Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

MODUL Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn

0 komentar
MODUL Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn

Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran. Ada 4 bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Ke-4 bagian/komponen penting kurikulum ini saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai perilaku yang diinginkan/dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum.
Hierarki perumusan tujuan kurikulum dimulai dari tujuan umum pendidikan, kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
Materi/isi kurikulum menurut Saylor dan Alexander adalah fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk konsep, generalisasi, prinsip, dan pemecahan masalah.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi/materi kurikulum agar tujuan tercapai dan komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak.
Kurikulum adalah apa yang akan diajarkan sedangkan pembelajaran adalah bagaimana menyampaikan apa yang diajarkan. Menurut McDonald & Leeper kegiatan kurikulum adalah memproduksi rencana kegiatan, sedangkan pembelajaran adalah kegiatan melaksanakan rencana tersebut. Kurikulum dan pembelajaran pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu sistem persekolahan. Kurikulum dan pembelajaran adalah dua sistem yang saling terkait satu sama lain secara terus-menerus dalam suatu siklus.
Menurut Gagne dan Briggs pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mempengaruhi proses belajar dalam diri siswa. Menurut Gredler proses perubahan sikap dan tingkah laku siswa pada dasarnya terjadi dalam satu lingkungan buatan dan sangat sedikit bergantung pada situasi alami, ini artinya agar proses belajar siswa berlangsung optimal guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Proses menciptakan lingkungan belajar yang kondusif ini disebut pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola kegiatan pembelajaran adalah:
harus berpusat pada siswa yang belajar, belajar dengan melakukan, mengembangkan kemampuan sosial, mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah anak, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas siswa, mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan belajar sepanjang hayat.
Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum, yaitu sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa. Kegiatan pengembangan kurikulum ini perlu dilakukan untuk menghadapi dan mengantisipasi keadaan berikut, yaitu merespons perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial di luar sistem pendidikan, memenuhi kebutuhan siswa dan merespons kemajuan-kemajuan dalam pendidikan.
Masalah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum biasanya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana memilih materi yang diajarkan, apa yang harus dilakukan bila ada pandangan yang bertolak belakang dengan pengembang dan bagaimana menerapkan kurikulum secara meyakinkan.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.

Kegiatan Belajar 2:Prinsip, Pendekatan, dan Langkah-langkah dalam Pengembangan Kurikulum

Setiap pengembangan kurikulum, selain harus berpijak pada sejumlah landasan, juga harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, serta efisiensi dan efektivitas.
Prinsip relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara komponen tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antarberbagai jenis dan jenjang sekolah serta antartingkatan kelas. Prinsip efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan pendayagunaan semua sumber secara optimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Sementara itu, prinsip khusus yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, antara lain: prinsip keimanan, nilai dan budi pekerti luhur, penguasaan integrasi nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, berpusat pada anak, serta pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Apabila dianalisis secara mendalam beberapa prinsip khusus yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada dasarnya merupakan penjabaran dari empat prinsip umum pengembangan kurikulum.
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif dan akar rumput. Pendekatan administratif adalah suatu pendekatan dalam pengembangan kurikulum di mana ide atau inisiatif pengembangan muncul dari para pejabat atau pengembang kebijakan seperti Menteri Pendidikan, Kepala Dinas dan lain-lain. Sedangkan pendekatan akar rumput, ide pengembangan muncul dari keresahan para guru-guru yang mengimplementasikan kurikulum di sekolah di mana mereka menginginkan perubahan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan di sekolah.
Ada beberapa langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu: kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas.
Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.

Kerangka Dasar Kurikulum 2004
Landasan, Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan Sistem Persekolahan, dan Standar Kompetensi
Rangkuman
Adanya perkembangan dan perubahan yang terus-menerus dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang dipengaruhi oleh perubahan global, perkembangan pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya menuntut perlunya perubahan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum.
Perbaikan sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk memperoleh masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, dan keterampilan dari peserta didik agar nantinya memiliki kompetensi untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan kemajuan yang ada.
Penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang ada dalam peraturan UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Prinsip pengembangan kurikulum meliputi peningkatan keimanan dan budi pekerti, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, penguatan integritas nasional, perkembangan pengetahuan dan IT, kecakapan hidup 4 pilar pendidikan dan belajar sepanjang hayat.
Prinsip pelaksanaan kurikulum didasarkan pada kesamaan memperoleh kesempatan, berpusat pada anak, pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal.
Standar nasional pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana pengelolaan dan penilaian.
Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan satuan pendidikan. Tolok ukur kompetensi di tentukan dalam indikator.
Standar kompetensi lulusan dijabarkan dalam standar isi yang memuat bahan kegiatan, mata pelajaran, dan kegiatan belajar pembiasaan.
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan.
Struktur dan Pelaksanaan Kurikulum 2004
Struktur kurikulum berisi tiga hal, yaitu sejumlah mata pelajaran, kegiatan belajar pembiasaan, dan alokasi waktu.
Kegiatan belajar pembiasaan dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan dasar, dan menengah.
Taman kanak-kanak dan raudhatul athfal merupakan bentuk pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal. Struktur kurikulum TK memuat dua bidang pengembangan, yaitu pengembangan kegiatan belajar pembiasaan dan bentuk-bentuk kemampuan dasar.
Penjelasan kegiatan pembiasaan di TK, SD dilakukan dengan pendekatan tematik yang diorganisasikan sekolah.
Kurikulum SMA dan MA ada dua jenis, yaitu kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur program studi terdiri atas ilmu alam, ilmu sosial, dan bahasa.
Kurikulum program pilihan di SMA dan MA bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik.
Pelaksanaan kurikulum 2004 menerapkan prinsip “Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan”.
Standar nasional ditentukan pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah. Pelaksanaan kurikulum sekolah ini harus memperhatikan:
perencanaan dan pelaksanaan sesuai standar yang telah ditetapkan,
perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu,
menugaskan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam meningkatkan mutu pendidikan,
peningkatan pertanggungjawaban kinerja penyelenggaraan pendidikan,
mewujudkan ketentuan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan sesuai otoritasnya,
penyelesaian masalah pendidikan sesuai karakteristik wilayah.
Kurikulum dapat didiversifikasi untuk melayani keberagaman penyelenggaraan kebutuhan dan kemampuan sekolah dan melayani minat peserta didik.
Kegiatan kurikuler dikelompokkan menjadi kegiatan intrakurikuler, yaitu kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompetensi dan ekstrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan secara kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter, peningkatan kecakapan hidup sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah.
Kegiatan belajar pembiasaan diselenggarakan secara ber-kesinambungan mulai dari TK, SD, SMA, mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan mengenal unsur-unsur penting kehidupan.
Tantangan Kurikulum dan Pembelajaran di Abad XXI
Life Skills (Pendidikan Kecakapan Hidup)
Life skills atau pendidikan kecakapan hidup (PKH) adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dapat membantu siswa belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja sama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan dalam hidupnya.
PKH perlu dikenalkan pada siswa karena dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), karena kecakapan ini diperlukan oleh semua orang. Makna kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja karena diharapkan dengan kecakapan ini, seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
PKH terdiri dari:
kecakapan personal GLS (kecakapan hidup general),
kecakapan sosial GLS,
kecakapan akademik SLS (kecakapan hidup spesifik),
kecakapan vokasional SLS.
Keempat pilar pendidikan dari UNESCO adalah perwujudan dari siswa yang memiliki kecakapan hidup sesuai standar UNESCO. Keempat pilar ini kemudian diwujudkan dalam berbagai kompetensi yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pelaksanaan PKH di sekolah perlu kerja sama semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, misalnya persetujuan dan bantuan kepala sekolah, guru dan siswanya, guru-guru di kelas lain atau guru mata pelajaran lain, guru perpustakaan, orang tua siswa, staf administrasi sekolah dan lainnya. PKH perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Keterampilan Melek Informasi (Information literacy)
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan keterampilan melek informasi adalah serangkaian kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan, memanfaatkan informasi secara kritis dan etis, kemudian meng-komunikasikannya secara efektif dan efisien. Keterampilan melek informasi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan. Siswa yang mempunyai keterampilan melek informasi adalah siswa yang independent dan competent, yang dapat beradaptasi dengan perubahan apapun secara mandiri dan fleksibel.
Manfaat keterampilan melek informasi adalah dapat membiasakan siswa untuk selalu belajar untuk meneliti sesuatu dengan menggunakan strategi ilmiah, mengajak mereka untuk rajin membaca dan menulis untuk menambah pengetahuan, wawasan, maupun kecerdasan siswa sebagai bekal menuju manusia berkualitas.
Pelaksanaan keterampilan melek informasi di kelas dapat menggunakan metode ilmiah. Penilaian keterampilan ini juga perlu penilaian menyeluruh yang dapat menilai kemampuan dan hasil kerja siswa.

Pengembangan Rencana Pembelajaran
Ada banyak model pengembangan rencana pembelajaran diantaranya model Gagne, model Kemp, model Gerlach & Ely, model Dick dan Carey, model Banathy, dan model PPSI. Masing-masing model memiliki perbedaan dan persamaan. Persamaan dari model tersebut adalah mengandung 3 kegiatan pokok, yaitu: mengidentifikasikan masalah; mengembangkan pemecahannya; dan menilai pemecahan, dan mengandung unsur dasar yang sama yaitu siswa, tujuan, metode dan kegiatan belajar-mengajar.
Ada 5 kriteria untuk memilih model, yaitu harus sederhana, lengkap, dapat diterapkan, luas, dan teruji.
Langkah-langkah pengembangan model Banathy adalah:
Merumuskan tujuan belajar secara spesifik dan objektif,
Menyusun tes untuk mengukur ketercapaian tujuan,
Menentukan tugas-tugas yang akan diberikan agar tujuan dicapai, dan
Menganalisis sistem yang meliputi analisis fungsi tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana, siapa yang akan melakukannya, membagi fungsi pada tiap komponen, dan menentukan jadwal kapan pelaksanaannya dan di mana tempatnya.
Adapun langkah pengembangan model Dick & Carey meliputi:
Merumuskan tujuan pembelajaran.
Menentukan macam kegiatan belajar/keterampilan yang me-mungkinkan tujuan pembelajaran tercapai.
Mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa untuk menentukan pola strategi pembelajaran.
Merumuskan tujuan khusus.
Menyusun butir-butir tes berdasarkan acuan patokan.
Mengembangkan strategi pembelajaran, berupa pengalaman belajar yang akan dialami siswa.
Mengembangkan dan memilih materi/bahan pembelajaran.
Mengadakan evaluasi formatif.
Mengadakan revisi sistem hasil evaluasi formatif.
Mengadakan evaluasi sumatif.
Adapun langkah-langkah mengembangkan model Gerlach & Ely adalah:
Pertama: menentukan materi yang akan diajarkan serta merumuskan tujuan pembelajaran.
Kedua: menilai perilaku siswa yang belajar.
Ketiga: melakukan lima hal secara simultan, yaitu: menentukan strategi; mengatur pengelompokan siswa; mengalokasikan waktu; menentukan tempat atau ruangan mengajar, dan memilih sumber belajar yang akan digunakan.
Kegiatan Belajar 2:Perencanaan Kegiatan Ekstrakurikuler
Rangkuman
Dari beberapa sumber, terdapat beberapa kesamaan pengertian ekstrakurikuler, yaitu pertama, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang diprogramkan di luar jam pelajaran sekolah; kedua, kegiatan ekstrakurikuler diarahkan untuk membantu ketercapaian program kurikuler.
Perbedaan antara kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan kurikuler dapat ditinjau dari sifat kegiatan, waktu pelaksanaan, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, teknis pelaksanaan, serta kriteria evaluasi keberhasilan.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh kegiatan ekstrakurikuler diantaranya adalah memperluas, memperdalam pengetahuan dan kemampuan/kompetensi yang relevan dengan program intrakurikuler, memberikan pemahaman terhadap hubungan antarmata pelajaran, menyalurkan minat dan bakat siswa, mendekatkan pengetahuan yang diperoleh dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat/lingkungan, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.
Dalam upaya mencapai tujuan kegiatan ekstrakurikuler, ada sejumlah kegiatan yang dapat diprogramkan diantaranya adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara, pembinaan kedisiplinan dan hidup teratur, pembinaan kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan, pembinaan keterampilan, hidup mandiri dan kewiraswastaan, pembinaan hidup sehat dan kesegaran jasmani, serta pembinaan apresiasi dan kreasi seni. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk membantu secara langsung program kurikuler sekolah.
Keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya, sumber daya manusia yang tersedia seperti kepala sekolah, guru-guru; dana, sarana dan prasarana; serta perhatian orang tua siswa.
Perencanaan program kegiatan ekstrakurikuler perlu disusun oleh kepala sekolah bersama guru agar memperoleh hasil yang maksimal. Terdapat sejumlah komponen yang harus dirumuskan dalam perencanaan kegiatan ekstrakurikuler diantaranya bidang atau materi kegiatan, jenis kegiatan, tujuan atau hasil yang diharapkan, sarana penunjang, kendala atau hambatan yang mungkin muncul, waktu pelaksanaan, dan penanggung jawab. Sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan, perlu diperhatikan beberapa prinsip diantaranya berorientasi pada tujuan, prinsip sosial dan kerja sama, prinsip motivasi, prinsip pengkoordinasian dan tanggung jawab, serta prinsip relevansi.

Konsep Dasar Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran berarti penyusunan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Komponen perencanaan pembelajaran terdiri dari kemampuan mendeskripsikan kompetensi pembelajaran, memilih dan menentukan materi, mengorganisasi materi, menentukan metode/strategi pembelajaran, menentukan perangkat penilaian, menentukan teknik penilaian, dan mengalokasikan waktu. Komponen-komponen itu merujuk pada apa yang akan dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, sebelum kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya dilaksanakan.
Manfaat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun siswanya.
sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat dapat diketahui ketepatan dan kelambatan kerjanya.
sebagai bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
perencanaan pembelajaran dibuat untuk menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
Kegiatan Belajar 2: Pengembangan Silabus dan Rencana atau Satuan Pelajaran
Rangkuman
Silabus adalah garis besar ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok materi pelajaran. Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada kelas dan jenjang tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat.
KBK atau Kurikulum 2004 menyebutkan silabus sebagai:
Seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian hasil belajar.
Komponen silabus menjawab 1) kompetensi apa yang akan dikembangkan pada siswa? 2) bagaimana cara mengembang-kannya? 3) bagaimana cara mengetahui bahwa kompetensi sudah dicapai siswa?
Tujuan pengembangan silabus adalah membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam menjabarkan kompetensi dasar menjadi perencanaan pembelajaran.
Sasaran pengembangan silabus adalah guru, kelompok guru mata pelajaran di sekolah, kelompok kerja guru, dan dinas pendidikan.
Isi silabus minimal harus mencakup unsur:
tujuan mata pelajaran,
sasaran mata pelajaran,
keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik,
uraian topik-topik yang akan diajarkan,
aktivitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pembelajaran,
berbagai teknik evaluasi yang akan digunakan.
Komponen silabus terdiri dari: 1) bidang studi yang akan diajarkan, 2) tingkat sekolah dan semester, 3) pengelompokan standar kompetensi, kompetensi dasar, 4) indikator, 5) materi pokok, 6) strategi pembelajaran, 7) alokasi waktu, dan 8) bahan/alat/media. Komponen pokok silabus terdiri dari: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.
Manfaat silabus adalah sebagai pedoman dalam pengembangan seluruh kegiatan pembelajaran.
Prinsip pengembangan silabus adalah: ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa, sistematis, dan relevan.
Proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas tujuh langkah utama, yaitu: 1) penulisan identitas mata pelajaran, 2) perumusan standar kompetensi, 3) penentuan kompetensi dasar, 4) penentuan materi pokok dan uraiannya, 5) penentuan pengalaman belajar, 6) penentuan alokasi waktu, dan 7) penentuan sumber bahan.
Rencana mengajar merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam penentuan pengalaman belajar. Guru dapat mengembangkan rencana pembelajaran dalam berbagai bentuk.
Perencanaan pembelajaran dapat dibagi menjadi rencana mingguan dan harian. Rencana harian adalah rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap hari mengajar.
Dalam menyusun rencana pembelajaran harian ini guru perlu selalu berpusat pada siswa, dan semua kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar baik secara fisik maupun mentalnya.
Prinsip-prinsip persiapan mengajar adalah harus sederhana, dan fleksibel, kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, persiapan pembelajaran harus utuh dan menyeluruh serta jelas indikatornya, kemudian, harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program sekolah.

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn
Dalam persekolahan di negara kita, nama mata pelajaran PKn SMP/SMA pernah muncul dalam kurikulum tahun 1957 dengan istilah Kewarganegaraan yang merupakan bagian dari mata pelajaran Tata Negara. Kemudian, pada tahun 1961 muncul istilah civics dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Pada tahun 1968, mata pelajaran Civics berubah nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic Education. Dalam kurikulum 1975 nama mata pelajaran PKN berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian dalam kurikulum 1994 berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Selanjutnya, dalam kurikulum tahun 2004 nama mata pelajaran PPKn berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Para ahli memberikan definisi Civics dalam rumusan yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu bahwa Civics merupakan unsur atau cabang keilmuan dari ilmu politik yang secara khusus terutama membahas hak-hak dan kewajiban warga negara.
Dalam standar kompetensi kurikulum 2004, ditegaskan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education)” adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan dalam Encyclopedia of Educational Research dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (Suriakusumah, 1992). Sedangkan Turner dkk., mengungkapkan bahwa Civics merupakan suatu studi tentang hak-hak dan kewajiban dari warga negara.
Mata pelajaran PKn sangat esensial diberikan di persekolahan di negara kita sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter (National Character Building) yang setia dan memiliki komitmen kepada bangsa dan negara Indonesia yang majemuk. Selain itu, pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya.
Rumusan tujuan untuk masing-masing satuan pendidikan mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya. Dalam merumuskan tujuan dan materi pelajaran PKn SMP dan SMA, di samping harus memperhatikan tingkat perkembangan siswa juga harus melihat kesinambungan, kedalaman, dan sekuen antarkelas dan/atau antarjenjang pendidikan untuk menghindari terjadinya pengulangan yang mungkin saja akan mengakibatkan kebosanan siswa.
Dalam standar kompetensi kurikulum PKn tahun 2004, ditegaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam kurikulum PKn 2004 dikenal rumus indikator. Indikator-indikator tersebut merupakan indikator minimal untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Artinya, guru PKn dapat menambah dan mengembangkan indikator tersebut jika Anda menganggap indikator yang sudah ada belum memadai, dengan catatan tidak mengurangi indikator yang sudah ada.
Pembinaan Pribadi Siswa
Membahas tujuan PKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi mata pelajaran PKn karena keduanya saling berkaitan, di mana tujuan menunjukkan dunia cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, fungsi menunjukkan keadaan gerak, aktivitas dan termasuk dalam suasana kenyataan, dan bersifat riil dan konkret.
Demikian pula membicarakan fungsi PKn memiliki keterkaitan dengan visi dan misi mata pelajaran PKn. Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu “terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara”. Upaya pembinaan watak/ karakter bangsa merupakan ciri khas dan sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran PKn atau Civic Education pada umumnya.
Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu “membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral”. Untuk mewujudkan misi di atas, jelas bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan kewarganegaraan yang multidimensional agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya dalam berbagai aspek kehidupan.
Sementara itu, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Jika rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi keilmuan PKn maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan peserta didik;
fungsi PKn dalam membina keterampilan peserta didik;
fungsi PKn dalam membina watak/karakter peserta didik.
Melalui mata pelajaran PKn diharapkan peserta didik bukan hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral (pengetahuan kewarganegaraan), tetapi juga memiliki keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan kewajibannya di bidang politik, hukum, dan moral (keterampilan kewarganegaraan). Selain itu, melalui PKn diharapkan peserta didik memiliki sikap, rasa tanggung jawab dan hormat terhadap peraturan yang berlaku (watak kewarganegaraan).

Lingkup Materi PKn
Ruang lingkup materi PKn atau Civics menurut Hanna dan Lee meliputi berikut ini.
Informal content.
Formal Disciplines.
The response of pupils both to the informal and the formal studies.
Materi informal content merupakan bahan-bahan yang diambil dari kehidupan masyarakat sehari-hari yang ada di sekitar kehidupan siswa, meliputi berikut ini.
Bahan-bahan yang saling bertentangan (controversial issues).
Masalah yang sedang hangat dibicarakan dalam kehidupan masyarakat (current affairs).
Masalah yang tabu (taboo) atau Closed area yang terdapat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, pembelajaran yang menghubungkan materi yang diajarkan dengan masalah-masalah kehidupan masyarakat dikenal dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pembelajaran CTL, peserta didik didorong untuk belajar melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah.
Sejalan dengan seringnya perubahan nama atau label mata pelajaran PKn dari masa ke masa maka ruang lingkup materi PKn pun mengalami perubahan sejalan
dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia; sedangkan isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk “nations and character building” bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan bahan PKN (Civic Education) sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan UUD 1945, tetapi meliputi pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi.
Selanjutnya, dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 diuraikan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
Persatuan bangsa.
Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum).
Hak asasi manusia.
Kebutuhan hidup warga negara.
Kekuasaan dan politik.
Masyarakat demokratis.
Pancasila dan konstitusi negara.
Globalisasi.
Menurut pandangan Suryadi dan Somardi (2000) sistem kehidupan bernegara (sebagai bidang kajian PKn) merupakan struktur dasar bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Konsep negara tersebut didekati dari sudut pandang sistem, di mana komponen-komponen dasar sistem tata kehidupan bernegara terdiri atas sistem personal, sistem kelembagaan, sistem normatif, sistem kewilayahan, dan sistem ideologis sebagai faktor integratif bagi seluruh komponen.
Dilihat dari struktur keilmuannya, Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru mencakup tiga dimensi keilmuan, yaitu dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter atau watak kewarganegaraan (civic dispositions).

Sistem Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Permasalahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita adalah berkenaan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansi. Berbicara kualitas pendidikan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah materi pelajaran yang ada dalam kurikulum, dengan tidak melupakan unsur guru, input/siswa, dan sarana prasarana pendidikan. Khusus yang berkaitan dengan kurikulum, dipandang perlu untuk memberikan berbagai upaya, terutama yang berkaitan dengan pembaharuan atau perubahan sehingga kurikulum yang berkembang dapat memenuhi harapan masyarakat.
Berkenaan dengan permasalahan materi pelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum 2004 telah mengalami perubahan yang sangat besar, dari pengembangan materi dalam kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum 2004 pengembangan materi PKn, baik untuk jenjang SMP maupun SMA lebih bercirikan keilmuan. Hal ini tidak terlepas dari adanya karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn ) dengan paradigma baru, yaitu bahwa PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial; Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan Civic Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan.
Ruang lingkup pada bidang kajian dan aspek-aspeknya sebagai berikut persatuan bangsa; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); hak asasi manusia; kebutuhan hidup; kekuasaan dan politik; masyarakat demokratis; Pancasila dan konstitusi negara dan globalisasi.

Urutan Logis Materi PKn
Jika kemampuan dasar dan indikator dirumuskan dalam bentuk kata kerja maka standar materi dirumuskan dalam bentuk kata benda, atau kata kerja yang dibendakan. Selanjutnya, pokok-pokok materi tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan kegiatan pembelajaran. Setelah jenis dan cakupan materi ditentukan, langkah berikutnya adalah mengurutkan (squencing) materi tersebut sesuai dengan urutan mempelajarinya. Sama halnya dengan cara mengurutkan kemampuan dasar dan standar kompetensi, materi pelajaran dapat diurutkan dengan menggunakan pendekatan prosedural, hierarkis, dari sederhana ke sukar, dari konkret ke abstrak, spiral, tematis, dan terpadu.

Nilai, Moral, dan Norma dalam Materi PKn
Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Etika Kewarganegaraan (Civic Ethic). Modul ini ditujukan untuk mengembangkan kompetensi penguasaan bahan ajar, pada aspek kompetensi tentang pemahaman Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) khusus pada subkompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral.
Nilai merupakan sesuatu yang paling dasar, sesuatu yang bersifat hakiki, esensi, intisari atau makna yang terdalam. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, yang berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat ideal. Norma berisi perintah atau larangan itu didasarkan pada suatu nilai, yang dihargai atau dijunjung tinggi karena dianggap baik, benar atau bermanfaat bagi umat manusia atau lingkungan masyarakat tertentu. Nilai merupakan sumber dari suatu norma. Norma merupakan aturan-aturan atau standar penuntun tingkah laku agar harapan-harapan itu menjadi kenyataan. Moral dalam pengertian sikap, tingkah laku, atau perbuatan yang baik yang dilakukan oleh seseorang adalah merupakan perwujudan dari suatu norma dan nilai yang dijunjung tinggi oleh orang tersebut. Dengan demikian secara hierarkis dapat dikemukakan bahwa nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia, yakni sikap dan perbuatan yang baik.

Metode dan Media Pendidikan Kewarganegaraan
Setelah Anda mencocokkan hasil diskusi dengan rambu-rambu kunci jawaban di atas, cermati dengan baik rangkuman materi Kegiatan Belajar 1 sebagai berikut.
Ciri utama PKn (baru) tidak lagi menekankan pada mengajar tentang PKn tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau pada upaya-upaya guru untuk ber-PKn atau melaksanakan PKn. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran PKn yang efektif, tepat, menarik, dan menyenangkan untuk membelajarkan PKn tersebut.
Istilah strategi pembelajaran lebih luas daripada metode pembelajaran karena strategi pembelajaran diartikan sebagai semua komponen materi, paket pembelajaran, dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sedangkan metode lebih menunjuk kepada teknik atau cara mengajar. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, strategi (metode) pembelajaran yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran mesti dirumuskan terlebih dahulu dalam desain pembelajaran.
Penguasaan metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dimiliki seorang guru. Kemampuan dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa baik keberhasilan aspek kognitif maupun aspek afektif dan psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut rambu-rambu pembelajaran PKn dalam Kurikulum 2004, ditegaskan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya membelajarkan dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat 7 komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran, yaitu model VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif). VCT dianggap cocok digunakan dalam pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif. Pola pembelajaran VCT dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena pertama, mampu membina dan mempribadikan (personalisasi) nilai-moral. Kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai-moral yang disampaikan. Ketiga, mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral diri siswa dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya. Kelima, mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan. Keenam, mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai-moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang. Ketujuh, menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.



Alternatif Media Pembelajaran PKn

Perolehan pengetahuan dari pengalaman langsung dengan melihat, mendengar, mengecap, meraba serta menggunakan alat indra dapat dianggap permanen dan tidak mudah dilupakannya karena kata-kata yang mereka peroleh benar-benar mereka kenal yang diperolehnya melalui pengalaman yang konkret. Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah proses pembelajaran di kelas tetap berlaku.
Media pengajaran yang dirancang dengan baik dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses kegiatan pada diri siswa. Di samping itu, media dapat membawakan pesan atau informasi belajar dengan keandalan yang tinggi, yaitu dapat diulang tanpa mengalami perubahan isi.
Prinsip pengajaran yang baik adalah jika proses belajar mampu mengembangkan konsep, generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata. Konsep media pembelajaran lebih luas daripada pengertian alat peraga, sebab alat peraga hanya merupakan sebagian dari media pembelajaran. Secara umum yang dapat dijadikan media pembelajaran, antara lain slide, proyektor, peta, globe, grafik, diagram, gambar, film, bagan, diorama, tape recorder, dan radio.
Edgar Dale (1969) mengemukakan jenis media yang terkenal dengan istilah kerucut pengalaman (the cone of experience), yaitu;
(1) pengalaman langsung;
(2) pengalaman yang diatur;
(3) dramatisasi;
(4) demonstrasi;
(5) karyawisata;
(6) pameran;
(7) gambar hidup;
(8) rekaman, radio, dan gambar mati;
(9) lambang visual;
(10) lambang verbal.
Burton membagi media berdasarkan pengalaman langsung dan pengalaman tak langsung. Sedangkan Heinich mengklasifikasikan media menjadi dua kelompok, yaitu pertama, media yang tidak diproyeksikan, kedua, media yang diproyeksikan.
Terdapat beberapa persyaratan yang hendaknya diperhatikan dalam pengembangan media pengajaran Pendidikan Nilai dan Moral, yaitu;
(1) membawakan sesuatu/sejumlah isi-pesan harapan;
(2) memuat nilai/moral kontras atau dilematis;
(3) diambil dari dunia kehidupan nyata (siswa,lokal,nasional atau dunia);
(4) menarik minat dan perhatian siswa atau melibatkan diri siswa;
(5) kemampuan belajar siswa.

0 komentar:

MODUL PENELITIAN PENDIDIKAN SD

0 komentar
MODUL PENELITIAN PENDIDIKAN SD


BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini anda akan diperkenalkan tentang pengertian penelitian dan beberapa aspeknya. Juga akan dibahas tentang metode ilmiah dan non ilmiah serta perbedaannya. Bagian paling awal bab ini adalah mendiskripsikan hal tersebut. Bagian selanjutnya adalah pembahasan tentang ruang lingkup, manfaat, fungsi, masalah, tujuan penelitian.
Setelah membaca dan mengkaji bab ini, diharapkan : 1) mahasiswa mengetahui dan memahami tentang pengertian penelitian, metode ilmiah, dan ruang lingkup penelitian pendidikan ; 2) mahasiswa dapat menyusun rumusan masalah dan menentukan tujuan, penelitian.

1.1 PENELITIAN
Keingintahuan adalah sifat dasar dari manusia. Sifat ini yang mendorong manusia untuk mencari tahu apa yang belum diketahui. Manusia lebih mampu mengamati sejumlah objek yang berbeda satu dengan yang lain dan mengabstraksikan ciri-ciri yang sama dari objek –objek tersebut (Dantes, 2012). Ini disebabkan adanya sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya yakni manusia diberi akal sehingga mampu untuk berpikir.
Proses berpikir manusia dalam memperoleh pengetahuan menurut Rummel (1958) dalam Sanjaya (2013) terjadi dalam empat periode. Setiap satu periode bisa terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang. Keempat periode tersebut yaitu : 1) periode mencoba-coba; 2) periode otoritas; 3) periode argumentasi; dan 4) periode hipotesis dan eksperimen.
Berdasarkan proses berpikir manusia untuk mencari jawaban terhadap suatu permasalahan maka manusia melakukukan proses penelitian. Pada prinsipnya, pelaksanaan penelitian harus menggunakan metode ilmiah dalam pemecahan suatu masalah. Adapun pengertian tentang penelitian, terdapat bebrapa pendapat sebagai berikut:
a. Dalam penelitian ilmiah, selalu ditemukan dua unsur penting, yaitu observasi dan unsur nalar (reasoning) (Ostle, 1975 dalam Suprapto, 2013). Unsur observasi merupakan kegiatan di mana perolehan data tertentu diperoleh melalui kerja mata (observasi) desertai dengan pemahaman data tersebut. Nalar adalah suatu kemampuan untuk mengintepretasikan fakta dan data tersebut secara logis
b. Penelitian ilmiah adalah suatu proses penerapan suatu kaidah yang memungkinkan pengambilan generalisasi yang luas dan akurat tentang fenomena-fenomena yang ada (Edward L. Vockell, J.William Asher, 1995 dalam Suprapto, 2013). Yang dimaksud fenomena di sini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan siakap dan perbuatan atau perilaku siswa, guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan komponen pendidikan secara keseluruhan
c. Penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan memecahkan masalah melalui pengamatan masalah melalui pengamatan dan analisis yang sistematik serta objektif sehingga diperoleh suatu generalisasi atau pengembangan konsep maupun teori yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian yang akan datang (Dikembangkan dari batasan penelitian dari Jhon W. Best dan Jame V.Kahn, 1989 dalam Suprapto, 2013).
d. Sedangkan penelitian pendidikan menurut Sanjaya (2013), adalah suatu usaha cermat dan sistematis mengenai suatu hal untuk mengungkapkan atau merevisi fakta-fakta, teori-teori, atau aplikasi-aplikasi dalam bidang pendidikan.

1.2 METODE ILMIAH
Metode ilmiah adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis, empiris dan terkontrol. Dalam rumusan tersebut paling tidak ada empat pokok yang harus dipahami; 1) metode ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawabannya; 2) berpikir ilmiah dilakukan secara sistematis, artinya berpikir ilmiah dilakukan secara bertahap tidak zig-zag, dari mulai menyadari adanya masalah sampai merumuskan kesimpulan; 3) metode ilmiah didasarkan pada data empiris; dan 4) metode ilmiah adalah proses berpikir yang terkontrol.

A. LANGKAH-LANGKAH METODE ILMIAH

Minimal ada lima tahapan berpikir dengan megnggunakan metode ilmiah yakni merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan simpulan. Kelima tahapan tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut (Sanjaya, 2013).
1. Merumuskan Masalah
Berpikir secara ilmiah diawali dari kesadaran akan adanya maslah yang kemudian masalah itu dirumuskan dengan kalimat Tanya. Hal ini dimaksudkan dengan kalimat Tanya, akan memudahkan kita dalam mengumpulkan data, menganalisis data dan menyimpulkan.

2. Merumuskan Hipotesis

Secara umum hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang perlu pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam berpikir secara ilmiah kedudukan hipotesis sanagatlah penting. Dengan rumusan hipotesis yang jelas, akan mengarahkan kita pada proses selanjutnya. Dapat kita rasakan, ketika kita sedang mengadakan penelitian, kita akan dihadapkan pada sejumlah data penelitian, sehingga kita merasa sayang untuk membuangnya. Maka, melalui hipotesis kita akan terhindar dari data yang tidak perlu walaupun keberadaannya cukup penting. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis.
3. Mengumpulkan Data

Tahap ketiga dalam berpikir ilmiah adalah mengumpulakan data. Tahap ini adalah tahap lapangan, mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan, mengumpulkan data memiliki peran tersebdiri yang sangat penting dalam menerapakan metode ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Artinya, diterima dan ditolaknya hipotesis sangat tergantung pada data yang terkumpul.
4. Menguji Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang kita ajukan. Berpikir ilmiah pada dasarnya adalah proses penggujian hipotesis. Menguji hipotesis bukanlah untuk membenarkan atau menyalahkan, namun menerima atau menolaknya. Oleh sebab itu, seblum kita mengujinya terlebih dahaulu kita menetapkan taraf signifikansi, maka akan semakin tinggi pula derajat kepercayaan hasil penelitian kita. Mengapa demikian? Sebab taraf signifikan berhubungan dengan ambang batas kesalahan pengujian itu sender.
5. Merumuskan Simpulan
Langkah terakhir dalam berpikir ilmiah adalah merumuskan simpulan. Rumusan simpulan tentu saja harus sesuai dengan maslah yang kita ajukan. Simpulan dirumuskan dalam kalimat deklaratif yang singkat dan jelas. Kita harus menghindari data-data yang tidak relevan dengan masalah yang kita ajukan walaupun menurut penilaian kita data itu cukup penting. Hal ini perlu ditekankan, sebab sering terjadi kita terkecoh oleh hasil temuan kita yang dianggap penting walaupun tidak relevan dengan rumusan masalah.

B. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN ILMIAH

Penelitian ilmiah bukanlah upaya yang dilakukan hanya sekadar ingin mengetahui sesuatu, akan tetapi juga berkenaan dengan upaya untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan baik yang berhubungan dengan gejala-gejala social atau gejala-gejala kealaman.
Bagaimana proses penelitian ilmiah sebagai upaya untuk menjawab suatu permasalahan tersebut, dibawah ini disajikan skema langkah-langkah penelitian berdasarkan metode ilmiah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian adalah penyaluran rasa ingin tahu manusia terhadap sesuatu/masalah dengan melakukan tindakan tertentu (misalnya memeriksa, menelaah, mempelajari dengan cermat/sungguh-sungguh) sehingga diperoleh suatu temuan berupa kebenaran, jawaban, atau pengembangan ilmu pengetahuan. Terkait dengan ilmu pengetahuan, dapat dikemukakan tiga tujuan umum penelitian yaitu (Depdikanas 2008):
1. Tujuan Eksploratif, penelitian dilaksanakan untuk menemukan sesuatu(ilmu pengetahuan) yang baru dalam bidang tertentu. Ilmu yang diperoleh melalui penelitian betul-betul baru belum pernah diketahui sebelumnya.Misalnya suatu penelitian telah menghasilkan kriteria kepemimpian efektif dalam MBS. Contoh lainnya adalah penelitian yang menghasilkan suatu metode baru pembelajaran matematika yang menyenangkan siswa.
2. Tujuan Verifikatif, penelitian dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Data penelitian yang diperoleh digunakan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap infromasi atau ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, suatu penelitian dilakukan untuk membuktian adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap gaya kepemimpinan. Contoh lainnya adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas metode pembelajaran yang telah dikembangkan diluar negeri jika diterapkan di Indonesia.
3. Tujuan Pengembangan, penelitian dilaksanakan untuk mengembangkan sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan atau memperdalam ilmu pegetahuan yang telah ada. Misalnya penelitian tentang implementasi metode inquiry dalam pembelajaran IPS yang sebelumnya telah digunakan dalam pembelajaran IPA. Contoh lainnya adalah penelitian tentang sistem penjaminan mutu (Quality Assurannce) dalam organisasi/satuan pendidikan yang sebelumnya telah berhasil diterpakan dalam organisasi bisnis/perusahaan.

1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN PENDIDIKAN

Ruang lingkup penelitian pendidikan lua sekali karena pendidikan sendiri merupakan bidang kajian yang terkait erat dengan beberapa disipilin ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antropologi, poltik, ekonomi dan sebagainya. Banyak sekali konsep atau teori pendidikan yang dikembangkan dengan medapatkan inspirasi atau berlandaskan berbagai bidang ilmu tersebut. Contoh dalam hal ini adalah pengkajian konsep-konsep seperti : intelegensia, pengembangan sumber daya manusia, difusi, otoritas, efektifitas biaya, konsep diri, dan budaya dalam praktik pendidikan di lapangan (Anggoro, dkk. 2007).
Menurut Sanjaya (2013), tema atau area penelitian pendidikan dilihat dari sistem pendidikan. Sebagai suatu system, pendidikan terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan. Secara sederhana system pendidikan digambarkan sebagai berikut ini.


Sebagai suatu system pendidikan terdiri atas tiga komponen pokok, yakni input, proses, dan output. Kita dapat menentukan tema penelitian dari tiga area pendidikan diatas.
a. Area Penelitian Pendidikan Dilihat dari aspek input : 1) siswa atau pembelajar; 2) guru atau pengajar; 3) kurikulum yang digunakan; 4) sarana dan fasilitas pendidikan; 5) lingkungan belajar; dan sebagainya.
b. Area Penellitian Pendidikan Dilihat dari Aspek Proses : 1) berbagai strategi pembelajaran; 2) model-model pembelajran; 3) ragam media pembelajaran; 4) performance guru dan siswa dalam pembelajaran; 5) penerapan teori pembelajaran; 6) pengelolaan kelas; dan sebagainya.
c. Area Penelitian Pendidikan Dilihat dari Aspek Output : 1) performance lulusan suatu lembaga pendidikan; 2) kinerja lulusan; 3) kesesuaian kemampuan lulusan dengan kompetensi yang diharapkan; 4) system evaluasi yang digunakan; 5) berbagai ragam alat evaluasi; dan sebagainya.
d. Area Penelitian Pendidikan Ditinjau dari Tri Pusat Pendidikan. Ditinjau darai penyelenggaraan pendidiakan, tema penelitian dapat ditentukan dari tiga sudut pandang, yaitu : 1) Pendidikan dalam keluarga (pendidikan informal); 2) Pendidikan yang diselenggarakan masyarakat (pendidikan nonformal); 3) Pendidikan dipersekolahan (pendidikan formal).
e. Area Penelitian Pendidikan Ditinjau dari Bidang Pendidikan. Ditinjau dari bidang pendidikanitu sender, dapat ditentukan area penelitian pendidikan dari sudut : Kurikulum dan pembelajaran, manajemen pendidikan, bimbingan dan konseling(psikologi pendidikan), pendidikan luar sekolah, pendidikan khusus, pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan.
f. Area Penelitian Pendidikan Ditinjau dari Bidang Studi atau Mata Pelajaran. Ditinjau dari bidang studi atau mata pelajaran penelitian pendidikan dapat ditentukan dari sudut : pendidikan moral dan humaniora, pendidikan IPS dengan berbagai variasinya, pendidikan MIPA dengan variasinya, pendidikan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, pendidikan bahasa asing, pendidikan olahraga dan kesehatan.

1.5 BATASAN DALAM PENELITIAN PENDIDIKAN

Meskipun ruang lingkup penelitian pendidikan sangat luas, dalam beberapa hal, penelitian pendidikan mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang perlu disadari oleh peneliti. Beberapa keterbatasan tersebut pada dasarnya merupakan konsekuensi dari kompleksitas maslah dan metodologi yang bersumber dari subjek penelitian itu sendiri, yakni manusia.
Menurut Anggoro,dkk (2007) kompleksitas pendidikan merupakan pembatas karena fenomena yang muncul dalam penelitian pendidikan merupakan dampak interakasi antar pelaku-pelaku yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri (dalam hal ini adalah orang tua, siswa, guru, masyarakat, dan sebagainya). Penelitian terhadap individu-individu pelaku tersebut akan tidak ada maknanya apabila mereka tidak dilihat dari perspektif konteks kehidupan nyata.
Keterbatasan yang kedua dalam penelitian pendidikan adalah metodologi yang digunakan. Fenomena yang dikaji dalam dunia pendidikan melibatkan pengukuran karakteristik manusia yang berhubungan dengan cara-cara pemecahan masalah yang menggunakan keterampilan berpikir sebagai pokok kajian. Metode yang digunakan untuk pengukuran tersebut tidak muadah karena konsep yang diukur seperti ; intelegensia, prestasi, gaya kepemimpinan, kelompok interaktif, dan sebagainya masih diperdebatkan.

1.6 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN PENDIDIKAN

Masalah timbul karena adanya perbedaan atau penyimpangan antara hal atau situasi yang diharapkan (ideal) dengan hal atau situasi yang terjadi pada saat ini (George P. Huber, 1985 dalam Suprato, 2013).
Masalah penelitian merupakan suatu pernyataan yang mempersoalkan keberadaan suatu varibel atau mempersoalkan hubungan antara variable pada suatu fenomena. Variabel merupakan suatu arti yang dapat membedakan anatar sesuatu dengan yang lainnya (Kountur, 2004).
Walaupun masalah yang ada dan tersedia cukup banyak, tetapi kadang-kadang sulit bagi si peneliti untuk memilih masalah mana yang baik untuk diteliti. Masalah dapat terjadi di kelas yaitu interaksi antara guru dan murid, pengelolan edukatif dari kepala sekolah, keberadaan prasarana dan saran sekolah, pendekatan dan metode mengajar, teknik dan strategi mengajar dan lain sebagainya. Beberapa masalah dapat diidentifikasi, kemudian perlu ditentukan masalah mana yang baik dan urgen untuk diteliti.
Ciri-ciri masalah yang baik untuk penelitian adalah sebagai berikut :
1. Masalah penelitian merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk diungkapkan dan diteliti. Dalam penelitian, maslaah yang telah dirumuskan harus dicari pemecahannya agar bermanfaat bagi kehidupan manusia atau pengembang ilmu pengetahuan.
2. Masalah harus merupakan sesuatu yang baru (up to date). Peneliti dengan masalah yang sama mungkin saja dilakukan pada satu atau daerah yang berbeda, karena hasilnya lebih dititikberatkan pada temuan. Penelitian yang sama tidak berarti menjiplak karya orang lain, karena dalam pendayagunaan temuan penelitian pada tempat, situasi, dan kondisi yang berbeda akan berlainan, hal ini dimungkinkan asal instumen dan analisis statistiknya berbeda dan lebih baik.
3. Masalah harus merupakan hal yang penting, yaitu memiliki arti dan nilai, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang yang lain.
4. Masalah harus diuji atau dipecahkan melalui penelitian secara empirik, serta mengandung pengertian adanya hubungan variable-variabel yang dapat diukur.
5. Masalah harus dapat dinyatakan atau dirumuskan secara jelas, dan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
6. Masalah yang dipilih harus mempunyai kemungkinan untuk dipecahkan.
7. Pemecahan masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti serta menarik dan memungkinkan untuk diteliti.
Sumber-sumber di mana masalah penelitian dapat diperoleh diantaranya adalah :
1. Pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan manusia dapat merupakan sumber dari masalah yang akan diteliti, misalnya : seorang guru dapat menemukan masalah ketika hasil belajar siswa buruk dalam mata pelajaran A.
2. Pengamatan terhadap alam sekeliling, misalnya : seorang guru dapat memanfatkan lungkungan sekitar sekolah sebagai media pembelajaran
3. Bacaan yang berupa hasil-hasil penelitian, makalah, karya ilmiah serta jurnal. Banyak di antara hasil penelitian maupun karya ilmiah yang berisi rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut serta ditemukan maslah yang belum dipecahkan.
4. Masalah dapat diperoleh dengan mengulang percobaan-percobaan atau penelitian yang pernah dilakukan, dimana percobaan maupun penelitian yang pernah dilakukan, di mana percobaan maupun penelitian yang pernah dilakukan belum memuaskan. Dengan teknik analisis maupun metode serta peralatan yang lebih tepat akan membuat maslah dapat dipecahkan dengan lebih tepat dan memuaskan.
5. Adanya pernyataan-pernyataan pemimpin masyarakat dan adanya gejolak rasial dapat pula merupakan sumber masalah. Disamping itu adanya ketimpangan antar input dan output atau produktivitas sekolah dapat pula merupakan masalah penelitian.
6. Masalah penelitian dapat pula diperoleh dari diskusi serta pertemuan ilmiah dan seminar, sebab pada forum tersebut banyak argumentasi ilmiah serta analisis yang merupakan ide ditemukannya permasalahan penelitian.
7. Dengan melakukan observasi kegiatan belajar mengajar di kelas dapat ditemukan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan pendekatan dan metode mengajar, strategi dan teknik mengajar yang kurang menimbulkan motivasi siswa.
Setelah masalah diidentifikasi serta dipilih, kemudian perlu dirumuskan agar penelitian lebih terfokus dan terarah. Dari rumusan masalah ini kemudian dapat dirumuskan hipotesis dan menentukan judul penelitian. Adapun kaidah dalam merumuskan masalah adalah sebagai berikut ;
a. Masalah dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
b. Rumusan masalah hendaknya jelas dan tidak memiliki pengertian ganda.
c. Rumusan masalah harus berisi implikasi tersedianya data dan teknik statistic untuk analisis dan pengolahan data.
Contoh perumusan masalah ;
Masalah ;” terdapat keragaman perbedaan hasil belajar di suatu kelas.”
Perumusan masalah : “ apakah hasil belajar di kelas dapat dipengaruhi oleh motivasi belajar:
Dari perumusan masalah tersebut dapat dibuat judul penelitian sebagai berikut :
“ Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar siswa” atau “ Hubungan antara motivasi belajar dengan hasil belajar”.

1.7 PERUMUSAN TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian merupakan bagaian dari rencana penelitian secara keseluruhan dan tujuan tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Tujuan harus jelas karena seluruh aktivitas dan tahapan-tahapan penelitian lain seperti penentuan sampel, penyusunan intrumen, teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan sebaginya bertitik tolak dari tujuan tersebut. Jika tujuan spesifik, maka berbagai aktivitas yang tidak relevan yang dapat menghabiskan waktu, tenaga, dana dapat dihindari. Jika tujuan tidak spesifik, selain pemborosan energy, maka hal yang paling penting dari penelitian itu sender yakni maslah penelelitian, tidak akan terjawab dengan baik (Anggoro, dkk. 2007).
Jika anda telah merumuskan masalah dengan baik, maka anda tidak akan banyak mengalami kesulitan ketika merumuskan tujuan. Tergantung ruang lingkup penelitian anda. Tujuan dapat dirumuskan langsung dalam bentuk butir-butir tujuan atau dirumuskan dalam bentuk tujuan umum terlebih dahulu kemudian baru merincinya dalam bentuk butir-butir tujuan yang lebih spesifik. Berikut ini merupakan contoh bagaimana tujuan penelitian dirumuskan dengan bertitik tolak dari perumusan masalah

Masalah Tujuan
a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran konvensional?
b. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara media pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SD kelas V?
a. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran konvensional
b. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara media pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SD kelas V.


Pada tabel diatas bahwa perbedaan kolom masalah dan tujuan penelitian terletak dalam pengkalimatan butir-butir dalam perumusan masalah kedalam perumusan tujuan dengan mengganti kata ‘apakah’ dengan kata ‘mengetahui’. Artinya bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah jawaban pertanyan dari rumusan masalah.

1.8. LATIHAN
Untuk memperdalam materi diatas kerjakan latihan berikut :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode ilimiah ?
2. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah metode ilmiah?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penelitian pendidikan?
4. Buatlah skema tentang langkah-langkah penelitian ilmiah?
5. Perhatikan ilustrasi berikut!
Pada SD X metode yang digunakan dalam mengajar oleh guru dikelas Y lebih banyak menggunakan metode ceramah yang mengakibatkan hasil belajar siswa menurun.
Rumuskan masalah dan tujuan penelitian anda?


1.9 RANGKUMAN
Penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan memecahkan masalah melalui pengamatan masalah melalui pengamatan dan analisis yang sistematik serta objektif sehingga diperoleh suatu generalisasi atau pengembangan konsep maupun teori yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian yang akan datang
Metode ilmiah adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis, empiris dan terkontrol.Lima tahapan berpikir dengan megnggunakan metode ilmiah yakni merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan simpulan.
Penelitian pendidikan adalah suatu usaha cermat dan sistematis mengenai suatu hal untuk mengungkapkan atau merevisi fakta-fakta, teori-teori, atau aplikasi-aplikasi dalam bidang pendidikan. Sebagai suatu system pendidikan terdiri atas tiga komponen pokok, yakni input, proses, dan output.
Ruang lingkup penelitian pendidikan sangat luas, dalam beberapa hal, penelitian pendidikan mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang perlu disadari oleh peneliti. Beberapa keterbatasan tersebut pada dasarnya merupakan konsekuensi dari kompleksitas maslah dan metodologi yang bersumber dari subjek penelitian itu sendiri, yakni manusia. Keterbatasan yang kedua dalam penelitian pendidikan adalah metodologi yang digunakan.
Masalah penelitian merupakan suatu pernyataan yang mempersoalkan keberadaan suatu varibel atau mempersoalkan hubungan antara variable pada suatu fenomena. Variabel merupakan suatu arti yang dapat membedakan anatar sesuatu dengan yang lainnya
Tujuan penelitian merupakan bagaian dari rencana penelitian secara keseluruhan dakn tujuan tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Tujuan harus jelas karena seluruh aktivitas dan tahapan-tahapan penelitian lain seperti penentuan sampel, penyusunan instrumen, teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan sebaginya bertitik tolak dari tujuan tersebut



BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian dan tujuan pustaka, strategi mencari sumber pustaka, menyajikan tinjauan pustaka, dan merumuskan hipotesis.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian tinjauan pustaka
2. Menjelaskan tujuan dilakukannya tinjauan pustaka
3. Menjelaskan jenis-jenis sumber pustaka
4. Menerapkan strategi dalam mencari sumber pustaka
5. Menelaah sumber pustaka
6. Menyusun kerangka teori penelitian
7. Menyusun hipotesis penelitian

2.1 KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka (literature review) adalah proses kegiatan menelaah dan membaca bahan-bahan pustaka seperti buku-buku atau dokumen-dokumen, mempelajari dan menilai prosedur dan hasil penelitlian yang sejenis yang pernah dilakukan orang lain, serta mempelajari laporan-laporan hasil observasi dan hasil survei tentang masalah yaang terkait dengan topik permaslahan yang akan diteliti (Sanjaya, 2013). Melaksanakan kajian pustaka merupakan tahapan yang penting dan tidak mungkin dilewatkan dalam, setiap kerja penelitian termasuk penelitian pendidikan. Ada tiga makna pelaksanaan kajian pustaka untuk peneliti. Pertama, melalui kajian pustaka peneliti dapat lebih memahami secara teoritis dan konseptual tentang ide-ide pokok penelitian seperti yang tergambarkan pada pertanyaan penelitian. Kedua, kajian pustaka dengan menelusuri berbagai teori yang berkaitan, pada akhirnya peneliti dapat menemukan teori yang relevan yang selanjutnya dapat diangkat menjadi landasan teori sebagai pijakan dalam penelitian yang dapat menuntun peneliti dalam merumuskan sasumsi dasar serta hipotesis penelitian. Makna ketiga, peneliti juga dapat melihat kesamaan-kesamaan dan keterhubungan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan orang lain sebelumnya.
Sehubungan dengan sumber-sumber referensi yang dapat digunakan, ada beberapa yang mengandung informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti, yaitu :
a. Referensi Umum (general reerences)
Sumber ini memberikan petunjuk pada peneliti dari mana saja kita dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan misalnya artikel, monografi, buku-buku serta dokumen-dokumen yang secara langsung bersentuhan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
b. Sumber Pertama (Primary Sources)
Sumber pertama adalah publikasi individu sebagai pelaku dalam proses penelitian yang melaporkan secara langsung hasil penelitiannya ; serta mengkomunikasikan penemuan-penemuan dari hasil penelitian yang ia lakukan kepada pembaca dokumen. Biasanya sumber pertama ini ditulis pada jurnal-jurnal pendidikan yang biasa diterbitkan secara berkala.
c. Sumber Kedua (Secondary Sources)
Berbeda dengan sumber pertama, sumber kedua adalah publikasi penulis yang memamparkan hasil penelitian dan penemuan orang lain.
Tujuan Kajian Pustaka
Mengkaji bahan- bahan referensi merupakan bagian dari proses penelitian ilmiah. Mengkaji bahan pustaka, bukan saja dapat membantu peneliti untuk mengembangkan pemahaman dan wawasan yang luas sesuai dengan topik maslah penelitian, akan tetapi juga dapat mengetahui apa yang telah dilakukan orang lain terkait dengan tema penelitian kita, dengan demikian kita lakukan dalam konstelasi ilmu pengetahuan yang lebih luas. Adapaun tujuan dari kajian pustaka adalah sebagai berikut :
a. Membantu dalam membatasi masalah penelitian. Kajian pustaka dapat membantu dalam mengatasi masalah penelitian dan mendefinisikannya, sehingga masalah yang akan diteliti lebih jelas dan tajam.
b. Mencari pendekatan baru. Dalam mengkaji kepustakaan, sebaiknya kita bukan saja mempelajri apa yang telah kita kerjakan, akan tetapi juga kita mencari sesuatu yang lain yang kadang-kadang tersembunyi dan tidak terlihat.
c. Meningkatkan pemahaman terhadap metode baru. Mengkaji bahan-bahan pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang penerapan metode, pengukuran, subjek dan pendekatan penelitian yang digunakan, dengan bercermin dari pengalaman orang lain.
d. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Dalam melakukan kajian kepustakaan, ada baiknya bila kita mempelajari saran atau rekomendasi untuk melaksanakan penelitian sejenis yang lainnya.
Memilih bahan pustaka
Ada dua jenis bahan referensi yang biasanya memuat informasi yang kita butuhkan untuk penelitian kita, yakani bahan pustaka yang populer dan bahan pustaka yang tidak populer. Bahan pustaka yang populer adalah seluruh bahan biasanya bahan tercetak (printed material) yang dipublikasikan untuk umum dan bersifat komersial, seperti buku teks, koran, tabloid, dan majalah; sedangkan, bahan pustaka yang tidak populer adalah berbagai bahan pustaka yang dicetak untuk kalangan terbatas dan tidak bersifat komersial, misalnya jurnal, laporan penelitian, makalah, skripsi, tesis, desertasi dan lain sebagainya.
Dibawah ini disajikan beberapa bahan kepustakaan yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian.
a. Buku. Jenis buku yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian adalah buku teks (textbook), dan buku pegangan (handbook). Buku teks adalah tulisan seseorang yang dianggap ahli dalam bidang disiplin ilmu tertentu yang mengupas satu persoalan secara komprehensif sesuai dengan bidang keahliannya. Buku pegangan adalah buku yang berisi materi dari suatu kajian yang dikupas tidak mendala, biasanya digunakan dosen dan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah tertentu.
b. Majalah. Majalah adalah bahan tercetak (printed material) sebagai media masa berbentuk buku yang diterbitkan secara teratur dan bersifat komersil berisi tentang opini, berita berbagai peristiwa, artikel, karya sastra, dan lain-lain.
c. Koran/Surat Kabar dan Tabloid. Koran atau surat kabar adalah media masa berupa bahan tercetak berbentuk lembaran yang lepas-lepas berisi tentang berita berbagai peristiwa. Berisi opini, artikel, karya sastra, dan lain sebagainya.
d. Majalah. Majalah adalah media masa berbentuk buku yang diterbitkan secara teratur dan bersifat komersial berisi tentang opini berita berbagai peristiwa, artikel, karya sastra, dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa komersial berbeda dengan bahasa majalah ilmiah seperti jurnal yang harus menggunakan bahasa baku.
e. Jurnal. Jurnal adalah majalah ilmiah yang tidak populer, karena diterbitkan terbatas dan tidak dikomersialkan atau diperjualbelikan. Jurnal berisi tentang karya-karya ilmiah seperti artikel-artikel atau laporan dan hasil penelitian ilmiah yang diterbitkan oleh organisasi profesi tertentu atau lembaga tertentu secara berkala.
f. Laporan Periodik. Laporan periodik adalah majalah ilmiah yang diterbitkan oleh institusi baik pemerintah maupun swasta. Dalam laporan periodik tulisan-tulisan yang disajikan terbatas pada penelitian yang dilakukan oleh institusi yang menerbitkan laporan.
g. Laporan Penelitian. Laporan penelitian termasuk bahan bacaan yang tidak populer karena tidak diterbitkan untuk kepentingan umum. Ada dua jenis laopran penelitian. Pertama, laporan penelitian disusun sebagai syarat menyelesaikan studi di perguruan tinggi seperti skripsi, tesis, dan desertasi. Kedua, laporan penelitian biasa, baik laporan penelitian proyek maupun laporan penelitian untuk keperluan naik jabatan akademik dosen.
h. Sumber Pustaka Lainnya. Selain bahan bacaan diatas, peneliti juga dapat memanfaatkan sumber bahan lainnya, diantaranya anuual review, offprint dan bibliografi. Anuual review adalah resensi literatur yang pernah diterbitkan. Offprint adalah artikel lepas dari majalah atau buku. Bibliografi, adlah daftar artikel dari cabang keilmuan tertentu yang memuat juduk artikel, pengarang, penerbit, tahun terbit, kota tempat terbit, dan halaman tempat artikel itu dimuat.
Tahapan Kajian Kepustakaan
Menurut Fraenkel (1993) dalam Sanjaya (2013) ada beberapa langkah dalam mengkaji bahan pustaka yaitu :
1. Mendefinisikan Masalah Penelitian. Tahap pertama untuk mengadkan pengkajian pustaka adalah mendefinisikan maslah penelitian menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian yang spesifik dan terukur. Hal ini penting, sebab rumusan maslah yang terlalu umum akan suliti menetapkan data yang bagimana yang harus dikumpulkan serta bagiamana mengolahnya agar dapat merumuskan generelisasi yang dapat dimengerti semua orang.
2. Mempelajari Sumber Kedua yang Relevan. Kejelasan istilah yang terkandung dlam pertanyaan penelitian di atas, dapat memudahkan kita dalam mengkaji bahan pustaka selanjutnya. Kita perlu memahami terlebih dahulu secara teoritis tentang istiliah-istiliah yang terkandung dlam permasalahan. Teori-teiri dan konsep-konsep tersebut dapat ditemukan dalam sumber kedua.
3. Menyeleksi Referensi Umum. Setelah selesai membaca sumber kedua, anda akan mendapatkan informasi-informasi berharga yang sangat penting berkaitan dengan masalah penelitian yang dirumuskan. Berdasarkan informasi yang didapatkan, maka tahap ini anada dapat memperbaiki atau menulis ulang rumusan dan pertanyaan penelitian, sehingga rumusan tersebut semakin jelas dan terukur. Kalau hal ini sudah dilakukan, selanjutnya anda dapat menyeleksi satu atau dua referensi umum yang dapat membantu anada mengidentifikasi jurnal-jurnal khusus atau sumber pertama lainnya yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian.
4. Merumuskan Istilah Penelitian. Salah satu tujuan menyeleksi referensi umum adlah membantu peneliti dalam merumuskan istilah penelitian atau menemukan kata kunci yang dapat digunakan untuk membantu menunujukkan sumber pertama. Kata kunci ini sangat penting dalam merumuskan masalah penelitian.
5. Menjelejah Referensi Umum. Langkah kelima adalah menjelajah referensi untuk melihat daftar artikel, dan tempat artikel itu berada.
6. Membaca Sumber Pertama. Setelah melacak referensi umum, dan telah kita buat kartu-kartu bibliografi; langkah selanjutnya kita mencari sumber artikel sesuai dengan catatan yang terdapat pada kartu, dan manakala sudah didapatkan kita membacanya dan mencata hal-hal yang dianggap relevan dengan penelitian kita. Beberapa jenis yang termasuk pada sumber pertama adalah jurnal dan laporan penelitian.
Kaitan Tinjauan Pustaka dengan Daftar Pustaka
Di bagian awal tulisan in telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka yang mirip daftar pustaka. Misal: “Tentang hal A dibahas oleh si H dalam buku . . . . . . , si B dalam buku . . . . . . ; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam buku . . . . . . “. Peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh masingmasing pustaka secara rinci (hanya menyebutkan siapa dan dimana ditulis). Penyebutan judul buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas daftar pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidak disarankan. Pengacuan pustaka dalam tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan kaki, dan penulisan nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangan; tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup tulisan ini. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman).
Misal:
Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dah Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1) pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan.
Pengacuan cara di atas mempunyai kaitan erat dengan cara penulisan daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama penulis, tahun penerbitan dan seterusnya. Susunan dan format daftar pustaka tersebut memudahkan untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam tinjauan pustaka: “. . . . . . Mittra (1986) . . . . . .” Dalam daftar pustaka, tertulis: Mittra, S. S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John Wiley & Sons, New York, N. Y.
Sering terjadi, seorang penulis (usulan penelitian atau karya tulis) ingin menunjukan bahwa bahan bacaannya banyak; meskipun tidak dibahas dan tidak diacu dalam tulisannya, semuanya ditulis dalam daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukan dengan membahas dan mengemukakan secara jelas (menurut aturan pengacuan) apa yang diacu dari pustaka-pustaka tersebut dalam tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan pustaka tanpa menuliskannya dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi.

2.2 HIPOTESIS DAN PERUMUSANNYA

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menyangkut perilaku, gejala, kejadian, kondisi dan fakta sesuatu hal yang telah terjadi maupun untuk masa yang akan datang (Suprapto, 2013). Hipotesis atau jawaban sementara ini harus dibuktikan kebenarannya secara empirik melalui suatu penelitian. Dalam perumusannya, hipotesis merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis sangat penting dalam penelitian karena dapat memberikan arah dan panduan dalam menentukan jenis data yang dikumpulkan, disamping itu dapat pula memberikan batasan tentang ruang lingkup penelitoian secara keseluruhan maupun kegitan si peneliti itu sendiri. Apakah hipotesis selalu digunakan dalam penelitian? Hal ini tergantung dari sifat penelitian tersebut. Bila penelitian berhubungan dengan verifikasi dimana komponen-komponen dijalin oleh suatu kerangka teori dan adanya hubungan sebab akibat, maka hipotesis harus digunakan. Akan tetapi bila penelitian tadi bersifat eksploratif dan deskriptif, yang kerangka teorinya belum berkembang maka hipotesis tidak diperlukan, cukup dengan merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang kemudian diperoleh jawaban melalui suatu penelitian.

Ciri-ciri hipotesis yang baik
Hipotesis sebaiknya : 1) merupakan hubungan variabel; 2) sesuai dengan fakta; ) berhubungan dengan ilmu pengetahuan atau teori; 4) harus dapat diuji kebenarannya; dan 5) harus sederhana dan jelas yang dinyatakan dalam peryataan deklaratif.
Hubungan variabel harus merupakan pernyataan sebagai jawaban sementara tentang hubungan antara dua variabel atau lebih di mana variabel-variabelnya dapat diukur. Selain itu hipotesis harus sesuai dengan fakta dan serta mengandung konsep dan variabel yang jelas. Hipotesis harus relevan dengan ilmu pengetahuan atau teori pada setiap jam penelitian yang sedang dilakukan. Hipotesis harus dapat diuji dengan penalaran dan logis serta mempunyai alasan yang bersifat deduktif, pernyataan harus lebih spesifik, sebab bila terlampau umu akan sulit untuk diuji kebenarannya.
Secara umum, hipotesis harus mempertimbangkan semua fakta yang relevan, masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam dan dapat diuji dengan aplikasi deduktif maupun induktif agar dapat dibuktikan kebenarannya.

Jenis-jenis hipotesis
a. Hipotesis dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber dari aspek mana hipotesis dirumuskan, yaitu hipotesis induktif dan deduktif. Pada hipostesis induktif perumusannya berdasarkan hasil observasi, sedangkan hipotesis deduktif berdasarkan pada suatu teori.
b. Lazimnya hipotesis diklasifikasikan menjadi hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho). Hipotesis alternatif (Ha) yang dikenal sebagai hipotesis penelitian atau hipotesis kerja cenderung untuk mempermudah pekerjaan si peneliti serta memberi arah dalam memilih fenomena yang relevan dalam rangka pemecahan masalah penelitian. Hipotesis alternatif ini dapat dinyatkan dalam bentuk hubungan atau perbedaan. Yang dimaksud dengan hubungan adalah saling berhubungan antara dua variabel atau lebih, yang mendasari teknik korelasi maupun regresi. Sedangkan yang dimaksud dengan perbedaan adalah adanya ketidaksamaan antara variabel tertentu yang disebabkan oleh pengaruh variabel yang lain, dan hal ini mendasri teknik penelitian komparatif, selain itu dapat pula menyatakan hubungan sebab akibat. Hipotesis nol (Ho) atau dikenal juga sebagai hipotesis statistik yang mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistik Fisher. Apabila hipotesis nol ditolak setelah pengujian atau perhitungan statistik, maka hipotesis alternatif dinyatakan diterima atau sebaliknya. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau tidak ada perbedaan di antara variabel-variabel yang diteliti.
Contoh :
H0: Tidak Terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional
Ha: Terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut.
H0: µ1 = µ2
H1 : µ1 ≠ µ2
Keterangan :
µ1= rata-rata hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match)
µ2 = rata-rata hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional
c. Selain klasifikasi diatas, hipotesis dapat juga dikalsifikasikan berdasarkan pernyataan, yaitu hipotesis langsung atau satu arah (one tail) dan hipotesis tidak langsung atau dua arah (two tail).
Contoh :
1. Hipotesis langsung satu arah (one tail)
Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) menunjukkan hasil belajar IPS yang lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
2. Hipotesis tidak langsung atau dua arah (two tail)
Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Pada hipotesis ini, masih terdapat dua kemungkinan atau dua arah yaitu dinyatakan dengan kata perbedaan, di mana pengaruhnya dapat positif atau negatif terhadap hasil belajar IPS. Dalam uji signifikansi atau kebermaknaan dari perbedaan dua mean, menggunakan tabel satu arah bila hipotesisnya menyatakan satu arah dan menggunakan tabel dua arah bila hipotesisnya menyatakan dua arah.

2.3 SOAL LATIHAN

1. Jelaskan tujuan kenapa dalam dalam penelitian harus merumuskan kajian pustaka?
2. Sebutkan jenis-jenis sumber pustaka?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hipoteisis?
4. Berikan contoh hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha)?

2.4 RANGKUMAN

Kajian pustaka (literature review) adalah proses kegiatan menelaah dan membaca bahan-bahan pustaka seperti buku-buku atau dokumen-dokumen, mempelajari dan menilai prosedur dan hasil penelitlian yang sejenis yang pernah dilakukan orang lain, serta mempelajari laporan-laporan hasil observasi dan hasil survei tentang masalah yang terkait dengan topik permaslahan yang akan diteliti.
Ada dua jenis bahan referensi yang biasanya memuat informasi yang kita butuhkan untuk penelitian kita, yakani bahan pustaka yang populer dan bahan pustaka yang tidak populer. Bahan pustaka yang populer adalah seluruh bahan biasanya bahan tercetak (printed material) yang dipublikasikan untuk umum dan bersifat komersial, seperti buku teks, koran, tabloid, dan majalah; sedangakan, bahan pustaka yang tidak populer adalah berbagai bahan pustaka yang dicetaka untuk kalangan terbatas dan tidak bersifat komersial, misalnya jurnal, laporan penelitian, makalah, skripsi, tesis, desertasi dan lain sebagainya.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menyangkut perilaku, gejala, kejadian, kondisi dan fakta sesuatu hal yang telah terjadi maupun untuk masa yang akan datang.
Jenis-jenis hipotesis:
a. Hipotesis dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber dari aspek mana hipotesis dirumuskan, yaitu hipotesis induktif dan deduktif.
b. Lazimnya hipotesis diklasifikasikan menjadi hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho).
c. Selain klasifikasi diatas, hipotesis dapat juga dikalsifikasikan berdasarkan pernyataan, yaitu hipotesis langsung atau satu arah (one tail) dan hipotesis tidak langsung atau dua arah (two tail).




BAB III
DESAIN PENELITIAN

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat :
1. Membedakan ”pendekatan” penelitian kualitatif dan kuantitatif.
2. Memilih pendekatan untuk suatu kajian penelitian
3. Menyusun desain penelitian

3.1 PENELITIAN BERDASARKAN FUNGSINYA

Berdasarkan fungsinya, penelitian dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu penelitian dasar, penelitian terapan, dan penelitian evaluatif.
Ilmu-ilmu dasar baik dalam bidang sosial maupun eksakta dikembangkan melalui penelitian dasar, sedangkan penelitian terapan menghasilkan ilmu-ilmu terapan (kedokteran, teknologi, pendidikan). Penelitian terapan dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar. Penelitian dasar (basic research) adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan teori-teori ilmiah atau prinsip-prinsip yang mendasar dan umum dari bidang ilmu yang bersangkutan. Penelitian terapan (applied research) ditujukan untuk menemukan teori-teori atau prinsip-prinsip yang mendasar dan umum dari masalah yang dikaji sehingga dapat memecahkan/mengatasi suatu masalah serta masalah-masalah lain yang tergolong dalam tipe yang sama. Penelitian evaluatif (evaluation research) dimaksudkan untuk menilai suatu program atau kegiatan tertentu pada suatu lembaga. Penelitian evaluatif dapat digunakan untuk menilai manfaat, kegunaan, atau kelayakan suatu kegiatan/program tertentu. Pembahasan berikut ini ditekankan pada gambaran umum yang dapat membedakan ketiga jenis penelitian.

A. Penelitian Dasar
Penelitian dasar (basic research) disebut juga penelitian murni (pure research) atau penelitian pokok (fundamental research) adalah penelitian yang diperuntukan bagi pengembangan suatu ilmu pengetahuan serta diarahkan pada pengembangan teori-teori yang ada atau menemukan teori baru. Peneliti yang melakukan penelitian dasar memiliki tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa memikirkan pemanfaatan secara langsung dari hasil penelitian tersebut. Penelitian dasar justru memberikan sumbangan besar terhadap pengembangan serta pengujian teori-teori yang akan mendasari penelitian terapan. Penelitian dasar lebih diarahkan untuk mengetahui, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena-fenomena alam dan sosial. Hasil penelitian dasar mungkin belum dapat dimanfaatkan secara langsung akan tetapi sangat berguna untuk kehidupan yang lebih baik. Tujuan penelitian dasar adalah untuk menambah pengetahuan dengan prinsip-prinsip dasar, hukum-hukum ilmiah, serta untuk meningkatkan pencarian dan metodologi ilmiah (Sukmadinata, 2005).
Tingkat generalisasi hasil penelitian dasar bersifat abstrak dan umum serta berlaku secara universal. Penelitian dasar tidak diarahkan untuk memecahkan masalah praktis akan tetapi prinsip-prinsip atau teori yang dihasilkannya dapat mendasari pemecahan masalah praktis. Dengan kata lain, hasil penelitian dasar dapat mempengaruhi kehidupan praktis. Contoh penelitian dasar yang terkait erat dengan bidang pendidikan adalah penelitian dalam bidang psikologi, misalnya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perikalu manusia. Hasil penelitian tersebut sering digunakan sebagai landasan dalam pengembangan sikap untuk merubah perilaku melalui proses pembelajaran/pendidikan.

B. Penelitian Terapan
Penelitian terapan atau applied research dilakukan berkenaan dengan kenyataan-kenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian terapan berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu. Tujuan utama penelitian terapan adalah pemecahan masalah sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik secara individu atau kelompok maupun untuk keperluan industri atau politik dan bukan untuk wawasan keilmuan semata (Sukardi, 2003). Dengan kata lain penelitian terapan adalah satu jenis penelitian yang hasilnya dapat secara langsung diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Penelitian ini menguji manfaat dari teori-teori ilmiah serta mengetahui hubungan empiris dan analisis dalam bidang-bidang tertentu. Implikasi dari penelitian terapan dinyatakan dalam rumusan bersifat umum, bukan rekomendasi berupa tindakan langsung. Setelah sejumlah studi dipublikasikan dan dibicarakan dalam periode waktu tertentu, pengetahuan tersebut akan mempengaruhi cara berpikir dan persepsi para praktisi. Penelitian terapan lebih difokuskan pada pengetahuan teoretis dan praktis dalam bidang-bidang tertentu bukan pengetahuan yang bersifat universal misalnya bidang kedokteran, pendidikan, atau teknologi. Penelitian terapan mendorong penelitian lebih lanjut, menyarankan teori dan praktek baru serta pengembangan metodologi untuk kepentingan praktis. Penelitian terapan dapat pula diartikan sebagai studi sistematik dengan tujuan menghasilkan tindakan aplikatif yang dapat dipraktekan bagi pemecahan masalah tertentu. Hasil penelitian terapan tidak perlu sebagai suatu penemuan baru tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang sudah ada (Nazir, 1985). Akhir-akhir ini, penelitian terapan telah berkembang dalam bentuk yang lebih khusus yaitu penelitian kebijakan (Majchrzak,1984). Penelitian kebijakan berawal dari permasalahan praktik dengan maksud memecahkan masalah-masalah sosial. Hasil penelitian biasanya dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan.

C. Penelitian Evaluatif
Penelitian evaluatif pada dasarnya merupakan bagian dari penelitian terapan namun tujuannya dapat dibedakan dari penelitian terapan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan suatu program, produk atau kegiatan tertentu (Danim, 2000). Penelitian ini diarahkan untuk menilai keberhasilan manfaat, kegunaan, sumbangan dan kelayakan suatu program kegiatan dari suatu unit/ lembaga tertentu. Penelitian evaluatif dapat menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan kebijakan (Sukmadinata, 2005). Penelitian evaluatif dapat dirancang untuk menjawab pertanyaan, menguji, atau membuktikan hipotesis. Makna evaluatif menunjuk pada kata kerja yang menjelaskan sifat suatu kegiatan, dan kata bendanya adalah evaluasi. Penelitian evaluatif menjelaskan adanya kegiatan penelitian yang sifatnya mengevaluasi terhadap sesuatu objek, yang biasanya merupakan pelaksanaan dan rencana. Jadi yang dimaksud dengan penelitian evaluatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang terjadi, yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan rencana yang memerlukan evaluasi. Melakukan evaluasi berarti menunjukkan kehati-hatian karena ingin mengetahui apakah implementasi program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan benar dan sekaligus memberikan hasil sesuai dengan harapan. Jika belum bagian mana yang belum sesuai serta apa yang menjadi penyebabnya.
Penelitian evaluatif memiliki dua kegiatan utama yaitu pengukuran atau pengambilan data dan membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang digunakan. Berdasarkan hasil perbandingan ini maka akan didapatkan kesimpulan bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien dan efektif atau tidak. Atas dasar kegiatan tersebut, penelitian evaluatif dimaksudkan untuk membantu perencana dalam pelaksanaan program, penyempurnaan dan perubahan program, penentuan keputusan atas keberlanjutan atau penghentian program, menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program, memberikan sumbangan dalam pemahaman suatu program serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lingkup penelitian evaluative dalam bidang pendidikan misalnya evaluasi kurikulum, program pendidikan, pembelajaran, pendidik, siswa, organisasi dan manajemen.Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar, tolok ukur atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata sesuatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria agar dapat diketahui kesenjangan antara kondisi nyata dengan kriteria (kondisi yang diharapkan). Penelitian evaluatif bukan sekedar melakukan evaluasi pada umumnya. Penelitian evaluatif merupakan kegiatan evaluasi tetapi mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi sebuah penelitian, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologi secara benar sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sejalan dengan makna tersebut, penelitian evaluatif harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Arikunto, 2006):
1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian ilmiah pada umumnya.
2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir sistemik yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dan beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dan objek yang dievaluasi.
3. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dan objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.
4. Menggunakan standar, kriteria, dan tolok ukur yang jelas untuk setiap indikator yang dievaluasi agar dapat diketahui dengan cermat keunggulan dan kelemahan program.
5. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi sub komponen, dan sampai pada indikator dan program yang dievaluasi.
6. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
7. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan rekomendasi bagi kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria,atau tolak ukur.

3.2 PENDEKATAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Berdasarkan pendekatan yang mendasarinya, secara garis besar dapat dibedakan dua macam penelitian yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan tersebut memiliki asumsi, tujuan, karakteristik, dan prosedur yang berbeda. Namun demikian, permasalahannya tidak terletak pada keunggulan atau kelemahan setiap pendekatan, tetapi sejauh mana peneliti mampu bersikap responsif dengan mengembangkan desain yang tepat untuk penelitiannya. Pembahasan berikut ini tidak bermaksud mempermasalahkan kebenaran atau kekurangan kedua pendekatan penelitian melainkan untuk menguraikan perbedaan-perbedaan mendasar antara penelitian -penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan penekanan pada penelitian kualitatif (mengingat pendekatan penelitian kualitatif jarang dilakukan), serta kemungkinan untuk menggabungkan kedua pendekatan penelitian tersebut.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif telah lama mendominasi tidak hanya pada penelitian ilmu-ilmu alam tetapi juga ilmuilmu sosial. Prinsip-prinsip teoretis penelitian kuantitatif yang salah satunya adalah mengkonstruksikan pengetahuan pada prosedur eksplisit, eksak, formal dalam mendefinisikan konsep serta mengukur konsep-konsep dan variable (Poerwandari, 1998). Namun, terdapat beberapa peneliti sosial yang melakukan penelitian kualitatif berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial sangat unik sehingga sulit dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu bahkan dapat menghilangkan makna yang sesungguhnya.

A. Penelitian Kuantitatif

Hakikat Penelitian Kuantitatif
Beberapa penjelasan sebelumnya mengemukakan bahwa penelitian ilmiah adalah proses yang sistematis. Maknanya penelitian dilakukan dengan urutan dan prosedur tertentu yang bersifat tetap dan para peneliti mengikuti cara seperti itu dalam penelitiannya. Prosedur penelitian merupakan pedoman peneliti untuk melakukan penelitian dengan cara yang benar. Peneliti tidak dapat melakukan penelitian hanya dengan cara mengumpulkan data dan menganalisisnya, tetapi penelitian harus berawal dari penemuan permasalahan dan berlanjut kepada tahap-tahap selanjutnya. Proses penelitian ilmiah secara umum harus memenuhi tahapan perumusan masalah, telaah teoretis, verifikasi data, dan kesimpulan. Tahap-tahap ini berlaku untuk pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu upaya pencarian ilmiah (scientific inquiry) yang didasari oleh filsafat positivisme logikal (logical positivism) yang beroperasi dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika,kebenaran, hukum-hukum, dan prediksi (Watson, dalam Danim 2002). Fokus penelitian kuantitatif diidentifikasikan sebagai proses kerja yang berlangsung secara ringkas, terbatas dan memilah-milah permasalahan menjadi bagian yang dapat diukur atau dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan, menguji hubungan antar variabel, menentukan kausalitas dari variabel, menguji teori dan mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif (untuk meramalkan suatu gejala).
Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang menghasilkan data numerikal (angka). Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik untuk mereduksi dan mengelompokan data, menentukan hubungan serta mengidentifikasikan perbedaan antar kelompok data. Kontrol, instrumen, dan analisis statistik digunakan untuk menghasilkan temuan-temuan penelitian secara akurat. Dengan demikian kesimpulan hasil uji hipotesis yang diperoleh melalui penelitian kuantitatif dapat diberlakukan secara umum.
Pendekatan kuantitatif seperti penjelasan di atas mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka. Terdapat sejumlah situasi yang menunjukkan kapan sebaiknya penelitian kuantitatif dipilih sebagai pendekatan antara lain:
1. Bila masalah yang merupakan titik tolak penelitian sudah jelas. Masalah adalah penyimpangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan, aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktek, antara rencana dengan impelementasi atau tantangan dengan kemampuan. Masalah ini harus ditunjukkan dengan data, baik hasil pangamatan sendiri maupun pencermatan dokumen. Misalnya penelitian kuantitatif untuk menguji efektivitas pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, maka data prestasi belajar siswa sebagai masalah harus ditunjukkan.
2. Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan infomasi yang luas tetapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Misalnya penelitian tentang disiplin kerja guru di Kabupaten Bandung. Peneliti dapat mengambil sampel yang representatif, tidak berarti harus semua guru di kabupaten Bandung menjadi sumber data penelitian.
3. Bila ingin diketahui sejauh mana pengaruh perlakuan/ treatment terhadap subyek tertentu. Untuk kepentingan ini metode eksperimen paling cocok digunakan. Misalnya penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap prestasi belajar siswa.
4. Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian dapat berbentuk dugaan mengenai hubungan antar variabel (hipotesis asosiatif) ataupun perbedaan skor variabel antar kelompok (hipotesis komparatif). Misalnya peneliti ingin mengetahui perbedaan antara disiplin kerja guru laki-laki dengan guru perempuan. Hipotesis komparatif yang diuji adalah: “Terdapat perbedaan disiplin kerja guru laki-laki dengan guru perempuan”. Contoh lain misalnya peneliti ingin mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Hipotesis asosiatifyang diuji dalam penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan antaramotivasi kerja dengan kinerja guru”.
5. Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan fenomena yang empiris dan dapat diukur. Misalnya ingin mengetahui IQ guru pada sekolah tertentu, maka dilakukan pengukuran melalui tes IQ terhadap guru-guru pada sekolah yang bersangkutan.
6. Bila peneliti ingin menguji terhadap adanya suatu keraguan tentang kebenaran pengetahuan, teori, dan produk atau kegiatan tertentu. Misalnya peneliti ingin mengetahun variabel yang lebih efektif apakah pembelajaran menggunakan metode diskusi atau penugasan. Dalam hal ini, peneliti harus mengukur hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan hasil belajar siswa yang menggunakan metode penugasan. Pada tahap selanjutnya hasil pengukuran tersebut dibandingkan.
Prosedur Penelitian Kuantitatif
Langkah-langkah penelitian kuantitatif adalah operasionalisasi metode ilmiah dengan memperhatikan unsur-unsur keilmuan. Penelitian kuantitatif sebagai kegiatan ilmiah berawal dari masalah, merujuk teori, mengemukakan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Penelitian kuantitatif berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis, sebagai suatu aktivitas penelitian pendahuluan (prariset). Agar masalah ditemukan dengan baik memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
Kegiatan penelitian dimulai dengan mengidentifikasikan permasalahan atau isu-isu yang penting, aktual dan menarik. Dan yang paling penting adalah manfaat yang dihasilkan bila masalah itu diteliti. Masalah dapat digali dari berbagai sumber empiris ataupun teoretis sebagai aktivitas penelitian pendahuluan (pra-penelitian). Agar masalah ditemukan dengan baik diperlukan fakta-fakta empiris diiringi penguasaan teori yang diperoleh melalui pengkajian berbagai literatur relevan. Pada tahap selanjutnya, penelitian melihat tujuan sebagai suatu permasalahan. Masalah yang telah ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah. Pada umumnya rumusan masalah penelitian kuantitatif disusun dalam bentuk pertanyaan. Rumusan masalah merupakan penentuan faktor-faktor atau aspek-aspek yang terkait dengan lingkup kajian penelitian.
Dalam praktiknya faktor-faktor serta aspek-aspek yang berkaitan dengan kajian permasalahan sangat banyak dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan pembatasan pada faktor atau aspek yang dominan saja. Penelitian membagi permasalahan menjadi sub-sub permasalahan yang dapat dikelola dalam arti layak dan terjangkau untuk diteliti. Setiap sub permasalahan dicari kemungkinan jawabannya secara spesifik dalam bentuk hipotesis yang sesuai. Dalam hal inilah diperlukan studi kepustakaan yaitu kegiatan untuk mengkaji teori-teori yang mendasari penelitian. Dalam kegiatan ini juga dikaji hal-hal empiris yang bersumber dari penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian menahan sementara hipotesis atau pertanyaan sampai semua data terkumpul dan diinterpretasikan.
Pada tahap selanjutnya, penelitian diarahkan untuk mencari data didasari oleh rumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan desain penelitian yang berisi tahapan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data (populasi dan sampel), serta alasan mengapa menggunakan metode tersebut. Sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan, terlebih dahulu harus ditetapkan teknik penyusunan dan pengujian instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Data yang diperoleh kemudian di analisis menggunakan teknik statistik. Hasil analisis data merupakan temuan yang belum diberi makna.
Pemaknaan hasil analisis data dilakukan melalui interpretasi yang mengarah pada upaya mengatasi masalah atau menjawab pertanyaan penelitian. Dalam tahapan ini dikemukakan tentang penerimaan atau penolakan hipotesis. Interpretasi dibuat dengan melihat hubungan antara temuan yang satu dengan temuan lainnya. Kesimpulan merupakan generalisasi hasil interpretasi. Terhadap kesimpulan yang diperoleh maka diciptakanlah implikasi dan rekomendasi serta saran dalam pemanfaatan hasil
penelitian.

B. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Hakikat Penelitian Kualitatif
Membuat batasan atau definisi tentang penelitian kualitatif memang tidak mudah, mengingat banyaknya perbedaan pandangan yang ada. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam penelitian terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu (Sukmadinata, 2005). Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi social mereka (Danim, 2002). Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).
Pembahasan sebelumnya telah menjelaskan penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dimulai dengan proses berpikir deduktif untuk mendapatkan hipotesis, kemudian melakukan verifikasi data empiris, dan menguji hipotesis berdasarkan data empiris, serta menarik kesimpulan atas dasar hasil pengujian hipotesis. Untuk itu, peranan statistika sangat diperlukan dalam proses analisis data. Penelitian pendidikan akhirakhir ini sudah mulai memusatkan perhatian kepada konsep-konsep yang timbul dari data. Dengan demikian perhatian bukan kepada angka-angka yang diperoleh melalui pengukuran empiris, namun pada konsep-konsep yang terdapat di dalamnya. Suatu peristiwa empiris dapat menghasilkan suatu
konsep. Konsep-konsep yang timbul dari data empiris dicari hubungannya untuk membentuk teori.
Atas dasar uraian di atas, dapat dikemukakan lima ciri pokok sebagai karakteristik penelitian kualitatif yaitu:
1. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
2. Memiliki sifat deskriptif analitik
3. Tekanan pada proses bukan hasil
4. Bersifat induktif
5. Mengutamakan makna
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi social merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung. Misalnya peneliti ingin mengetahui peran kepala sekolah dalam pembinaan guru. Peneliti harus mendatangi suatu sekolah kemudian mengali informasi yang terkait dengan peran kepala sekolah dalam pembinaan guru baik itu dari kepala sekolah, guru, maupun dokumen sekolah.
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data. Misalnya ketika peneliti ingin mengetahui peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, berdasarkan data/informasi yang ada peneliti harus mampu menguraikan tujuan kepala sekolah dalam pembinaan guru, langkah-langkah yang dilakukan kepala sekolah dalam \ pembinaan guru, serta bagaimana respon guru terhadap pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentaransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut. Misalnya ketika meneliti peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti tidak mengukur frekuensi pembinaan yang dilakukan akan tetapi mengamati untuk apa pembinaan dilakukan serta bagaimana cara pembinaan dilaksanakan.
Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan. Misalnya ketika meneliti peran kepala sekolah dalam membina guru, peneliti harus berusaha menemukan prinsip dan konsep-konsep atas dasar fakta. Peneliti tidak berupaya menerapkan teori/konsep yang terkait dengan pembinaan, akan tetapi berusahamenemukan konsep berdasarkan fakta dari lapangan.
Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah
dan guru) diungkap oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan tepat.
Berdasarkan ciri di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi tak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks dan situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti cukup lama berada di lapangan.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk kepentingan yang berbeda bila dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif Berikut ini dikemukakan kapan sebaiknya pendekatan kualitatif digunakan, antara lain:
1. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau mungkin malah masih gelap. Kondisi semacam ini cocok diteliti dengan pendekatan kualitatif, karena peneliti kualitatif akan langsung masuk pada situasi, melakukan eksplorasi, sehingga masalah ditemukan dengan jelas.
2. Bila peneliti ingin memahami makna di balik data yang tampak. Gejala sosial sering tidak dapat dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Misalnya persepsi guru tentang kepemimpinan kepala sekolah akan berbeda dengan persepsi kepala sekolah. Data untuk mencari makna kepemimpinan kepala sekolah tersebut hanya cocok diteliti dengan metode kualitatif misalnya melalui wawancara mendalam, observasi, dan juga pencermatan dokumen.
3. Bila peneliti ingin memahami interaksi sosial. Interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan cara berperan serta, wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut. Misalnya pemahaman terhadap kepemimpinan kepala sekolah hanya dapat dilakukan melalui kajian mendalam bukan hanya pengukuran sepintas. Dengan demikian dapat ditemukan pola hubungan yang jelas sehingga dapat ditemukan hipotesis yang berupa hubungan antar gejala. Bila hipotesis terbukti, maka akan menjadi tesis atau menjadi teori.
4. Bila peneliti ingin memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit dipastikan kebenarannya. Melalui berbagai teknik pengumpulan data kualitatif, kepastian data akan lebih terjainin. Melalui pendekatan kualitatif data yang diperoleh diuji kredibilitasnya, penelitian berakhir setelah data itu jenuh sehingga kepastian data dapat diperoleh. Misalnya untuk mencari gaya kepemimpinan seperti apa yang sebaiknya diterapkan kepala sekolah dalam membina guru, sebelum ditemukan gaya yang tepat maka penelitian belum dinyatakan selesai.
5. Bila ingin meneliti tentang sejarah atau perkembangan. Sejarah atau perkembangan kehidupan seseorang atau kelompok orang dapat dilacak melalui pendekatan kualitatif. Misalnya sejarah perkembangan sekolah sehingga sekolah tersebut menjadi sekolah favorit dalam padangan masyarakat dan orang tua siswa.
Atas dasar penggunaanya, dapat dikemukakan bahwa penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukenali kekurangan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaannya.
2. Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara alami.
3. Menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan informasi yang terjadi di lapangan (induktif) untuk kepentingan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan kuantitatif.
Bidang kajian penelitian kualitatif dalam pendidikan antara lain berkaitan dengan proses pengajaran, bimbingan, pengelolaan/manajemen kelas, kepemimpinan dan pengawasan pendidikan, penilaian pendidikan, hubungan sekolah dan masyarakat, upaya pengembangan tugas profesi guru, dan lain-lain.


Prosedur Penelitian Kualitatif
Prosedur penelitian kualitatif memiliki perbedaan dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif biasanya didesain secara longgar, tidak ketat, sehingga dalam pelaksanaan penelitian berpeluang mengalami perubahan dari apa yang telah direncanakan. Hal itu dapat terjadi bila perencanaan ternyata tidak sesuai dengan apa yang dijumpai di lapangan. Meski demikian, kerja penelitian mestilah merancang langkah-langkah kegiatan penelitian. Paling tidak terdapat tiga tahap utama dalam penelitian kualitatif yaitu (Sugiyono, 2007):
1. Tahap deskripsi atau tahap orientasi. Pada tahap ini, peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Peneliti baru mendata sepintas tentang informasi yang diperolehnya.
2. Tahap reduksi. Pada tahap ini, peneliti mereduksi segala informasi yang diperoleh pada tahap pertama untuk memfokuskan pada masalah tertentu.
3. Tahap seleksi. Pada tahap ini, peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci kemudian melakukan analisis secara mendalam tentang fokus masalah. Hasilnya adalah tema yang dikonstruksi berdasarkan data yang diperoleh menjadi suatu pengetahuan, hipotesis, bahkan teori baru.
Secara spesifik, ketiga tahap di atas dapat djabarkan dalam tujuh langkah penelitian kualitatif yaitu: identifikasi masalah, pembatasan masalah, penetapan fokus masalah, pelaksanaan penelitian, pengolahan dan pemaknaan data, pemunculan teori, dan pelaporan hasil penelitian (Sudjana, 2001).
Langkah pertama: mengidentifikasi masalah. Suatu masalah merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seseorang bertanya-tanya, berpikir, dan berupaya menemukan kebenaran yang ada. Fenomena masalah tersebut terjadi karena adanya sesuatu yang diharapkan, dipikirkan, dirasakan tidak sama dengan kenyataan, sehingga timbul “pertanyaan” yang menantang untuk ditemukan “jawabannya”. Atas dasar prinsip masalah tersebut, dalam mengidentifikasi masalah dapat muncul pertanyaan yang terkait dengan apakah, mengapa, dan bagaimana. Dari pertanyaan yang muncul tergambar substansi masalah yang terkait dengan pendekatan atau jenis penelitian tertentu. Dengan kata lain, jenis penelitian apa yang harus digunakan peneliti bergantung pada masalah yang ada. Di dalam penelitian sebaiknya seorang peneliti melakukan identifikasi masalah dengan mengungkapkan semua permasalahan yang terkait dengan bidang yang akan ditelitinya.
Langkah kedua: pembatasan masalah yang dalam penelitian kualitatif sering disebut fokus penelitian. Sejumlah masalah yang diidentifikasi dikaji dan dipertimbangkan apakah perlu direduksi atau tidak. Pertimbangannya antara lain atas dasar keluasan lingkup kajian. Kajian yang terlalu luas memungkinkan adanya hambatan dan tantangan yang lebih banyak. Kajian yang terlalu spesifik memerlukan kemampuan khusus untuk dapat melakukan kajian secara mendalam. Pembatasan masalah merupakan langkah penting dalam menentukan kegiatan penelitian. Meski demikian, pembatasan masalah penelitian kualitatif tidaklah bersifat kaku/ketat. Pembatasan masalah dapat dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan antara lain:
1. Dapatkah masalah tersebut dikembangkan untuk diteliti?
2. Adakah data atau informasi yang dapat dikumpulkan untuk menemukan jawaban atas masalah yang dipilih?
3. Apakah masalah dan pemecahannya cukup bermanfaat?
4. Apakah masalah tersebut baru dan aktual?
5. Sudah adakah orang yang melakukan pemecahan masalah tersebut?
6. Apakah masalah tersebut layak diteliti dengan melihat kemampuan peneliti, akses memperoleh informasi, serta ketersediaan dana dan waktu?
Langkah ketiga: penetapan fokus penelitian. Penetapan fokus berarti membatasi kajian. Dengan menetapkan fokus masalah berarti peneliti telah melakukan pembatasan bidang kajian, yang berarti pula membatasi bidang temuan. Menetapkan fokus berarti menetapkan kriteria data penelitian. Dengan pedoman fokus masalah seorang peneliti dapat menetapkan data yang harus dicari. Data yang dikumpulkan hanyalah data yang relevan dengan fokus penelitian. Peneliti dapat mereduksi data yang tidak relevan dengan fokus penelitian. Sebagai catatan bahwa dalam penelitian kualitatif dapat terjadi penetapan fokus penelitian baru dilakukan dan dipastikan pada saat peneliti berada di lapangan. Hal itu dapat terjadi bila fokus masalah yang telah dirumuskan secara baik, namun setelah di lapangan tidak mungkin dilakukan penelitian sehingga diubah, diganti, disempurnakan atau dialihkan. Peneliti memiliki peluang untuk menyempurnakan, mengubah, atau menambah fokus penelitian.
Langkah keempat: pengumpulan data. Pada tahap ini yang perlu dipenuhi antara lain rancangan atau skenario penelitian, memilih dan menetapkan setting (latar) penelitian, mengurus perijinan, memilih dan menetapkan informan (sumber data), menetapkan strategi dan teknik pengumpulan data, serta menyiapkan sarana dan prasarana penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menemui sumber data. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pengumpulan data adalah menciptakan hubungan yang baik antara peneliti dengan sumber data. Hal ini terkait dengan teknik pengumpulan data yang akan digunakan misalnya observasi, wawancara atau pengamatan.
Langkah kelima: pengolahan dan pemaknaan data. Pada penelitian yang lain pada umumnya pengolahan data dan pemaknaan data dilakukan setelah data terkumpul atau kegiatan pengumpulan di lapangan dinyatakan selesai. Analisis data kualitatif yang meliputi pengolahan dan pemaknaan data dimulai sejak peneliti memasuki lapangan. Selanjutnya, hal yang sama dilakukan secara kontinyu pada saat pengumpulan sampai akhir kegiatan pengumpulan data secara berulang sampai data jenuh (tidak diperoleh lagi informasi baru). Dalam hal ini, hasil analisis dan pemaknaan data akanberkembang, berubah, dan bergeser sesuai perkembangan dan perubahan data yang ditemukan di lapangan.
Langkah keenam: pemunculan teori. Peran teori dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif teori tidak dimanfaatkan untuk membangun kerangka pikir dalam menyusun hipotesis. Penelitian kualitatif bekerja secara induktif dalam rangka menemukan hipotesis. Teori berfungsi sebagai alat dan berfungsi sebagai fungsi tujuan. Teori sebagai alat dimaksudkan bahwa dengan teori yang ada peneliti dapat melengkapi dan menyediakan keterangan terhadap fenomena yang ditemui. Teori sebagai tujuan mengandung makna bahwa temuan penelitian dapat dijadikan suatu teori baru.
Langkah ketujuh: pelaporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian merupakan bentuk pertanggungjawaban peneliti setelah melakukan kegiatan pengumpulan data penelitian dinyatakan selesai. Dalam konteks yang seperti ini, pelaporan hasil penelitian secara tertulis memiliki nilai guna setidaknya dalam empat hal, yaitu:
1. Sebagai kelengkapan proses penelitian yang harus dipenuhi oleh para peneliti dalam setiap kegiatan penelitian
2. Sebagai hasil nyata peneliti dalam merealisasi kajian ilmiah
3. Sebagai dokumen autentik suatu kegiatan ilmiah yang dapat dikomunikasikan kepada masyarakat ataupun sesama peneliti
4. Sebagai hasil karya nyata yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan bergantung pada kepentingan peneliti (Sukardi, 2003).
Berdasarkan uraian tentang hakikat dan prosedur penelitian kualitatif, penelitian kualitatif mempunyai makna tersendiri untuk kepentingan bidang pendidikan. Pentingnya penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan antara lain:
1. Pendidikan sebagai proses sosialisasi hakikatnya adalah interaksi manusia dengan lingkungan yang membentuknya melalui proses belajar dalam konteks lingkungan yang berubah-ubah.
2. Pendidikan senantiasa melibatkan komponen manusia yakni pendidik dan tenaga kependidikan, siswa, kurikulum, lingkungan, waktu, serta sarana dan prasarana pendidikan. Setiap komponen saling berinteraksi dalam satu proses pendidikan/pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
3. Pendidikan sebagai suatu sistem tidak hanya berorientasi pada hasil tetapi juga berorientasi pada proses agar memperoleh hasil optimal.
4. Pendidikan dalam arti luas, terjadi pada setiap manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dalam lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat, secara alami.
5. Tekanan utama pendidikan adalah pembinaan dan pengembangan manusia mencakup aspek intelektual, moral, sosial dalam satu kesatuan utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan pengembangan tersebut melalui proses belajar agar diperoleh perubahan-perubahan perilaku menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Proses dan hasil pendidikan tidak saja diukur secara numerik/angka dan bilangan dalam bentuk indeks-indeks prestasi atau indeks-indeks lainnya secara kuantitatif dan statistik. Lebih dari itu perlu pengkajian mendalam berkenaan dengan kualitas proses, efisiensi dan efektivitas, serta daya guna terhadap perubahan perilaku individu khususnya anak didik dan tenaga kependidikan. Data kualitatif dalam bidang pendidikan sangat bermanfaat untuk menemukan hakikat dan makna yang terkandung dalam proses pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu berlangsung, bagaimana perubahan terjadi dalam proses tersebut, bagaimana interaksi guru-siswa dan siswasiswa dalam pembelajaran, bagaimana sumber belajar dioptimalkan penggunaannya, bagaimana guru menangani kesulitan belajar siswa, dan pertanyaan lainnya memerlukan data kualitatif dalam menjelaskannya. Pengukuran secara kuantitatif tersebut seringkali menghilangkan makna yang sebenarnya, lebih dari data yang diperoleh secara kuantitatif berdimensi tunggal, padahal dalam kenyataannya suatu proses yang terjadi berkaitan erat dengan berbagai dimensi yang muncul dalam kondisi alamiahnya.
Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Pemahaman yang benar dalam menggunakan pendekatan, metode ataupun teknik untuk melakukan penelitian merupakan hal penting agar dapat dicapai hasil yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan. Pendekatan yang mana sebaiknya digunakan apakah pendekatan kualitatif atau kuantitatif? Pembahasan berikut memberikan ulasan singkat mengenai perbedaan kedua pendekatan tersebut sebagai kesimpulan uraian yang dikemukakan sebelumnya.
Pertama: pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif lebih mementingkan proses dibandingkan hasil. Oleh karena itu urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang akan menentukan tahapan berikutnya seperti teknik analisa dan teknik statistik yang akan digunakan. Pendekatan kuantitatif lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik.
Kedua: jika kita menggunakan pendekatan kualitatif, dasar teori sebagai pijakan ialah adanya interaksi dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsirkan berdasarkan sudut pandang yang bersangkutan dengan cara mencari makna dari gejala yang sedang diteliti. Lain halnya dengan pendekatan kuantitatif, pendekatan ini berpijak pada hal-hal yang bersifat
kongkrit, uji empiris dan fakta-fakta yang nyata atau terukur.
Ketiga: tujuan utama penelitian kualitatif adalah mengembangkan pengertian, konsep konsep yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”. Sebaliknya pendekata kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, mengungkap fakta, menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskripsi statistik, serta menaksir dan meramalkan hasilnya.
Keempat: melihat sifatnya, pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah/berkembang sesuai dengan situasi lapangan. Desain hanya digunakan sebagai asumsi dalam melakukan penelitan. Oleh karena itu, desain harus fleksibel dan terbuka. Lain halnya dengan desain penelitian kuantitatif. Desainnya terstruktur, baku, formal dan dirancang sematang mungkin. Desain penelitian kuantitatif bersifat spesifik dan detil karena merupakan suatu rancangan yang akan dilaksanakan sebenarnya. Jika desainnya salah, hasilnya menyesatkan.
Kelima: pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, dan catatan-catatan lapangan saat penelitian dilakukan. Sebaliknya penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif/angka-angka.
Keenam: sampel kecil merupakan ciri pendekatan kualitatif karena pada pendekatan kualitatif penekanan pemilihan sampel didasarkan pada kualitasnya bukan jumlah. Ketepatan dalam memilih sampel merupakan salah satu kunci keberhasilan penelitian kualitatif. Sampel dipandang sebagai sampel teoretis dan tidak representatif. Pada pendekatan kuantitatif, jumlah sampel besar karena aturan statistik mengatakan bahwa semakin besar sampel akan merepresentasikan kondisi riil. Karena pada umumnya pendekatan kuantitatif membutuhkan sampel yang besar maka stratafikasi sampel sangat diperlukan.
Ketujuh: Jika peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan menggunakan teknik observasi terlibat langsung, seperti dilakukan oleh peneliti bidang antropologi dimana peneliti terlibat langsung dengan yang diteliti. Jika pendekatan kuantitatif diterapkan maka teknik yang digunakan berbentuk observasi terstruktur, survei menggunakan kuesioner, dan eksperimen. Dalam melakukan interview biasanya diberlakukan interview terstruktur untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Teknik mengacu pada tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan untuk menguji hipotesis.
Kedelapan: dalam kualitatif, peneliti tidak mengambil jarak dengan diteliti. Hubungan yang dibangun antara peneliti dengan sumber data didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. Apabila sampelnya itu manusia, maka yang menjadi responden diperlakukan sebagai partner bukan obyek penelitian. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan tersebut seperti hubungan antara subyek dan obyek. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat obyektivitas yang tinggi. Pada umumnya penelitiannya berjangka waktu pendek.
Kesembilan: Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep untuk membangunan teori baru. Analisa data penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris terhadap teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik. Berdasarkan uraian di atas, kedua pendekatan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabilitasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian terkontaminasi oleh subyektifitas peneliti. Pendekatan kualitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variabel yang berpengaruh terhadap proses penelitian baik langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sampel, pengambilan data dan juga penentuan alat analisisnya.
Perpaduan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif dalam Penelitian
Penelitian yang menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif belum banyak dilakukan. Namun, perkembangan ilmu-ilmu sosial khususnya pendidikan telah membuka kesempatan untuk memunculkan perrpaduan antara keduanya. Strauss & Corbin (1990) menyatakan bahwa suatu penelitian dapat saja memakai metodologi yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Salah satu jenis penelitian yang memerlukan penggabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif adalah penelitian-penelitian kebijakan (Brannen, 1997). Brannen (1997) mencetuskan tiga acuan pokok dalam memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Ketiga acuan itu adalah:
1. Penelitian kuantitatif sebagai fasilisator penelitian kualitatif; maksud dari acuan ini adalah:
a. Penelitian kuantitatif memberikan data latar belakang yang terukur untuk mengaitkannya dengan studi-studi skala kecil. Ini seringkali diambil dari data-data statistik atau sensus.
b. Survei kuantitatif dapat memberikan landasan bagi data kasus dari kelompok-kelompok tertentu yang akan melandasi studi intensif dalam penelitian kualitatif.
2. Penelitian kualitatif sebagai fasilitator penelitian kuantitatif; berarti penelitian kualitatif berperan sebagai penunjang. Penelitian kualitatif mempunyai fungsi tertentu yaitu: sebagai sumber hipotesis yang akan diuji secara kuantitatif; sebagai pengembang dan pemandu instrumeninstrumen penelitian kuantitatif seperti kuesioner, skala dan indeks pengukuran; serta sebagai pembanding temuan-temuan kuantitatif.
3. Penelitian yang mempergunakan kedua pendekatan dengan bobot sama; kedua pendekatan dilakukan untuk saling mengisi kesenjangan yang muncul pada saat survei lapangan, analisis, atau pelaporan.
Gabungan antara keduanya dapat berakhir dengan pemisahan penelitian kualitatif dan kuantitatif tetapi tetap berhubungan. Dalam penelitian pendidikan sering dijumpai dua pendekatan digunakan bersama-sama terhadap masalah yang sama. Terkait dengan hal tersebut, Sudjana (2001) berpendapat bahwa pendekatan tersebut sebenarnya bertolak dari asumsi yang berbeda, sehingga untuk persoalan yang sama sulit menggunakan metode dengan asumsi yang berbeda. Namun pemecahan masalah melalui studi yang berbeda cukup bermanfaat dalam memperkaya alternatif pemecahan masalahnya, sehingga lebih komprehensif sifatnya. Sering ditemukan pemaparan data kualitatif menggunakan statistik deskriptif serta temuan kualitatif dan kuantitatif disajikan bersama-sama. Beberapa peneliti kadang-kadang berusaha menggunakan kedua pendekatan tersebut untuk masalah yang sama, namun seringkali mengalami kerancuan dalam penarikan kesimpulannya.

3.3 METODE PENELITIAN PENDIDIKAN
Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
1. Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian?
2. Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data?
3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutanurutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian. Berdasarkan sifat-sifat masalahnya, Suryabrata (1983) mengemukakan sejumlah metode penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian Historis yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif.
2. Penelitian Deskriptif yang yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.
3. Penelitian Perkembangan yang bertujuan untuk menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu.
4. Penelitian Kasus/Lapangan yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek
5. Penelitian Korelasional yang bertujuan untuk mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi
6. Penelitian Eksperimental suguhan yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali.
7. Penelitian Eksperimental semu yang bertujuan untuk mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian
8. Penelitian Kausal-komparatif yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen tetapi dilakukan dengan pengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding.
9. Penelitian Tindakan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya.
McMillan dan Schumacher (2001) memberikan pemahaman tentang metode penelitian dengan mengelompokkannya dalam dua tipe utama yaitu kuantitatif dan kualitatif yang masing-masing terdiri atas beberapa jenis metode.

A. Penelitian Deskriptif

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah actual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel.
Penelitian deskriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah. Metode penelitian manapun harus diawali dengan adanya masalah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan. Pertanyaan masalah mengandung variabel-variabel yang menjadi kajian dalam studi ini. Dalam penelitian deskriptif peneliti dapat menentukan status variabel atau mempelajari hubungan antara variabel.
2. Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan. Apakah informasi kuantitatif ataukah kualitatif. Informasi kuantitatif berkenaan dengan data atau informasi dalam bentuk bilangan/angka seperti.
3. Menentukan prosedur pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dan sumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Dalam penelitian ada sejumlah alat pengumpul data antara lain tes, wawancara, observasi, kuesioner, sosiometri. Alat-alat tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif. Misalnya untuk memperoleh informasi mengenai langkah-langkah guru mengajar, alat atau instrumen yang tepat digunakan adalah observasi atau pengamatan. Cara lain yang mungkin dipakai adalah wawancara dengan guru mengenai langkah-langkah mengajar. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan penelitian harus dirumuskan sekhusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadapinstrumen dan sumber data.
4. Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data. Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
5. Menarik kesimpulan penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, peneliti menyimpulkan hasil penelitian deskriptif dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mensintesiskan semua jawaban tersebut dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan penelitian secara keseluruhan.

B. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya, mempelajari secara khusus kepala sekolah yang tidak disiplin dalam bekerja . Terhadap kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu cukup lama. Mendalam, artinya mengungkap semua variabel yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin peneliti perlu mencari data berkenaan dengan pengalamannya pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya.
Data diperoleh dari berbagai sumber seperti rekan kerjanya, guru, bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif seperti observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan lain-lain bergantung kepada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian dikaji, dihubungkan satu sama lain, kalau perlu dibahas dengan peneliti lain sebelum menarik kesimpulankesimpulan penyebab terjadinya kasus atau persoalan yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh. Namun kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subyektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus bukan untuk menguji hipotesis, namun sebaliknya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji melalui penelitian lebih lanjut. Banyak teori, konsep dan prinsip dapat dihasilkan dan temuan studi kasus.

C. Penelitian Survei
Penelitian survei cukup banyak digunakan untuk pemecahan masalah masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijaksanaan pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek) disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas? Berapa banyak guru yang telah memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan? Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel tersebut.
Survei dapat pula dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel seperti pendapat, persepsi, sikap, prestasi, motivasi, dan lain-lain. Misalnya persepsi kepala sekolah terhadap otonomi pendidikan, persepsi guru terhadap KTSP, pendapat orangtua siswa tentang MBS, dan lain-lain. Peneliti dapat mengukur variabel-variabel tersebut secara jelas dan pasti. Informasi yang diperoleh mungkin merupakan hal penting sekali bagi kelompok tertentu walaupun kurang begitu bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Survei dalam pendidikan banyak manfaatnya baik untuk memecahkan masalah-masalah praktis maupun untuk bahan dalam merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam hubungannya dengan pembangunan. Melalui metode ini dapat diungkapkan masalah-masalah aktual dan mendeskripsikannya, mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan criteria yang telah ditentukan, atau menilai efektivitas suatu program.

D. Studi Korelasional
Seperti halnya survei, metode deskriptif lain yang sering digunakan dalam pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variabelvariabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua variabel.
Studi korelasi yang bertujuan menguji hipotesis, dilakukan dengan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi antara variabel-variabel tersebut, agar dapat ditentukan variabel-variabel mana yang berkorelasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui variabel-variabel mana yang sekiranya berhubungan dengan kompetensi profesional kepala sekolah. Semua variabel yang ada kaitannya (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dll) diukur, lalu dihitung koefisien korelasinya untuk mengetahui variabel mana yang paling kuat hubungannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah.
Kekuatan hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang angkanya bervariasi antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi adalah besaran yang diperoleh melalui perhitungan statistic berdasarkan kumpulan data hasil pengukuran dari setiap variabel. Koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus atau kesejajaran, koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbading terbalik atau ketidak-sejajaran. Angka 0 untuk koefisien korelasi menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel. Makin besar koefisien korelasi baik itu pada arah positif ataupun negatif, makin besar kekuatan.

E. Studi Perbandingan (Comparative Study)
Dalam bidang pendidikan studi perbandingan dapat diartikan sebagai penelitian desskriptif untuk mencari jawaban secara mendasar tentang hubungan sebab akibat, dengan mengnalisis faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu. Salah satu kesulitan studi perbandingan adalah kesukaran dalam memastikan apakah gejala-gejala yang muncul itu memang benar disebabkan oleh faktor-faktor yang diteliti atau bukan.
Dari konsep di atas, ada beberapa karakteristik studi perbandingan. Pertama, studi komparatif, melibatkan subjek penelitian yang tidak tunggal bahkan merupakan penelitian populasi dengan teknik sampling cermat yang cermat, sehingga anggota sampel yang diteliti bersifat representative. Kedua, studi komparatif biasanya memerlukan data kuantitatif dan dianalisis secara kuantitatif juga dengan ukuran-ukuran statistic. Walaupun data yang terkumpul bersifat kualitatif akan tetapi pada akhirnya, data tersebut akan dikonferensikan menjadi data kuantitatif. Ketiga, walaupun penelitian komparatif merupakan penelitian untuk mencari hubungan sebab-akibat, namun memiliki perbedaan dengan sebab-akibat dalam tradisi penelitian eksperimen. Dalam eksperimen, munculnya fenomena tertentu pada suatu variabel disebabkan karena perlakuan yang dikenakan pada variabel lain; sedangkan pada studi komparatif, munculnya fenomena pada suatu variabel bukan karena pengaruh kondisi atau keadaan sudah pasti dan sudah berlalu tanpa dikondisikan. Misalakan ; “Studi komparatif perilaku siswa di sekolah antara siswa yang berasal dari SMP dan siswa yang berasala dari MTs”. Dalam penelitian ini tampak jelas bahwa siswa yang berasal dari SMP dan MTs, bukan perlakuan yang dikondisikan, akan tetapi kondisi dan keadaan yang sudah pasti. Keempat, oleh karena penelitian ini membandingkan dua hal atau dua variabel yang berbeda, maka pada penelitian ini pada akhirnya hendak menguji hipotesis yang diajukan sebelumnya.
Penelitian komparatif bisa bersifat ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan berlangsung. Peneliti menentukan satu atau lebih akibat dari dependent variabel dan menguji data tersebut dengan menelusuri kembali masa lampau untuk mencari hubungan sebab-akibat serta makananya.
Metode perbandingan, sebagai suatu metode penelitian memiliki keunggulan, diantaranya :
a. Studi komparatif merupakan salah satu metode yang “baik” digunakan manakala metode eksperimen tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan tertentu, yaitu : pertama kerena sulit memilih dan mengontrol faktor-faktor atau variabel yang ingin diketahui atau diselidiki hubungan sebab akibatnya. Kedua, apabila pengontrolan terhadap semua variabel, kecuali variabel bebas sangat tidak realistis dan dibuat-buat, dan ketiga, apabila control di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian dianggap tidak praktis.
b. Dengan adanya teknik-teknik statistic baik secara manual atau melalui bantuan program computer, pada akhir-akhir ini hasil penelitian melalui studi komparatif lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Di samping keunggulan-keunggulan diatas, penelitian dengan menggunakan metode komparatif juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
a. Tidak ada kontrol terhadap variabel bebas, karena peneliti tidak memiliki kesempatan untuk mengkondisikan atau memanipulasi variabel-variabel yang dapat memengaruhi data yang ditemukannya.
b. Dalam penelitian komparatif sulit untuk memperoleh kepastian bahwa semua faktor penyebab meru[pakan bagian dari faktor yang sedang diteliti.
c. Dalam penelitian komparatif sulit memastikan bahwa faktor yang diselidiki benar-benar merupakan faktor penyebab, oleh karena faktor pennyebab.
d. Apabila telah ditemukan hubungan antara variabel, maka sukar untuk menentukan mana faktor penyebab dan man faktor akibat.
e. Menggolongkan subjek ke dalam kategori dikotomi seperti subjek kelompok pandai dan kelompok bodoh, untuk tujuan perbandingan, menimbulkan persoalan, karena kategori-kategori tersebut bersifat kabur, tidak pasti dan tidak punya batasan yang jelas dan diakuai oleh setiap orang.
F. Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimental (experimental research) pada umumnya menuntut kontrol yang ketat pada pengaruh variable lain di luar variable perlakuan (treatment). Dengan kondisi (pelaksanaan) seperti itu, pada umumnya penelitian eksperimen dianggap sebagai penelitian yang mampu memberi informasi paling mantap, baik ditinjau dari dimensi internal validity penelitian. Penerapan desain oenelitian eksperimental pada ilmu-ilmu sosial, pendidikan, dan psikologi, yang menggunakan subjek (manusia) sebagai sample penelitiannya, terbentur pada ketidakmampuan untuk mengontrol secara ketat variabel lain di luar variabel perlakuan, akibatnya sangat sering tidak bisa memenuhi syarat-syarat penelitian eksperimental sungguhan (true experiment), sehingga menjadikan penelitian yang seperti itu dilaksanakan pada tataran quasi experiment atau praexperiment.
Berkaitan dengan itu, secara umum desain eksperimen, seperti juga desain-desain penelitian lainnya, memiliki dua kegunaan dasar, yaitu menyediakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mengontrol serta mengendalikan variasi yang mungkin terjadi. Dengan dua kegunaan dasar ini, sebenarnya desain eksperimen berfungsi menetapkan bingkai kajian hubungan antar variabel. Berdasarkan kedua fungsi di atas, maka kriteria desain penelitian adalah: (1) menjawab pertanyaan penelitian, (2) kemungkinan melakukan generalisasi, (3) kontrol terhadap variabel ekstra, (4) memiliki validitas internal dan eksternal.
Kriteria 1 : Menjawab Pertanyaan Penelitian
Apakah suatu desain penelitian menjawab pertanyaan penelitian? Atau dengan ungkapan lain, apakah desain penelitian merupakan ujian yang memadai terhadap hipotesis penelitian? Pertanyaan seperti ini sangat perlu dicer, karena kelemahan yang paling serius dalam penelitian (lebih-lebih pada peneliti pemula) adalah bahwa desain penelitian yang dirancang dan dirumuskan tidak mampu menjawab masalah atau pertanyaan penelitian. Salah satu contoh ketidaksesuaian antara desain dan masalah penelitian adalah pengaitan antara variabel dan atau subjek pendukung variabel tanpa alasan yang relevan. Misalnya, dengan mengaitkan variabel intelegensi dengan jenis kelamin siswa (sebagi kelompok eksperimental yang dianggap sama), atau mengaitkan tingkat pendidikan orangtua dengan prestasi belajar anaknya.
Kriteria 2: Kemungkinan Melakukan Generalisasi
Dapatkah kita membuat generalisasi dari hasil-hasil suatu kajian sehingga berlaku untuk subjek-subjek lain, kelompok-kelompok lain, serta kondisi-kondisi lain? Ini adalah kriteria yang kompleks karena tujuan utama suatu penelitian bisa saja berbeda, contohnya penelitian dasar. Tujuan utamanya untuk mengetahui hubungan antar variabel dan mengapa variabel-variabel tersebut berelasi seperti yang ditemukan itu. Jadi, penekanannya adalah internal, bukan eksternal. Sebaliknya, pada penelitian terapan, sangat perlu kemampuan melakukan generalisasi karena memang hasil penelitian tersebut bertujuan untuk bisa diterapkan dalam lingkup yang lebih luas.
Kriteria 3: Kontrol Terhadap Variabel Bebas Ekstra
Sudah jelas dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, termasuk dalam bidang pendidikan, keterlibatan, dan keterkaitan antar variabel bersifat sangat kompleks. Variabel bebas ekstra adalah variabel bebas yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, tetapi kehadirannya tidak menjadi bagian dari kajian penelitian. Untuk mengatasi hal itu, cara pengontrolannya adalah dengan randomisasi.
Kriteria 4: Validitas Internal dan Eksternal
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, eksperimen mengandung pengertian kontrol, yang pengaruhnya terjadi semata-mata memang disebabkan oleh perlakuan. Hal ini terkait dengan validitas penelitian. Penanganan mengenai validitas sangat penting dalam penelitian, terutama untuk jenis penelitian eksperimen, meskipun beberapa di antaranya dapat pula terjadi pada penelitian selain eksperimen.
Validitas Penlitian
Validitas penelitian adalah kemampuan suatu penelitian untuk mengungkapkan secara tepat mengenai apa yang ingin diteliti. Validitas penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu validitas eksternal dan validitas internal.
1. Validitas Eksternal
Validitas eksternal penelitian mengacu pada sejauh mana suatu hasil penelitian dapat digeneralisasikan. Dengan kata lain, validitas eksternal menyangkut tingkat (kualitas) kerepresentatifan hasil penelitian digeneralisasikan pada populasinya. Jadi, hal ini menyangkut luasa (skop) generalisasi, baik dalam kaitannya dengan populasi subjek yang dikenakan maupun pada populasi objeknya (variabel). Misalnya, bila ditemukan hasil uji adanya interaksi antara suatu strategi pembelajaran dan status sosial murid, maka tidak dapat secara otomatis dikatakan hasil itu berlaku antar berbagai status sosial. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa ancaman terhadap validitas eksternal perlu diperhatikan, seperti:
a.Interaksi antara Seleksi Subjek dan Perlakuan
Ancaman ini membicarakan mengenai sejauh mana hubungan yang terjadi dapat digeneralisasikan tehadap kategori subjek. Atau dengan kata lain, untuk kategori subjek yang bagaimanakah hubungan yang terjadi dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, untuk memperoleh tingkat validitas eksternal yang tinggi perlu dipertimbangkan karakteristik subjek dengan perlakuan yang diberikan. Suatu contoh, penelitian yang menggunakan para eksekutif sebagai subjek sebaiknya menggunakan waktu yang singkat dalam pengumpulan data, mengingat para eksekutif umumnya sangat sibuk; subjek tersebut sangat efektif dalam menggunakan waktunya.
b. Interaksi Seting dengan Perlakuan
ancaman validitas eksternal ini mencermati hubungan antara seting penelitian dan perlakuan yang diberikan. Dalam penelitian sering dicobakan satu atau lebih perlakuan dalam beberapa seting yang bervariasi. Artinya, satu perlakuan suatu dicobakan dalam beberapa seting yang bervariasi sehingga generalisasi akan bisa lebih luas. Seumpama, ditemukan suatu hubungan kausal antara perlakuan terhadap sesuatu hal (variabel) di suatu pabrik, tentunya hal tersebut tidak dapat digeneralisasikan pada tempat lain seperti pasar. Oleh karena itu, untuk menanggulangi ancaman seting penelitian ini, sebaiknya lakukan penelitian pada beberapa seting (variasi seting), dan dilakukan analisis terhadap setiap seting.
c. Interaksi Sejarah Dengan Perlakuan
Ancaman ini menjawab pertanyaan, dalam rentang waktu berapa lama suatu hubungan kausal yang terjadi dapat digeneralisasikan. Waktu yang dimaksud mengacu pada waktu lampau hingga waktu akan datang. Misalnya, apakah data yang diambil pada saat terjadinya pemboman di Legian, Kuta Bali, mengenai prospek kepariwisataan di Bali, dapat digeneralisasikan terhadap situasi-situasi lain di Bali.
Beberapa cara dapat digunakan untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap validitas tersebut adalah:
• Melakukan randominasi dalam penentuan sampel agar dapat diperoleh sampel yang mewakili populasi (representative). Hal ini dapat dilakukan bila generalisasi yang diinginkan cukup sempit, misalnya satu sekolah.
• Menggunakan teknik purposif yang telah ditentukan secara sengaja untuk menentukan sampel (delibrate sampling) untuk mendapatkan homogenitas sampel. Hasil penelitian seperti ini tidak dapat dilakukan secara generalisasi secara umum, tetapi harus sesuai dengan ciri purposifnya.
• Memilih jenis kelompok, seting, dan waktu dimana generalisasi akan dilakukan (impressionistic modal instance model). Untuk mengumpulkan dat pilihlah satu yang paling tepat dengan kelompok, seting, dan waktu yang diinginkan. Bila tidak berhasil, dapat digunakan lebih dari satu.
Validitas Internal
Validitas Internal menyangkut tingkat kualitas ketepatan pengendalian aspek fisik-psikologis pelaksanaan penelitian dan pemilihan/penggunaan berbagai instrumen dalam pelaksanaan suatu penelitian. Hal tersebut akan menunjukkan sejauh mana hasil (umpama perbedaan) yang terjadi pada variabel terobservasi secara langsung merupakan akibat dari variabel bebas, bukan karena akibat variabel-variabel lain. Hal ini dapat dijelaskan dengan berbagai cara. Kemungkinan alternatif penjelasan yang ada sering disebut dengan ancaman terhadap validitas internal, dan terjadi hampir pada semua jenis penelitian.
Pengalaman mengevaluasi hasil-hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mengancam validitas internal kurang diperhatikan di dalam perencanaan penelitian. Demikian pula, kemungkinan adanya pengaruh ancaman terhadap validitas internal tidak disinggung sama sekali dalam interpretasi hasil penelitian. Padahal, banyak hasil penelitian yang dapat dijelaskan dengan melakukan analisis terhadap kemungkinan adanya pengaruh ancaman tersebut. Berikut ini dikemukakan sejumlah ancaman terhadap validitas internal dan cara-cara untuk mengontrol pengaruhnya dalam eksperimen.
a. Karakteristik Subjek
Pemilihan sampel penelitian, baik secara kelompok maupun perorangan, dapat menghasilkan kelompok/orang-orang yang tidak homogen yang tidak diinginkan, tetapi memiliki keterkaitan dengan variabel yang diteliti. Kejadian ini sering disebut bias seleksi atau ancaman karakteristik subjek.
Tedapat banyak karakteristik subjek yang dapat menyebabkan bias seleksi, seperti: umur, daya tahan (fisik maupun mental), kecepatan, intelegensi, sikap, bahasa, etnis, kelancaran bicara, status sosial ekonomi, keyakinan,dll. Untuk menghindari hal ini, berdasarkan kajian hasil-hasil penelitian terdahulu, sebaliknya peneliti mengidentifikasi sejak awal faktor-faktor yang cenderung dapat menimbulkan masalah bias seleksi ini. Caranya adalah dengan mengontrol faktor-faktor tersebut.
b. Hilangnya Subjek (Mortality)
Kasus hilangnya satu atau beberapa subjek selama penelitian berlangsung kadangkala bersifat sangat alamiah dan sangat sulit dihindari. Hilangnya subjek dapat terjadi karena pindah domisili, penugasan,dalam kegiatan lain, sakit, atau bahkan kematian. Dengan begitu, akan terjadi kehilangan data yang diperlukan dengan kehilangan subjek tersebut. Hal tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kemampuan untuk melakukan generalisasi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya bias hasil penelitian. Lebih-lebih dalam penelitian yang pengumpulan datanya menggunakan kuesioner, karena ada peluang bahwa subjek yang hilang tersebut mungkin cenderung memberikan respons sebaliknya. Untuk itu, besarnya sampel yang dilibatkan sebaiknya melebihi sampel minimal yang ditetapkan. Werwich (2001) menyarankan menambahkan penambahan sampel sebesar 10 persen dari sampel minimal yang ditetapkan.
Berbeda dengan penelitan eksperimen yang ada kelompok pembandingnya, hilangnya subjek tidak menjadi masalah bila yang hilang relatif kecil dan terjadi pada semua kelompok. Namun, bila hilangnya cukup banyak dan menyebabkan banyaknya subjek tiap kelompok berbeda jauh sehingga mempengaruhi homogenitas varian kelompok, bisa jadi hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh jumlah sampel yang berbeda tersebut. Untuk itu, Dayton (2000) menyarankan perbedaan jumlah subjek antar kelompok adalah ≤ 0.10.
Masalah hilangnya subjek memang paling sulit diatasi, dibandingkan dengan ancaman-ancaman validitas internal yang lain. Ada cara-cara untuk mengatasi masalah ini. Cara pertama, mangganti subjek yang hilang dengan subjek baru yang memiliki karakteristik relatif sama dengan subjek yang hilang itu. Namun, cara ini memiliki kelemahan, terutama pada eksperimen, karena tentu saja subjek pengganti ini tidak mendapat perlakuan yang setara dengan subjek yang lainnya yang telah mendapat perlakuan lebih awal. Cara lain adalah dengan menganggap subjek yang hilang setara dengan kemampuan rata-rata subjek. Jadi, peneliti menggunakan nilai rata-rata sebagai skor responden yang hilang tersebut. Namun, cara ini biasanya digunakan untuk kehilangan subjek tidak lebih dari satu sampai lima persen untuk penelitian sampling. Prosedur ini sebaiknya dilaporkan dalam pembahasan hasil penelitian.
c. Lokasi
Lokasi tertentu yang menjadi tempat pengambilan data dilakukan dapat menjadi penjelasan alternatif bagi suatu hasil penelitian. Suatu contoh, penelitian yang membandingkan pengaruh metode A dengan metode B. Mungkin dalam kelas yang menggunakan metode B sumber belajarnya lebih lengkap dibandingkan dengan kelas yang menggunakan metode A. Mungkin juga kelasnya lebih luas dan terang. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi terhadap hasil belajar siswa. Suatu contoh lain, wawancara yang yang dilakukan pada dua tempat yang berbeda, satu di restoran dan satunya di ruang kepala sekolah, akan menyebabkan respons yang diberikan berbeda. Cara mengatasi hal ini adalah dengan mengusahakan lokasi yang tetap (konstan) terhadap semua sampel.
d. Instrumentasi
Ancaman instrumentasi sering juga disebut implementer effect, karena bias instrumentasi lebih banyak disebabkan oleh faktor pelaku pemakai instrumen tersebut, seperti penilai, observer, dan pewawancara. Fraenkel dan Wollen (2000) menamai instrumen decay untuk merujuk paada perubahan yang terjadi pada instrumen, termasuk prosedur skoringnya. Suatu contoh, pada tes esai, faktor penilai sering menjadi sumber ancaman, karena faktor subjektivitas sehingga memberikan penilaian dengan standar berbeda, misalnya sangat ketat pada awal, tetapi semakin longgar ketika senakin lelah dan jenuh. Cara mengatasi ancaman ini adalah dengan mengatur waktu penilaian.
Ancaman instrumentasi juga bersumber dari perbedaan karakteristik pengumpul data, seperti beda gender, umur, dan etnis. Wawancara terhadap anak-anak gelandangan yang dilakukan oleh wanita berpenampilan kalem dan lembut misalnya, akan mengorek informasi lebih dalam dibandingkan dengan pewawancara pria yang berpenampilan necis dan garang. Cara mengatasi ancaman ini adalah dengan membakukan prosedur eksperimen, melakukan pelatihan terhadap para pengumpul data, dan mengadakan planned ignorance, yaitu memilih pelaku yang benar-benar tidak peduli dengan hasil penelitian, sehingga tidak mempengaruhi perilakunya dalam melakukan pengumpulan data.
e. Testing
Adanya tes yang diberikan sebelum perlakuan dapat menimbulkan ancaman terhadap validitas internal, karena dengan pemberian tes dapat terjadi practice effect, yaitu subjek menjadi sadar atau sensitif terhadap apa yang diinginkan oleh peneliti. Hal ini akan mempengaruhi respons subjek. Contohnya, dalam suatu penelitian yang ingin mengetahui sikap siswa sekolah perawat terhadap pokok bahasan kesehatan masyarakat. Sebelum pelajaran tentang kesehatan masyarakat dilakukan, siswa diberikan kuesioner sikap terhadap pokok bahasan tersebut. Setelah pelajaran berlangsung, sikap mereka diukur lagi, ternyata hasilnya baik. Namun, perlu diperhatikan apakah memang itu pengaruh dari perlakuan ataukah bias pretes yang diberikan. Bila ancaman ini terjadi dalam suatu eksperimen, pemecahannya sering dilakukan dengan penerapan formula statistik, yaitu menganalisis skor perolehan yang ternormalisasikan (gain score normalization) untuk menjawab tujuan yang diinginkan.
f. Sejarah (History)
Adanya suatu kejadian di luar dugaan dan tidak mungkin dikontrol, mempengaruhi respons subjek. Hasil pengambilan data tentang persepsi mahasiswa mengenai prospek pariwisata di Bali yang dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2002 akan sangat berbeda dengan hasil yang diperoleh sehari sebelumnya, yaitu sebelum peristiwa pengeboman di Legian Kuta yang menewaskan puluhan wisatawan asing, yang telah menyebabkan wisatawan tidak berani berada di Bali.
g. Kematangan (Maturity)
Perubahan yang terjadi pada subjek karena pengaruh waktu, bukan disebabkan oleh perlakuan yang diberikan, dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Ancaman kematangan ini paling peka terjadi dalam penelitian yang memakan waktu lama (multi-years). Untuk mengatasi ancaman ini, sebaiknya eksperimen dilakukan tidak dalam jangka waktu lama, atau dengan menggunakan kelompok pembanding.
h. Sikap Subjek
Dalam banyak penelitian subjek dapat menyadari dirinya menjadi partisipasi dalam eksperimen. Seringkali timbul perasaan bangga karena ada yang memperhatikan, apalagi diketahui tujuan penelitian tersebut adalah untuk memperbaiki keadaan mereka. Oleh karena itu, subjek berusaha sebaik mungkin, di luar perilaku normal mereka. Hal ini sering disebut dengan hawthorne effect.
Kalau hawthorne effect sering terjadi pada kelompok eksperimen, mak hal sebaliknya dapat terjadi pada kelompok kontrol. Dalam penelitian untuk mengetahui sejauh mana penggunaan mesin uap untuk menjalankan kereta api dapat menggantikan tenaga manusia, seorang pekerja kereta api merasa kecewa, lalu timbul perasaan jengah. Ia berusaha mati-matian untuk mengimbangi kerja mesin. Efek yang terjadi pada kelompok pembanding itulah sejenis dengan sebutan hawthorne Effect.
Dapat pula terjadi suatu gejala sebaliknya pada kelompok pembanding. Ketika mereka merasa kurang mendapat perhatian, semangat mereka menurun dan mereka menunjukkan perilaku yang lebih buruk dari yang sewajarnya. Kemungkinan ini dapat diatasi dengan memberikan placebo pada kelompok tersebut. Placebo adalah istilah yang diambil dari bahasa kedokteran, yang ddapat diartikan pemberian obat atau sesuatu perlakuan yang sesungguhnya tidak berdampak apa-apa, tetapi dapat menimbulkan sugesti. Dalam konteks penelitian, placebo digunakan untuk menghindarkan perasaan tidak diperhatikan (dianaktirikan) yang kerap terjadi pada kelompok pembanding. Selain itu, perlu diupayakan agar subjek menganggap bahwa eksperimen tersebut adalah suatu hal yang rutin sehingga tidak perlu memberikan reaksi yang berlebihan.
i. Regresi
Ancaman ini diakibatkan karena adanya kebutuhan dari subjek untuk bisa berubah. Misalnya, apabila suatu kelompok dipilih berdasarkan karakteristik yang ekstrem, misalnya 20% dari skor terendah dalam suatu tes awal. Kelompok ini, setelah mendapat perlakuan, maka rata-rata skornya akan mendekati rata-rata populasi, terlepas dari perlakuan yang bagaimana pun yang diberikan. Hal ini terutama dapat terjadi pada kelompok yang sangat membutuhkan perlakuan tersebut. Cara lain adalah dengan mengamati secara saksama perilaku subjek untuk mengetahui adanya perubahan-perubahan yang di luar kebiasaan.
j. Implementasi (Implementer Effect)
Implementer Effect adalah ancaman validitas internal yang disebabkan oleh adanya harapan implementer terhadap suatu kelompok untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti itu untuk terjadi. Misalnya, sesuai dengan kajian teori, metode lebih baik daripada metode B. Dalam eksperimen, implementer melakukan hal-hal di luar desain dengan harapan agar mereka yang mengikuti pembelajaran dengan metode A hasilnya lebih baik daripada mereka yang mengikuti pembelajaran dengan metode B. Misalnya, dengan menggunakan media pembelajaran yang jauh lebih baik di kelompok A daripada yang digunakan di kelompok B. Gejala semacam ini disebut dengan Pygmalion Effect.

0 komentar: