab, modernitas Indonesia, dan seterusnya.
Perbedaan system moral membutuhkan dialog, bukan penghancuran yang satu atas yang lain. Lembaga-lembaga pendidikan dan budaya dapat menjadi model dialog, dengan cara mendorong diskusi yang jujur dan terbuka, Masyarakat yang memperjuangkan kebebasaan dan persamaan berdiri di atas perbedaan-perbedaan budaya. Janji moral multikulturalisme bergantung pada nilai-nilai saling mendengar dan saling menghargai.
Multikulturalisme global tidaklah bertentangan dengan humanisme global. Karena, multikulturalisme global tidak berarti membenarkan segala bentuk pengungkapan budaya seperti terorisme dan kekerasan. Multikulturalisme global mengakui politik universalisme yang menekankan harga diri semua manusia, serta hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia ( human ). Tak ada warga dunia kelas satu dan warga dunia kelas dua. Humanisme, baik yang berdasarkan atas nilai-nilai transcendental seperti agama dan spiritualitas, maupun yang non-agama, sama-sama mengakui harga diri kemanusiaan ( humanity ). Menghargai perbedaan budaya ( different in culture ) adalah bagian dari nilai-nilai humanisme itu sendiri.
Contoh paling mutakhir tentang multikulturalisme global yang sejalan dengan humanisme global adalah bantuan humanitarian terhadap pemerintahan dan rakyat Aceh dan Sumetera Utara ( Sumut ) yang terkena musibah Gempa dan Tsumani. Dan sebelumnya bantuan kemanusiaan terhadap rakyat Iran yang baru saja terkena musibah gempa bumi, yang memakan korban lebih dari 30.000 jiwa dan menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah.
Negara-negara Barat ( Amerika ) dan Aceh, Sumut ( Indonesia ) dan Iran secara ideologis dan pemerintahan sangat berbeda, tetapi atas dasar nilai-nilai humanisme, Negara-negara Barat menyatakan belasungkawa dan memberikan bantuan ke Aceh, Sumatera Utara ( Sumut ) dan Iran. Perbedaan ideologis dan budaya tidak mencegah Negara-negara dunia untuk menunjukkan etos solidaritas dalam bermacam-macam bentuk.
Paradigma multikulturalisme global kiranya menjadi jawaban alternative untuk mengatasi keretakan hubungan internasional. Di tahun-tahun mendatang, benturan antar nasionalisme dapat dikurangi dengan sebuah perubahan sikap dan kebijakan berbagai pemerintahan dan masyarakat sipil, dari sikap curiga dan memusuhi ke sikap saling menghargai. Dan kemudian, bekerja dalam menyelesaikan masalah-masalah bersama, seperti kekerasan, kemiskinan, dan kebodohan.
DAFTAR BACAAN
Freire, Paulo, 2000, Pendidikan Pembebasan ( Jakarta: LP3S )
Gollnick, Donna M. & Phillip C. Chinn, 2002, Multicultural Education in a Plutalistic Society ( New Jersey & Ohio: Prentice Hall )
Hernandez, Hilda, 1989, Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content ( New Jersey & Ohio: Prentic Hall ).
Maksum, Ali, Luluk Yunan Ruhendi, 2004, Paradigma Pendidikan Universal ( Yogyakarta: IRCiSoD )
Pelly, Usman dan Asih Menanti, 1994, Teori-Teori Sosial Budaya ( Jakarta: Dirjen Depdikbud )
Paul Gorski, Six Critical Paradigm Shifd for Multicultural Education and The Question We Should Be Asking, dalam www.exchange.org/multicultural.
Sleeter, C.E, 1999, Making Choice for Multicultural Education: Five Approaches to Race, Class and Gender ( New York: John Wiley & Sons )
Sairin, Syafri, 1992, Telaah Pengelolaan keserasian social dari literature luar negeri dan hasil penelitian Indonesia ( Jakarta: kerja sama meneg KLH dan UGM )
Stavenhagen, Rudolfo, 1996, Education for a Multicultural World, dalam Jasque Delors ( et all ), Lerarning: the treasure within, ( Paris: UNESCO )
Tilaar, H. A. R., 2002, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia ( Jakarta: Grasindo ).

0 komentar:

KAPITA SELEKTA

0 komentar
A. “PERKEMBANGAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN”
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan, makhluk pribadi dan makhluk sosial yang mempunyai akal, budi, kemampuan memecahkan masalah / mengubah lingkungan serta norma-norma pergaulan. Sebagai makhluk Tuhan, manusia bertaqwa kepada Tuhan YME. Sebagai makhluk pribadi, manusia dapat mengembangkan berbagai kemampuan dengan kecepatan dan kadar yang berbeda-beda. Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi satu sama lain.
Tripusat pendidikan merupakan salah satu pendidikan Taman Siswa yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Tiga tempat yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat dianggap sebagai pusat berlangsungnya pendidiakn. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Pembentukan sikap, kebiasaan, kepribadian serta nila-nilai sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan hakikat manusia secara optimal. Sedangkan masyarakat menyelenggarakan pendidikan luar sekolah.
B. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Hal itu merupakan tanggung jawab orang tua. Pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan pendidikan yang bersifat komplementer (saling melengkapai), suplementer (saling menambah), dan substitusi (saling mengganti. Secara sosial, hakikat perkembangan anak adalah proses memasuki kehidupan sosial yang sebenarnya melalui imitasi, partisipasi, inisiasi dan edukasi. Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak terutama melalui edukasi. Program pendidikan disekolah pada dasarnya memberikan bekal-bekal kepada anak agar mampu memasuki dunia kehidupan sosial secara efektif.
Dalam mewujudkan peranannya sebagai lembaga pendidikan, sekolah hendaknya terwujud secara efektif melalui perwujudan factor-faktor berikut:
1. Kepemimpinan yang efektif.
2. Staf yang saling bekerja sama dan memiliki kemampuan.
3. Proses belajar-mengajar yang efektif.
4. Pengembangan staf yang terprogram secara cepat.
5. Kurikulum yang sesuai dengan tuntutan nasional dan kebutuhan local.
6. Mempunyai tujuan dan harapan yang jelas.
7. Mempunyai iklim kehidupan yang kondusif.
8. Senantiasa melakukan penilaian diri.
9. Komunikasi secara efektif baik kedalam maupun keluar.

C. HAKIKAT PENDIDIKAN SD
Pendidikan SD berfungsi untuk menanamkan kemampuan dasar dan menuntaskan wajib belajar pada tingkat SD. Sejalan dengan fungsi itu, pendidikan SD bertujuan untuk :
1. Memberikan bekal kemampuan dasar (baca,tulis, hitung).
2. Menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat sesuai dengan tingkat perkembangan.
3. Menyiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SMP.
Pendidikan SD mempunai karakteristik yang khas. Siswa SD berada pada tahap operasit konkret sserta sangat bervariasi dalam kemampuan dan latar belakang sosial-ekonomi. Guru SD adalah guru kelas yang harus mengajar semua mata pelajaran, kecuali agama dan penjaskes. Kurikulum SD bertujuan untuk menanamkan kemampuan dasar, terdiri dari 9 mata pelajaran. Pembelajaran SD bercirikan kegiatan konkret, manipylatif dan terpadu.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Berkaitan dengan ketentuan ini, guru, orang tua, dan masyarakat mempunyai peran masing-masing dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat berperan sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, peran ini dapat diwujudkan dengan cara menyelenggarakan satuan pendidikan tertentu seperti membentuk badan atau yayasan pendidikan. Cara lain adalah dengan menjadi donatur atau penyumbang bagi penyelenggaraan pendidikan, serta mengidentifikasi dan menyediakan pendidikan bagi anak usia SD yang belum bersekolah.

D. “PROFESI GURU
Profesi adalah sebutan kepada suatu jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan keahlaan seta persyarataan khusus tertentu.profesional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan kepada orang yang menyandanhg suatu profesi dan sebutan mengenai keterampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan propesinya. Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahliaanyayang dimilikinya.
Guru sebagia suatu profesi ditandai dengan adanya keahlian rasa tanggung jawab dan rasa kesejawanan dsiantara para anggotanya. Kualitas profesionalisme didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut :
a. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi
c. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya dengan jalan :
1. Mengikuti kegiatan ilmiah
2. Mengikuti penataran
3. Melakukan penelitian dan pengebdian masyarakat
4. Menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah
5. Memasuki organisasi profesi ( PGRI )
6. Mengejar kualitas dan cita-cita profesinya
7. Memiliki kebanggan terhadap profesinya
Untuk kerja sebagai guru banyak ditemukan derajat motivasi yang ada dalam dirinya, kepuasan bekerja sebagai guru merupakan salah satu sumber motivasi. Kepuasan itu berkaitan dengan aspek-aspek yaitu imbalan kerja, rasa aman dalam pekerjaan, kondisi kerja yang baik, kesempatan pengembangan diri dan hubungan pribadi dalam kaitannya dengan kegiatan dalam mengajar guru berperan sebagai perancang pembelajaran, mengelola pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengarah hasil belajar. Untuk dapat mewujudkan perilaku mengajar secara efektif, guru perlu memiliki keunggulan dalam mengajar, hubungan dengan siswa, hubungan dengan pihak lain, pencatatan dan penilaian serta sikap professional. Interaksi antara guru dengan siswa maupun kelompok sangat menentukan dalam unjuk kerja professional guru.
Profil guru yang ideal ditandai dengan 15 kompetensi meliputi
a. Memperlihatkan integritas pribadi
b. Memperlihatkan kepemimpinan yang produktif
c. Memahami konsep dasar keilmuan dan mampu berpikir ilmiah
d. Bersikap professional
e. Memahami siswa dan berperilaku empatik
f. Memahami hakikatdan menyelenggarakan pendidikan di sekolah dasar
g. Memahami proses pengembangan kurikulum
h. Menguasai bahan ajaran.
i. Mampu merancang program pembelajaran.
j. Mampu mengaktualisasi proses pembelajaran secara produktif.
k. Mampu menilai proses hasil belajar.
l. Mampu Melaksanakan peran guru dalam bimbingan.
m. Melaksanakan peran guru dalam menyelenggarakan administrasi sekolah dasar
n. Mampu memampaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
o. Melaksanakan penelitian sederhana untuk mengembangkan dan memperbaiki kemampuannya.
Kode etik professional guru diperlukan dengan beberapa alasan antara lain :
a. Melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah diterapkan oleh pemerintah berdasarkan perundangan yang berlaku.
b. Mengontrol terjadinya ketidaksepahaman dan persengketaan dari para pelaksanan
c. Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus malpraktik.
d. Melindungi siswa dari praktik-praktik yang menyimpang dari orang-orang yang secara perofesional tidak berwenang.

E. HAKIKA PERKEMBANGAN ANAK DIDIK
Perkembangan biologis, sosial dan perkembangan psikis merupakan 3 hal penting yg ada dalam perkembangan pada manusia. Pola perkembangan seseorang di pengaruhi oleh 3 fase, yaitu sebagai berikut.
1. Refleks.
2. Naluri atau nafsu.
3. Perbuatan-perbuatan atas dasar kemauan
Sedangkan perkembangan itu sendiri mencakup perkembangan biologis, sosial,dan psikis. Perkembangan psikis seseorang tidak begitu tampak, sepertipada pekembangan fisik dan pada dasarnya antara perkembangan biologis seseorang tak lepas dari perkembangan fisik.
Suatu perkembangan selalu melalui proses. Beberapa asumsi mengenai proses perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1. Perkembangan dianggap sebagai satu totalitas atau keseluruhan.
2. Perkembangan sebagai proses sosialisasi.
3. Perkembangan merupakan proses asosiasi.
Perkembangan merupakan keterkaitan antara asas biologis, ketidakberdayaan, keamanan dan eksploratif.

F. FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK
Perkembangan anak dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dibagi menjadi faktor hereditas dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini membentuk perbedaan individual yang merupakan cirri atau karakteristik masing-masing individu.
Faktor hereditas yang dianggap mempengaruhi perkembangan anak, adalah sebagai berikut:
1. Faktor fisik, sebagian merupakan bawaan yang tidak dapat diubah, tetapi sebagian ditentukan oleh pemeliharaan ketika kehamilan, gizi, olehraga , dan kesehatan umum.
2. Jenis kelamin, berpengaruh pada kemampuan kognitif, keterampilan dan sikap.
3. Kesehatan, terutama penyakit turunan.
4. Kecerdasan, yang berbeda bagi stiap orang.
5. Bakat, yaitu kemampuan khusus yang dimiliki seseorang tanpa tergantung pada latihan. Orang akan lebih berhasil jika belajar sesuai bakatnya.
Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak, adalah sebagai berikut:
1. Keluarga, yang mencakup jumlah anak dalam keluarga, nomor kelahiran, perubahan struktur keluarga, latar belakang pendidikan orang tua dan status sosial ekonomi.
2. Sekolah sebagai pendidikan formal, yang sangat besar pengaruhnya bagi setiap orang terutama dalam bersikap dan bertindak.
3. Budaya masyarakat yang mempengaruhi berbagai aspek belajar terutama dalam sikap dan nilai, bahasa, serta reaksi terhadap iklim dan disiplin kelas.
4. Media, termasuk media elektronik dan media cetak.

G. PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKOLOGI ANAK
Perkembangan anak usia SD berada siantara akhir masa kanak-kanak dan masa awal remaja. Masa ini sering disebut sebagai masa sekolah dasar, masa berkelompok dan masa bermain. Masa ini ditandai dengan tiga cirri utama, yaitu (a) dorongan anak untuk keluar dari rumahdan masuk kedalam kelompok yang sebaya (per group); (b) keadaan fisik yang mendorong anak untuk masuk kedalam permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan otot-otot; serta (c) dorongan mental untuk memasuki dunia konsep-konsep, logika, simbol (lambing) dan komunikasi secara dewasa.
Pertumbuhan fisik pada anak usia SD ditandai dengan berbagai perubahan fisik yang lebih matang sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan pada masa ini.
Perubahan yang terjadi, antara lain dalam aspek berat badan, tinggi badan, proporsi tubuh, kerangka, organ-organ dalam, otak, gigi, dan wajah. Dalam hal tertentu terdapat perbedaan pertumbuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pertumbuhan fisik banyak dipengruhi oleh lingkungan, seperti makanan, pendidikan dirumah, pergaulan sosial, kebiasaan dan latihan.
Pertumbuhan fisik memberikan pengaruh terhadap pencapaian berbagai jenis keterampilan dan perkembangan kepribadian. Beberapa jenis keterampilan yang berkembang dalam masa ini, antara lain keterampilan (a) menolong diri sendiri (b) bantuan sosial (c) sekolah, (d) bermain.pengaruh pertumbuhan fisik terhadap perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh konsep diri anak terhadap kondisi fisiknya.

H. PROSES BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan pengertian-pengertian lain yang terkait, yaitu:
a. Pertumbuhan, perkembangan dan kematangan.
b. Menghafal.
c. Latihan.
d. Studi.
e. Berpikir.
Belajar sebagai suatu proses, mempunyai tahapan-tahapan tertentu yang saling berkaitan. Tahapan-tahapan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang akan dicapai.
2. Adanya kesiapan individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
3. Memahami situasi baik internal maupun eksternal.
4. Menafsirkan situasi.
5. Melaksanakan tindak balas (respons) dalam bentuk pelaksanaan perilaku belajar.
6. Adanya akibat atau hasil pembelajaran dan tindak lanjut.
Jadi proses belajar akan terjadi apabila individu menghadapi situasi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan instinct atau kebiasaan. Adanya kebutuhan akan mendorong individu untuk mengkaji tingkah laku yang ada dalam dirinya, apakah dapat memenuhi kebutuhan atau tidak. Apabila tidak maka ia harus memperoleh tingkah laku yang baru dengan proses belajar.

I. HAKIKAT BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR
Perlunya layanan bimbingan di sekolah tidak terlepas kaitannya dengan beberapa aspek yang menjadi latar belakangnya, yaitu aspek sosial-kultural, pedagogis, dan psikologis. Latar belakang sosial-kulturalberhubungan dengan masalah perkembangan sosial yang juga erat kaitannya dengan perkembangan kebudayaan, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan tersebut mempengaruhi sekolah sebagai lembaga pendidikan dan juga mempengaruhi siswa sebagai individu.
Latar belakang pedagogis berhubungan dengan masalah hakikat pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian, dinamika dan perkembangan kepribadian , dan hakikat peranan guru sebagai pendidik. Hal itu berkaitan erat dengan perlunya layanan pribadi kepada para siswa dalam upaya mencapai perkembangan optimal.
Latar belakang psikologis, berhubungan dengan hakikat siswa sebagai pribadi yang unik, dinamik dan berkembang, dalam upaya mencapai perwujudan diri. Secara psikologis setiap siswa memerlukan adanya layanan yang bertitik tolak dari kondisi keunukan masing-masing.
Keseluruhan kegiatan pendidikan mencakup tiga bidang yaitu, bidang instruksional, administrasi, serta pelayanan dan pembinaan siswa. Bimbingan menempati bidang ketiga, yaitu bidang pelayanan dan pembinaan siswa, dngan menggunakan pendekatan pribadi.


J. TEKNIK MEMAHAMI PERKEMBANGAN DAN MASALAH ANAK SEKOLAH DASAR
Guru di SD khususnya, disamping bertugas sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Sebagai pembimbing, guru membantu memecahkan masalah siswa. Masalah yang dialami siswa di SD dapat bermacam-macam. Selain masalah yang terjadi pada siswa dengan tingkat intelegensi rata-rata disekolah tidak sedikit guru yang mendapatkan siswa yang sebetulnya mempunyai intelegensi di bawah rata-rata atau di atas rata-rata. Siswa-siswa tersebut juga dapat bermasalah dengan keadaannya. Hal ini kadang-kadang tidak disadari guru sehingga apabila ada siswa yang bermasalah, misalnya siswa yang terlalu pintar, kemudian sangat aktif di kelas maka siswa tersebut sudah dikategorikan sebagai siswa nakal dan susah diatur. Maslah seperti ini yang seyogianya perlu dibantu guru.
Teknik pemahaman individu merupakan cara untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai aspek pribadi individu serta lingkungannya. Aspek pribadi yang harus dipahami dari individu mencakup seluruh aspek kepribadian, meliputi identitas diri, keadaan jasmani dan kesehatan, kemampuan dan kecakapan. Penetapannya disesuaikan dengan masalah yang dihadapi individu.
Teknik pemahaman individu pada dasarnya dibedakan antara teknik- teknik tes dan non-tes. Teknik tes menggunakan alat-alat tes yang sudah baku dan tidak bersifat mengukur. Beberapa jenis tes antara lain tes intelegensi, tes bakat, kepribadian dan tes hasil belajar. Beberapa jenis alat non tes, antara lain observasi, angket, wawancara, sosiometri, studi dokumentasi, biografi, dan studi kasus.






K. LAYANAN BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR
Pemberian tugas pada siswa pada dasarnya merupakan serangkaian langkah yang sistematis dan saling terkait. Langkah pokok dalam upaya pemberian banttuan kepada siswa adalah (a) identifikasi masalah; (b) diagnosis; (c) prognosis; (d) pemberian bantuan; dan (e) evaluasi dan tindak lanjut. Dalam setiap langkah perlu memperhatikan pendekatan, metode, teknik, dan alat yang dipergunakan.
Dalam proses belajar, siswa merupakan individu yang unik (khas) sehingga dalam proses dan hasil belajarnya pun terdapat beberapa karakteristik tertentu, yaitu (a) siswa yang cepat dalam belajar, (b) murid yang lambat dalam belajar, (c) siswa yang kreatif, (d) siswa yang gagal, dan (e) siswa kurang berprestasi. Gejala kesulitan belajar akan tampak dalam berbagai bentuk tingkah laku yang bersumber pada berbagai latar belakang (sebab), baik yang ada di dalam dirinya (internal) maupun di luar dirinya (eksternal)
Bimbingan kepada anak berbakat dilaksanakan melalui upaya bantuan pendidikan yang berupa program pengayaan, percepatan dan kelompok khusus. Kegiatannya dapat dilaksanakan secara terpadu atau tersendiri baik secara individual maupun kelompok. Sedangkan bimbingan pribadi-sosial memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami masalah-masalah pribadi-sosial. Bimbingan dilaksanakan melalui pendekatan pengajaran, pendekatan interaktif, dan dukungan sistem.

L. PENGELOLAAN BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR
Pada intinya, perencanaan program bimbingan di SD merupakan suatu upaya personil Kepala sekolah SD, guru bimbingan, dan atau guru dalam persiapkan hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan pelaksanaan bimbingan di SD. Perencanaan ini sangat penting dilakukan mengingat beberapa hal berikut: (a) program bimbingan harus sejalan dengan program pendidikan SD secara keseluruhan, (b) perencanan dapat memfasilitasi pelaksanaan program bimbingan, (c) perencanaan memungkinkan terlaksananya kegiatan bimbingan secara menyeluruh, dan (d) perencanaan memungkinkan program bimbingan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Secara garis besar, perencanaan bimbingan hendaknya mempersiapkan tiga hal berikut: (1) rencana kegiatan bimbingan, (2) personil pelaksana bimbingan, serta (3) anggaran biaya dan fasilitas bimbingan. Untuk mempersiapkantiga hal pokok tersebut perlu ditempuh langkah-langkah berikut: (a) membentuk tim atau mengangkat petugas perencana program bimbingan: (b) mempelajari kurikulum SD, khususnya yang berkenan dengan pedoman bimbingan; (c) mengidentifikasi masalah dan kebutuhan siswa SD; (d) meminta masukan dari personil sekolah tentang materi dan bentuk kegiatan bimbingan yang dipandang cocok untuk diselenggarakan; (e) menysusn rancangan program kegiatan bimbingan; (f) menyusun rencana anggaran dan fasilitas yang diperlukan; (g) merancang pola organisasi yang akan diterapkan dan staf personalia bimbingan yang dipelukan, dan (h) mensyahkan program dan staf personil bimbingan melalui rapat pleno sekolah.
Pada dasarnya administrasi pelaksana layanan bimbingan sekolah si SD adalah upaya para personil disekolah dalam mengelola dan mengendalikan layanan bimbingan dengan cara mengorganisasi, koordinasi, pengarahan, komunikasi serta evaluasi sehingga dapat membantu para siswa Sd dalam pertumbuhan dan perkembangannya mencapai tujuan institusional SD.

0 komentar:

Cara Mengembalikan File Yang Terkena Virus

0 komentar
Seperti yang kita ketahui, ada berbagai macam jenis virus baik itu worm, trojan dan lain-lain. Dari sekian banyak virus di antaranya ada yang berbahaya dan ada yang tidak berefek sekalipun. Pada artikel kali ini Paseban akan membahas mengenai cara mengembalikan file yang terkena virus shortcut, sebuah malware yang sering ‘menjangkit’ pengguna komputer.
Mungkin beberapa dari pembaca pernah mengalami serangan virus shortcut atau bahkan mungkin Anda saat ini sedang pusing menghadapi virus ini dan ingin tahu bagaimana cara mengembalikan file yang terkena virus. Virus shortcut sering disebut sebagai virus Rammit dan virus ini sebenarnya kecil namun keberadaannya sangat meresahkan. Kasus yang sering terjadi adalah serangan malware shortcut yang terjadi pada perangkat flashdisk.
Seseorang pergi ke sebuah warnet dan memasukan perangkat flashdisk maupun kartu memori dengan card reader untuk keperluan pengambilan data dan lain-lain, namun tidak lama setelah melakukan aktivitasnya tiba-tiba seluruh file hilang. Meskipun dalam tampilannya file tersebut masih ada, namun hal ini bisa disebut sebagai file yang hilang lantaran ketika file tersebut diklik untuk dibuka ternyata tidak mau muncul. Berbagai file dengan bermacam-macam format yang tadinya baik-baik saja dan bisa dibuka dengan sekejap menjadi file shortcut saja. Shortcut yang normal biasanya terdapat pada komputer, tepatnya diletakan pada dekstop dan digunakan untuk pengaksesan cepat sebuah file yang sering dibuka. Sebagai contoh adalah shortcut Microsoft Office, Photoshop, Google Chrome dan lain-lain. File yang disimpan seharusnya bukan shortcut, melainkan file utuh. Jika hal itu terjadi, sudah dipastikan bahwa perangkat flashdisk atau kartu memori Anda sudah terserang malware shortcut atau virus Rammit.
Sungguh disesalkan apabila media penyimpanan yang terdapat berbagai file penting ternyata terkena malware shortcut. Sering kali banyak orang awam yang putus asa dan menyatakan menyerah, akhirnya mereka menghapus seluruh file yang terinfeksi tersebut karena dianggap sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Padahal pendapat itu tentu saja salah, karena file kemungkinan besar masih bisa diselamatkan. Bahkan jika mau melihat detail atau properties dari file yang terinfeksi malware tersebut Anda akan melihat hal mengejutkan. Bagaimana tidak, meskipun sudah berubah menjadi shortcut berukuran 1 Kb, namun pada kenyataannya file-file tersebut biasanya masih memiliki ‘bobot’ sebagaimana aslinya.
Anda tidak perlu panik untuk menghadapi masalah ini karena ada berbagai macam cara untuk menyelesaikan dan mengembalikan data dari malware shortcut. Kali ini Paseban akan memberikan tips cara mengembalikan file yang terkena virus shortcut tanpa menggunakan software khusus antivirus. Benarkah tanpa antivirus? Ya tentu saja benar, Anda bisa memanfaatkan fitur Command Prompt, yakni sebuah baris perintah penerjemah pada OS/2, Windows CE serta Windows NT berbasis sistem operasi yang dalam hal ini termasuk pada Windows 2000, Windows XP, Windows Vista, Windows Server 2003 dan Windows Server 2008 dan Windows 7. Command Prompt tentu adalah software bawaan sistem operasi dan dapat diakses oleh siapa saja, bagaimana caranya? Berikut langkah-langkahnya:
• Masuk ke Command Prompt, caranya adalah klik Start > Run. Lalu akan ada kotak dengan tulisan “cmd”, Anda tidak perlu mengubah, langsung saja klik OK.
• Pada cmd Run, Anda akan diberikan akses Command Prompt. Biasanya jendela tersebut didominasi warna hitam dan dengan tulisan font seperti komputer lama.
• Selanjutnya Anda hanya tinggal mengetik nama drive flashdisk atau kartu memori yang terkena malware shortcut. Ketikkan nama tersebut harus diikuti dengan tanda : (titik dua). Sebagai contohnya, jika drive flashdisk atau kartu memori Anda adalah F maka silakan ketik F: kemudian tekan enter.
• Setelah mengetik : F, Anda sudah memasuki sistem media penyimpanan drive Anda. Kemudian ketik dir dan tekan enter, lihat hasil yang tertera. Apakah file yang Anda cari sudah muncul atau belum? Apabila ternyata masih belum, ketik dir/a dan kemudian tekan enter kembali. Sesudah itu lihatlah apakah file atau folder yang Anda sekarang sudah terlihat? Pastinya akan terlihat, karena jika tidak pasti ada ketidak wajaran.
• Langkah selanjutnya adalah dengan mengetik attrib –s –h –r /s /d dan tekan enter. Anda harus benar-benar mengetiknya sesuai tulisan tersebut, baik dengan strip, garis miring dan spasinya.
• Anda tinggal menunggu selama beberapa detik untuk kemunculan drive flashdisk. Jika pada jendela Command Prompt Anda misalnya sudah muncuk E:> maka proses pengembalian file atau folder telah selesai. File Anda sudah terselamatkan dan silakan close Command Prompt.
• Langkah terakhir adalah masuk ke flashdisk atau kartu memori Anda pada My Computer. File Anda sudah kembali seperti semula.
Jika sudah selesai, lain kali Anda memang harus berhati-hati dalam memasukkan media penyimpanan pada komputer orang lain, apalagi di warnet.

0 komentar:

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Matematika Kelas 5 Semester 2

0 komentar
Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 1
Alokasi Waktu : 2x35 meit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.1. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya.

Indikator
Menentukan persentase sederhana dari kuantitas atau banyak barang tertentu.
Menentukan kuantitas atau banyak jika banyak benda dan persentase diketahui.

Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas

V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
Mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

Kegiatan Inti
Siswa diminta menceritakan pengalaman pribadinya yang berhubungan dengan persen, diskusi kelas dengan membahas beberapa kasus sampai kesimpulan didapat.
Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan rumus cara mencari persen dari kuantitas dan mencari kuantitas dari persen dari contoh-contoh yang telah diberikan oleh siswa.
Guru menguji keterampilan siswa dalam menentukan persen dan kuantitas dalam soal cerita maupun soal isian.

3 . Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
Bersama – sama dengan peserta didik dan / atau sendiri membuat rangkuman / simpulan pelajaran.
Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Memberikan catatan.
Memberikan saran – saran agar peserta didik tetap bersemangat.
Memberikan PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus






VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengubah pecahan biasa menjadi desimal Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
6/5 = 6x20/5x20 = 120/100 = 1,2

7/4 = 7x25/4x25 = 175/100 = 1,75

dst ...

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
mbar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.


Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 2
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.1. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya.

Indikator
Menyatakan pecahan ke dalam persen dan desimal.
Menyatakan persen dan desimal ke dalam bentuk pecahan yang paling sederhana.
Membandingkan dua pecahan yang berbeda (desimal, persen, dan biasa) atau sebaliknya.

II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas

V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingatkan kembali macam-macam pecahan yang mereka ketahui atau yang telah mereka pelajari pada kelas sebelumnya. Menjelaskan bahwa ada banyak pecahan yang akan di pelajari pada pertemuan ini seperti persen dan desimal.
Kegiatan Inti
Menjelaskan pengertian persen dan pecahan desimal serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Guru dan siswa bersama-sama mencari cara mengubah pecahan biasa ke persen maupun ke desimal ataupun sebaliknya mengubah persen dan pecahan desimal ke pecahan biasa, siswa diberi permasalahan guru memberikan arahan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Menjelaskan tanda-tanda ketaksamaan seperti >, < dan = untuk membandingkan dua buah pecahan yang berbeda jenis.
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam mengubah pecahan biasa ke persen dan desimal dalam soal latihan.
Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah.

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus








VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengubah pecahan biasa menjadi persen Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
4/5 = 4x20/5x20 = 80/100 = 80%

3/4 = 3x25/4x25 = 75/100 = 75%

dst ...

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap
ar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.


Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 3
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.1. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya.

Indikator
Mengubah pecahan biasa ke dalam persen dan desimal.
Mengubah persen dan desimal ke dalam bentuk pecahan biasa yang paling sederhana.
Membandingkan dua jenis pecahan yang berbeda dari ( desimal, persen, biasa ) atau sebaliknya.

II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja Kelompok

V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Menceritakan tentang kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan persen (diskon harga dll). Siswa diminta menceritakan pengalaman pribadinya yang berhubungan dengan persen, diskusi kelas dengan membahas beberapa kasus sampai kesimpulan didapat.
Kegiatan Inti
Menyimak penjelasan cara mengubah pecahan biasa ke dalam persen dan desimal setelah itu menguji kemampuan siswa dalam mengerjakan soal.
Menyimak perbandingan dua jenis pecahan yang berbeda dari desimal, persen, biasa atau sebaliknya.
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
Bersama – sama dengan peserta didik dan / atau sendiri membuat rangkuman / simpulan pelajaran.
Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi, program pengayaan, layanan konseling dan / atau memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.
Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Memberikan catatan.
Memberikan PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
0,5 = 5/10 = (5:5)/(10:5) = 1/2
0,06 = 6/100 = (6:2)/(100:2) = 3/50

dst ...

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.


Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 4
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.1. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya.

Indikator
Mengubah bentuk persen ke bentuk pecahan biasa
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas

V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.

Kegiatan Inti
Menyampaikan beberapa kasus dalam kehidupan sehari-hari yang unuk dapat membandingkan dua pecahan yang berlainan jenis.
Mengubah pecahan biasa ke dalam persen dan desimal.
Mengubah persen dan desimal ke dalam bentuk pecahan biasa yang paling sederhana.
Melakukan latihan di bukunya.
3 . Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
Bersama – sama dengan peserta didik dan / atau sendiri membuat rangkuman / simpulan pelajaran.
Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Memberikan catatan.
Memberikan saran – saran agar peserta didik tetap bersemangat.
Memberikan PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
ibu membeli 21/4 kg kopi, 31/2 kg gula, dan 51/3 kg beras. Berapa kg berat semua belanjaan ibu?





Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.






Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 1
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan.

Indikator
Melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan (pecahan biasa atau pecahan campuran ) berpenyebut sama.

II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok




V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingatkan kembali cara menjumlahkan pecahan yangbtelah dipelajari di kelasnya sebelumnya.
Kegiatan Inti
Melakukan diskusi mencari perbedaan menjumlahkan pecahan berpenyebut sama dan yang berpenyebut beda, setelah muncul permasalahan dari diskusi tersebut guru memberikan arahan-arahan guna menyelesaikan permasalahan sampai permasalahan itu terjawab.
Bersama-sama menyimpulkan cara menjumlahkan pecahan yang berpenyebut beda dan juga cara menjumlahkan pecahan campuran.
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam soal latihan.
3 . Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah, menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus.

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan (pecahan biasa atau pecahan campuran) berpenyebut sama Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
4/5 + 8/5 = ⋯

9/8 + 3/8 = ⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.






Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 2
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan.

Indikator
Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama
Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan campuran
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok




V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Apresiasi / motivasi
Mengisi daftar kelas, berdo’a, mempersiapkan materi ajar
Mengingatkan kembali cara menjumlahkan pecahan yang telah dipelajari di kelasnya sebelumnya.
Kegiatan Inti
Melakukan diskusi mencari perbedaan menjumlahkan pecahan berpenyebut sama dan yang berpenyebut beda, setelah muncul permasalahan dari diskusi tersebut guru memberikan arahan-arahan guna menyelesaikan permasalahan sampai permasalahan itu terjawab.
Bersama-sama menyimpulkan cara menjumlahkan pecahan yang berpenyebut beda dan juga cara menjumlahkan pecahan campuran.
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam soal latihan.
Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah, menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus.










VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama.
Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan campuran Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
4/5+3/20=⋯


23/4 + 2/3 =⋯


Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 3
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan.

Indikator
Mengurangkan pecahan dari bilangan asli
Mengurangkan tiga pecahan berpenyebut tidak sama secara berturut-turut
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok




V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Apresiasi / motivasi
Mengisi daftar kelas, berdo’a, mempersiapkan materi ajar
Mengingatkan kembali cara menjumlahkan pecahan yang telah dipelajari di kelasnya sebelumnya.
Kegiatan Inti
Membentuk kelompok dalam kelas
Melakukan diskusi
Bersama-sama menyimpulkan cara mengurangkan pecahan dari bilangan asli dan mengurangkan tiga pecahan berpenyebut tidak sama secara berturut-turut
Setelah muncul permasalahan dari diskusi tersebut guru memberikan araha-arahan guna menyelesaikan permasalahan sampai permasalahan itu terjawab
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam latihan soal.
Kegiatan Penutup
Guru memberikan kesimpulan mengulang kemudian memberikn pekerjaan rumah, dan menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus.










VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengurangkan pecahan dari bilangan asli
Mengurangkan tiga pecahan berpenyebut tidak sama secara berturut-turut Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
4 - 2/3=⋯




9/8-2/6-10/18=⋯


Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 4
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan.

Indikator
Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III. Materi Ajar
Operasi hitung pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok




V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Apresiasi / motivasi
Mengisi daftar kelas, berdo’a, mempersiapkan materi ajar
Mengingatkan kembali cara menjumlahkan pecahan yang telah dipelajari di kelasnya sebelumnya.
Kegiatan Inti
Membentuk kelompok dalam kelas
Melakukan diskusi
Peserta didik dapat memecahkan masalah sehari-hari yang menggunakan penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Bersama-sama menyimpulkan cara memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam latihan soal.
Kegiatan Penutup
Guru memberikan kesimpulan, mengulang kemudian memberikn pekerjaan rumah, dan menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus.










VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan. Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Ibu membeli 21/(2 ) kg telur diwarung.10 %
Tersebut busuk. Berapa kg telur yang busuk tersebut?

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 1
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Mengenalkan arti perkalian dan pembagian pecahan
Melakukan operasi perkalian berbagai bentuk pecahan
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan di capai.


Kegiatan Inti
Secara kelompok, diskusi tentang perkalian dan pembagian pecahan serta mencari persamaan dan perbedaan mengalikan bilangan biasa dengan pecahan
Menyimpulkan diskusi dan prensentasi hasil diskusi

Kegiatan Penutup
Guru Bersama-sama dengan peserta didik dan atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Memberikan catatan.


VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus.

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrument Instrumen/soal
Menghitung perkalian dan pembagian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan biasa
Tugas individu dan kelmpok Isian dan uraian 2/6 x 3/4 = ⋯

3/5 : 1/2 = ⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semuasalah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 2
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Menghitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran dan sebaliknya.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Mengingatkan kembali cara mengalikan bilangan asli dan menjelaskan arti perkalian pada pecahan.



Kegiatan Inti
Melakukan Tanya jawab dan diskusi mencari persamaan atau perbedaan mengalikan bilangan asli dan mengalikan pecahan, setelah itu diskusi berjalan da didapat kesimpulan siswa di uji pengetahuannya dengan mengerjakan soal-soal latihan.

Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan memberikan kesimpulan di kemudian meberikan pekerjaan rumah, menginformasikan materi yang akan di bahas pada pertemuan berikutnya.
VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrumen Instrumen/soal
Menghitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran dan sebaliknya.
Tugas individu dan kelompok Isian dan uraian 6/8 x 2 2/4 = ⋯

5/9 : 3 1/(3 ) = ⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1






PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 3
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Menghitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan desimal dan sebaliknya.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.



Kegiatan Inti
Secara berkelompok melakukan diskusi tentang pembagian pecahan.
Menyipulkan diskusi.
Presentasi hasil diskusi.

Kegiatan Penutup
Memberikan catatan tentang perkalian dan pembagian pecahan.
Memberikan caran-saran agar peserta didik tetap bersemangat.
Memberikan PR.
VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrumen Instrumen/soal
Menghitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan desimal dan sebaliknya. Tugas individu dan kelompok Isian dan uraian 0,45 x 7/8 = ⋯

0,75 x 5/8 = ⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1







PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 4
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Melakukan operasi pembagian berbagai bentuk pecahan.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Memberikan pertanyaan yang mengaitkan pelajaran sebelumnya dengan materi yang akan di bahas.
Guru menyampaikan pokok materi dan tujuan pembelajaran tentang pecahan yang akan di pelajari.

Kegiatan Inti
Guru menggunakan metode ceramah sebagai acuan dasar dari mempelajari pecahan.
Guru menggunakan metode diskusi untuk menyelesaikan permasalahan pecahan.
Presentasi hasil diskusi.

Kegiatan Penutup
Mengingat kembali hasil pembelajaran yang telah di pelajari agar siswa lebih mengerti dan memahami pembelajarnya tersebut belajarnya.
Menyampaikan sebuah motivasi belajar agar peserta didik tetap bersemangat.
Memberikan PR.
VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrumen Instrumen/soal
Melakukan operasi pembagian berbagai bentuk pecahan. Tugas individu dan kelompok Isian dan uraian 7/3 : 5/4 =⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1







PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadangPengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 5
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Memecahkan masalah yang berhubungan perkalian dan pembagian.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.
Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

Kegiatan Inti
Melakukan diskusi untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkalian dan pembagian.
Presentasi hasil diskusi.
Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah dan menginformasikan materi yang akan di bahas di pertemuan berikutnya.
VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrument Instrumen/soal
Memecahkan masalah yang berhubungan perkalian dan pembagian. Tugas individu dan kelompok Isian dan uraian Seorang nelayan rata-rata dapat menangkap ikan
9 1/4 kg ikan setiap hari. Berapa kg ikan yang di dapat ditangkap selama 6 hari ?

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1






PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadangPengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 6
Alokasi Waktu : 2x35 menit

Standar Kompetensi
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.3 Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan
Indikator
Membagi bilangan asli dengan pecahan.
II. Tujuan Pembelajaran
Melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan pecahan

III.Materi Ajar
Operasi Hitung Pecahan

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi/koperatif
Tanya Jawab
Tugas
V.Langkah-Langkah pembelajaran
Kegiatan pendahuluan
Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
Menceritakan masalah sehari-hari yang melibatkan perkalian dan pembagian kemudian diangkat dalam diskusi kelas.

Kegiatan Inti
Melakukan diskusi untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkalian dan pembagian.
Mepresentasikan hasil diskusi tentang perkalian dan pembagian kemudian menarik kesimpulan hasil diskusi.
Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah dan menginformasikan materi yang akan di bahas di pertemuan berikutnya.
VI. Alat dan Sumber
Buku Ayo Belajar Matematika kelas 5. Burhan Mustaqim, dkk. 2008. PT. Pustaka Tiga Kelana : Jakarta.
KTSP
White Board, papan tulis, spidol, kapur dan penghapus

VII. Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi Tehnik penilaian Bentuk instrument Instrumen/soal
Mengalikan dalam membagi berbagai bentuk pecahan Tugas individu dan kelompok Isian dan uraian 6 : 2/3 = ⋯

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1








PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidakPengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadangPengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1



Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 1
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit

Standar Kompetensi
5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.

Indikator
Mengenal perbandingan sebagian dari keseluruhan sebagai pecahan

II. Tujuan Pembelajaran
Peserta Didik Dapat:
Menentukan selisih atau beda suatu perbandingan.
Menentukan jumlah suatu perbandingan.

III. Materi Ajar
Pecahan dan Perbandingan.

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok


V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari di kelasnya sebelumnya.
Kegiatan Inti
Melakukan diskusi mencari perbedaan selisih atau beda dan jumlah dalam perbandingan, setelah muncul permasalahan dari diskusi tersebut guru memberikan arahan-arahan guna menyelesaikan permasalahan sampai permasalahan itu terjawab.
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam soal latihan.
3 . Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah, menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

VI. Alat dan Sumber
Buku Matematika kelas 5. R.J Sunaryo. 2008. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Papan tulis, Kapur tulis, dan Penghapus

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengenal perbandingan sebagian dari keseluruhan sebagai pecahan
Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Jumlah kelereng A ada 36 butir dan kelereng B ada 20 butir. Bagaimana perbandingan A dan B?
Jumlah umur Ali dan Badri 27 tahun. Umur Ali 4/5 umur Badri. Berapa tahun umur mereka masing-masing?




Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 2
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit

Standar Kompetensi
5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.

Indikator
Mengenal perbandingan sebagian dari keseluruhan sebagai pecahan

II. Tujuan Pembelajaran
Peserta Didik Dapat:
Mengetahui pecahan sebagai perbandingan yang meliputi perbandingan dari Dua Hal dan perbandingan dari Tiga Hal

III. Materi Ajar
Pecahan dan Perbandingan.

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok


V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengulang kembali materi yang telah dipelajari.
Kegiatan Inti
Dengan Tanya jawab guru menjelaskan tentang Pecahan sebagai Perbandingan yaitu tentang Pecahan dari Dua Hal ataupun Pecahan dari Tiga Hal.
Guru menguji keterampilan dan kemampuan siswa dalam soal latihan.
Kegiatan Penutup
Guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang barusaja disajikan.
Guru memberikan tugas atau PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Matematika kelas 5. R.J Sunaryo. 2008. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Papan tulis, Kapur tulis, dan Penghapus.

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Mengenal perbandingan sebagian dari keseluruhan sebagai pecahan
Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Jumlah pembilang dan penyebut sebuah pecahan adalah 28. Nilai pecahan itu 2/5. Carilah pecahan itu !
Jumlah kelereng A,B,C adalah 72 butir. Kelereng A 2/3 kelereng B dan kelereng B 3/4 kelereng C. Berapa banyak kelereng mereka masing-masing?






Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 3
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit

Standar Kompetensi
5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.

Indikator
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala

II. Tujuan Pembelajaran
Peserta Didik Dapat:
Menyatakan perbandingan antara ukuran gambar / peta dan ukuran sebenarnya.

III. Materi Ajar
Pecahan dan Perbandingan.

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok



V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Membahas PR yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.
Kegiatan Inti
Dengan Tanya jawab guru menjelaskan tentang perbandingan skala peta dengan ukuran sebenarnya.
Secara berkelompok siswa mencari perbandingan antara ukuran gambar / peta dan ukuran sebenarnya dengan memperhatikan peta pada atlas, guru memantau siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan.
Guru memandu diskusi dan merumuskan jawaban yang benar.
3 . Kegiatan Penutup
Guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang baru saja disajikan.
Guru memberikan tugas atau PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Matematika kelas 5. R.J Sunaryo. 2008. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Papan tulis, Kapur tulis, dan Penghapus

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Skala sebuah peta 1 : 1.500.000. Jarak kota A dan B pada peta 4 cm. Berapa kilometer jarak sebenarnya antara kota A dan B?

Jarak sebenarnya antara Yogyakarta dan Solo adalah 60 km. Berapa skala jika jarak kedua kota itu pada peta 3 cm?

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 4
Alokasi Waktu : 2 x 35

Standar Kompetensi
5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.

Indikator
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala

II. Tujuan Pembelajaran
Peserta Didik Dapat:
Memahami soal cerita mengenai perbandingan dan skala

III. Materi Ajar
Pecahan dan Perbandingan.

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok



V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Membahas PR yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.
Kegiatan Inti
Dengan ceramah guru menjelaskan tentang cara penyelesaian soal cerita mengenai perbandingan dan skala.
Secara berkelompok siswa mengerjakan soal cerita yang berkaitan dengan skala dan perbandingan, guru memantau siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan.
Guru memandu diskusi dan merumuskan jawaban yang benar.
3 . Kegiatan Penutup
Guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang baru saja disajikan.

VI. Alat dan Sumber
Buku Matematika kelas 5. R.J Sunaryo. 2008. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Papan tulis, Kapur tulis, dan Penghapus


VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Jarak kota A dan B pada peta 5 cm. Peta itu berskala 1:1.200.000. Amir dengan mengendarai sepeda motor berangkat dari kota A pukul 06.45 dengan kecepatan 45 km per jam. Di tengah jalan Amir berhenti selama 1/4 jam. Pukul berapa Amir tiba di kota B?

Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. Identitas : SDN 1 Tugu
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : 5 / 2
Pertemuan ke : 5
Alokasi Waktu : 2 x 35

Standar Kompetensi
5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar
5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala.

Indikator
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala

II. Tujuan Pembelajaran
Peserta Didik Dapat:
Melakukan operasi hitung dengan menggunakan perbandingan dan skala

III. Materi Ajar
Pecahan dan Perbandingan.

IV. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi / Kooperatif
Tanya jawab
Tugas
Kerja kelompok



V. Langkah – Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Membahas PR yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.
Kegiatan Inti
Dengan Tanya jawab guru menjelaskan tentang operasi hitung dengan menggunakan skala dan perbandingan.
Secara berkelompok siswa mengerjakan soal yang berkaitan dengan skala dan perbandingan, guru memantau siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan.
Guru memandu diskusi dan merumuskan jawaban yang benar.
3 . Kegiatan Penutup
Guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang baru saja disajikan.
Guru memberikan tugas atau PR

VI. Alat dan Sumber
Buku Matematika kelas 5. R.J Sunaryo. 2008. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Papan tulis, Kapur tulis, dan Penghapus

VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Instrumen/ Soal
Menghitung perbanding untuk mengukur suhu dan skala Tugas Individu
Dan Kelompok


Isian dan uraian
Sebidang tanah kelilingnya 240 m. Lebar tanah itu 5/7 dari panjangnya. Berapa meter persegi luas tanah itu?
Jumlah uang A,B, dan C Rp.195.000,00. Uang A 11/3 kali uang B, dan uang B 1/2 dari uang C. Berapa rupiah uang A,B, dan C masing-masing?
Format Kriteria Penilaian
PRODUK ( HASIL DISKUSI )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah 4
3
2
1

PERFORMANSI
No. Aspek Kriteria Skor
1.



2. Pengetahuan



Sikap * Pengetahuan
* kadang–kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap 4
2
1

4
2
1

Lembar Penilaian
No NamaSiswa Performan Produk JumlahSkor Nilai
Pengetahuan Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TINDAK LANJUT
Bagi anak yang belum mencapai ketuntasan, akan diadakan remidi dan bagi yang sudah mencapai ketuntasan, akan diberikan pengayaan.

Mengetahui
Kepala SDN 1 Tugu


(....................................)
NIP. Situbondo, ........................................
Guru Kelas V


(.....................................)
NIP.

0 komentar: